Sukses

BPJS Ketenagakerjaan Jatim Gandeng Kejati Kejar Kepatuhan Perusahaan

Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Dodo Suharto mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan selama 2019 telah menyerahkan 3.069 surat kuasa khusus (SKK) kepada kejaksaan negeri se-Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) Kantor Wilayah Jawa Timur menggandeng Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk mengejar kepatuhan perusahaan terkait dengan program jaminan sosial kepada pekerja.

Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Dodo Suharto mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan selama 2019 telah menyerahkan 3.069 surat kuasa khusus (SKK) kepada kejaksaan negeri se-Jawa Timur dengan potensi iuran sebesar Rp 35,1 miliar.

Dodo Suharto menyebutkan 1.165 SKK piutang iuran dengan potensi iuran sebesar Rp 32,1 miliar, SKK PWBD dengan potensi iuran Rp 214 juta, 133 SKK PDS TK dengan potensi iuran Rp 15 juta, dan 878 PRA SKK dengan potensi iuran Rp 2,7 miliar.

"Setiap perusahaan wajib melindungi seluruh karyawannya dalam kepesertaan keanggotaan BP Jamsostek," ujar dia seperti mengutip Antara, Rabu, 27 November 2019.

Ia mengatakan, pihaknya tidak dapat bekerja sendirian dalam penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan di Jawa Timur. Oleh karena itu, pihaknya bersama Kejaksaan Tinggi Jatim beserta jajarannya mengoptimalisasi kepatuhan pemberi kerja dalam mendaftarkan pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Monitoring kolaborasi dengan kejati se-Jatim sampai dengan Oktober 2019, kata dia, telah dilakukan tindak lanjut kepatuhan sebanyak 2.481 pemberi kerja belum patuh. Selain itu, sebanyak 1.545 pemberi kerja menjadi patuh dengan realisasi iuran sebanyak Rp 9,8 miliar.

Menurut dia, perusahaan yang melanggar kepatuhan terbagi ke dalam beberapa jenis tindakan, mulai dari kelalaian dalam pembayaran iuran, mendaftarkan sebagian pekerjanya, membayar upah di bawah UMK, dan bahkan ada yang sama sekali belum mendaftarkan.

"Sanksi yang bakal diberikan terhadap pemberi kerja bisa dipidana, sedangkan secara administratif, bisa dicabut hak pelayanan publiknya, seperti pemberhentian operasional hingga pencabutan izin," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.