Sukses

Aneh, Anak-Anak Kok Ikut Gangster di Surabaya

Dosen Psikologi Universitas 17 Agustus (UNTAG), Karolin Rista Rumandjo angkat bicara soal kabar maraknya gangster di Surabaya, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tak tinggal diam seiring kabar maraknya gangster di Surabaya, Jawa Timur.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) pun memastikan Pemkot Surabaya sudah melakukan beberapa tindakan antisipasi untuk mencegah maraknya gangster. Salah satu tindakan antisipasi yang dilakukan adalah pemasangan kamera pengenal atau deteksi wajah (face recogniton) yang dapat mendeteksi wajah seseorang.

"Kami sudah pasang kamera face recognition. Jadi, nanti kalau sudah ditangkap tidak ada lagi yang ngeles bahwa saya tidak ikut di situ (gangster), karena ini juga sudah tersambung dengan kependudukan,” kata Wali Kota Risma di rumah dinas, Jalan Sedap Malam, Surabaya, Rabu, 5 Februari 2020.

Dosen Psikologi Universitas 17 Agustus (UNTAG), Karolin Rista Rumandjo mengatakan, fenomena munculnya gangster anak-anak yang dikatakan sebagian dari mereka bahkan belum menginjak remaja merupakan hal yang terjadi di luar kebiasaan anak-anak.

"Jadi, ada yang masih usia anak dan walaupun sebagian besar usia remaja, yang mereka lakukan cukup di luar kebiasaan anak-anak. Kalau yang saya baca di koran, ada yang menyebutnya Gang Tamvan. Anak-anak yang mengaku dirinya Gang Tamvan,” kata Karolin kepada Liputan6.com pada Rabu, 12 Februari 2020.

Karolin menyebutkan, anak-anak tidak sewajarnya berada di dalam kelompok gangster, tetapi seharusnya berada di dalam kelompok bermain atau di dalam kelompok belajar.

Dengan ada fenomena gangster pada anak ini, menurut Karolin, hal yang dipertanyakan peranan orangtua dalam mengasuh anak. Karolin menuturkan, posisi anak seseorang yang butuh dijaga, dibimbing dan diasuh.

"Kalau orang dewasa yang melakukan kesalahan, kita bisa bertanya 'Kenapa bisa?' 'Kenapa dia begitu?' Kalau pada anak-anak karena levelnya anak-anak, mereka pasti berada dalam posisi yang butuh diarahkan, butuh dijaga, butuh dibimbing, butuh diasuh. Karena seperti yang kita bicarakan, anak-anak belum pada level membuat keputusan, harusnya untuk sebuah perilaku yang seperti ini, semua keputusan yang dilakukan anak-anak itu harusnya berdasarkan arahan, asuhan," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perhatikan Pola Asuh dan Didik

Ketika anak-anak melakukan suatu tindakan yang tidak sewajarnya dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya adalah pola asuh dan didik yang memberikan dampak atas tindakan yang dilakukan oleh anak tersebut.

"Di dalam pola asuh, di dalam pola mendidik sebenarnya semua orang yang berada di lingkungan sekitar anak-anak itu memiliki dampak kepada perkembangan anak atau memberikan dampak kepada perkembangan anak,” ujar dia.

Menurut Karolin, yang harus ditelusuri dari maraknya fenomena ­gangster anak-anak ini adalah bagaimana pola asuh dan didik yang diberikan kepada anak tersebut. Hal itu juga termasuk bagaimana lingkungan mengambil peran penting dalam tumbuh kembang anak.

"Hal yang paling sering terjadi saat ini kalau di dalam proses pendidikan kita, sebagian dari orangtua ketika anak sudah diserahkan ke sekolah, sudah dibayar uang sekolahnya artinya harusnya dia pintar, dia baik, dia bijak. Padahal tidak demikian, kalau berbicara mengenai pendidikan anak, kita bicara mengenai seluruh unsur yang terkait di dalamnya. Sekolah punya keterbatasan, orang tua punya keterbatasan, lingkungan punya keterbatasan,” ucapnya.

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

3 dari 4 halaman

Pemkot Surabaya Pasang Kamera Pendeteksi Wajah untuk Cegah Gangster

Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak tinggal diam mendengar maraknya gangster yang berkeliaran di Kota Pahlawan. Pemkot Surabaya pun langsung memasang kamera dan juga rutin menggelar patroli bersama pihak kepolisian.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) memastikan pemkot sudah melakukan beberapa langkah untuk mencegah terjadinya gangster. Salah satu dengan memasang kamera face recognition atau pengenal wajah yang dapat mendeteksi wajah seseorang.

"Kami sudah pasang kamera face recognition. Jadi, nanti kalau sudah ditangkap tidak ada lagi yang ngeles bahwa saya tidak ikut di situ (gengster), karena ini juga sudah tersambung dengan kependudukan,” kata Wali Kota Risma di rumah dinas, Jalan Sedap Malam, Surabaya, Rabu, 5 Februari 2020.

Selain itu, Risma memastikan, Pemkot Surabaya dengan pihak kepolisian akan rutin menggelar patroli gabungan. Bahkan, nanti apabila kamera pemkot menangkap sesuatu atau wajah pelaku gangster itu, akan langsung diserahkan kepada pihak kepolisian. "Sudah kita attack, kalau kita menemukan apa, kita langsung laporan ke polres,” tegasnya.

Sementara soal keinginan Bonek (supporter Persebaya) yang ingin ikut serta menghalau para gangster itu, Risma melarangnya. Bahkan, wali kota perempuan pertama di Surabaya itu meminta para Bonek untuk percaya kepada pihak kepolisian. Apalagi pihak kepolisian itu sudah dilengkapi senjata lengkap ketika bertugas menghalau para gangster itu.

"Jangan lah, nanti kalau ada apa-apa yang rugi nanti keluarganya. Percayalah kepada petugas kepolisian, kita juga akan rutin melakukan patrol,” ujar dia.

4 dari 4 halaman

Risma Tak Bisa Intervensi

Risma memastikan, saat ini tidak bisa intervensi untuk membantu para gangster yang ketangkap pihak kepolisian. Sebab, ia mengaku sudah berkali-kali mempertemukan kedua gang ini, tapi tidak dihiraukan dan terjadi lagi saat ini.

"Kalau sudah seperti ini, saya sudah serahkan ke kepolisian. Kalau kemarinnya saya masih bisa intervensi, tapi sekarang saya tidak akan intervensi lagi, karena kalian tidak nurut,” ujar dia.

Presiden UCLG Aspac ini juga memastikan, saat ini pihaknya sudah memiliki data seluruh anak Surabaya, baik wajahnya maupun sidik jarinya. Sebab, pemkot sudah melakukan pendataan sejak 2019 silam, sehingga kalau ketangkap kamera, maka akan sangat mudah untuk diketahui identitasnya.

"Tolong nanti anak-anak tidak menyalahkan siapa pun, itu risikonya macam-macam. Ada tahanan anak, ada yang dikeluarkan sekolah. Kita juga sering keliling ke sekolah-sekolah untuk melakukan intervensi, tapi ini pengaruhnya dari luar, jadi ya begini,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.