Sukses

Melihat Kampung Pecinan Surabaya Selain Kembang Jepun

Tak hanya Kembang Jepun, Surabaya juga memiliki kawasan pecinan lain. Ingin tahu di mana saja? Simak rangkumannya

Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, Jawa Timur termasuk kota yang memiliki bermacam-macam latar belakang masyarakat yang berbeda, mulai dari suku, ras, agama, sampai budaya. 

Pada zaman kolonial, di Kota Pahlawan ini sempat sejumlah kawasan dibedakan berdasarkan etnis masyarakat. Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, Belanda ketika menjajah di Indonesia menerapkan kebijakan Wijkenstelsel di Surabaya.

Kebijakan Wijkenstelsel adalah kebijakan yang dibuat untuk membagi permukiman penduduk berdasarkan etnisnya. "Maka terdapat Chinezen Kamp, Arabische Kamp, Europesche Wijk dan kampung Pribumi," ujar dia.

Kampung atau kawasan tersebut pun menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat di Surabaya. Kampung-kampung tersebut masih bertahan hingga kini dan bahkan menjadi salah satu tujuan wisata di Surabaya. Sebut saja kawasan Ampel dan kawasan pecinan di Kembang Jepun dan Kapasan.

Kampung-kampung pecinan di Surabaya tersebut mempunyai keunikan dan kekhasan masing-masing sehingga berkembang menjadi tempat wisata yang kental dengan nuansa Tiongkok.

Salah satu contoh kampung wisata pecinan yang terkenal di Surabaya adalah kawasan Kembang Jepun. Kawasan ini dulu terkenal dengan pusat kuliner Kya-Kya yang melambungkan nama Surabaya, namun Kya-Kya tak bertahan lama. Selain Kembang Jepun, ternyata masih ada kawasan Pecinan di Surabaya yang menjadi tempat wisata. Ingin tahu kampung apa saja? Simak rangkumannya seperti dikutip dari berbagai sumber, Minggu (26/1/2020):

1. Kapasan Dalam

Kawasan pecinan satu ini jarang didengar dan disebut namanya, padahal kawasan Kapasan Dalam merupakan serangkaian dengan Kembang Jepun yang tersohor.

Kawasan pecinan Kapasan Dalam terletak di Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya, Jawa Timur. Mengutip dari Antara, Peneliti Centre for Chinese Indonesian Studies Surabaya, Lukito S Kartono menyebutan, kawasan pecinan di Kapasan Dalam berisikan masyarakat menengah ke bawah.

"Kembang Jepun merupakan kawasan Pecinan dari kelas atas atau konglomerat, sedangkan Kapasan Dalam merupakan kawasan Pecinan dari kelas menengah ke bawah," katanya.

Di kampung ini masih dapat ditemukan bangunan rumah bundar zaman dulu, gang-gang sempit, serta kelenteng.

Jika Anda mengunjungi Kapasan Dalam, maka tak ada salahnya menelusuri landmark yang ada seperti bekas rumah Kapten China yang sekarang jadi Hotel Ganefo dan bekas Sectie V Politie van Kapasan Soerabaia yang berubah jadi markas Polresta Surabaya Timur. Selain itu ada juga Kelenteng Boen Bio.

Kelenteng Boen Bio berada di Jalan Kapasan No.131, Surabaya. Kelenteng ini diperuntukkan hanya untuk penganut agama Khonghuchu murni. Kelenteng ini dibangun dengan gaya arsitektur khas Tiongkok dan dibangun oleh tukang dari Tiongkok.

Hiasan yang ada di Kelenteng Boen Bio mempunyai arti dan tujuan yang bersifat simbolik berupa harapan atau doa. Salah satu contohnya adalah tanjakan licin yang berada di pintu gerbang kelenteng yang mengarah ke pintu tengah kelenteng. Tangga tersebut mempunyai makna manusia yang ingin menjalani kehidupan suci tidaklah mudah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

2. Tambak Bayan

2. Tambak Bayan

Selain Kapasan, kawasan pecinan di Surabaya adalah Kampung Tambak Bayan. Kampung ini berlokasi di Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, Jawa Timur.

Mengutip Antara, masyarakat Tionghoa di Tambak Bayan sudah membaur dengan warga dari berbagai suku di kawasan pecinan lebih dari 100 tahun.

Seorang warga Tambak Bayan bernama Dani Sumanjaya menyebutkan, suasana kebhinekaan di kampung ini bukan hanya sekadar hidup rukun bertetangga, tetapi juga mengikatnya dengan tali pernikahan.

Seorang yang dituakan di Tambak Bayan, Gunawan (Gosiok Young) mengatakan nenek moyangnya saat meninggalkan daratan China dan bertolak ke Surabaya sebenarnya rata-rata sudah menikah.

"Tapi mereka tidak membawa istrinya pindah kemari, ditinggal di China, dan memilih menikah lagi dengan orang sini,” kata Gunawan.

Di Kampung Tambak Bayan ini sering diadakan serangkaian perayaan Imlek dan Cap Go Meh yang sederhana tapi khidmat.

 

 

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.