Sukses

22 Pelaku Usaha Belum Bayar Denda di Surabaya, Ini Langkah KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil IV Surabaya menyebut sebanyak 22 pelaku usaha di wilayah setempat belum membayar denda putusan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil IV Surabaya menyebut sebanyak 22 pelaku usaha di wilayah setempat belum membayar denda putusan yang sudah berstatus berkekuatan hukum tetap (Inkracht). KPPU pun mendesak agar pelaku itu menyelesaikannya.

Selain itu, KPPU juga berharap kepada anggota DPRD terpilih periode 2019- 2024 agar segera mengesahkan RUU larangan praktik persaingan usaha tidak sehat.

"Total jumlah putusan adalah sebanyak 141 Putusan dengan 542 terlapor, dan secara nasional yang belum dilaksanakan sebanyak 86 putusan dengan jumlah terlapor sebanyak 296 terlapor. Sedangkan di wilayah kerja Kanwil IV KPPU, kata dia, terdapat 9 putusan dengan 22 terlapor pelaku usaha yang belum melaksanakan putusan KPPU," tutur Komisioner KPPU, Afif Hasbullah, Rabu, 2 Oktober 2019.

Untuk nilai denda yang belum dibayarkan oleh pelaku usaha di Kanwil IV sebesar Rp32,73 miliar, sedangkan nasional denda yang belum disetor ke kas negara oleh pelaku usaha yang belum melaksanakan putusan KPPU adalah Rp333,37 miliar.

Dikatakan lebih lanjut, KPPU telah melakukan proses pemeriksaan sebelum pelaku usaha tersebut diputus bersalah dan disanksi dengan membayar denda mulai interval satu sampai Rp 25 miliar. 

"KPPU sudah melakukan upaya persuasif juga kepada pelaku usaha, namun apabila masih tidak kooperatif, KPPU dapat mengambil langkah hukum dengan menyerahkan ke Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, karena putusan KPPU yang inkracht dapat dijadikan alat bukti permulaan," kata dia.

KPPU, lanjutnya, juga telah mempunyai MoU dengan Kepolisian Republik Indonesia dan menjajaki peran Kejaksaan sebagai Pengacara Negara untuk membantu KPPU dalam penegakan Hukum Persaingan Usaha.

"Kami minta pelaku usaha untuk secepatnya melunasi denda tersebut, sebab kalau belum membayar denda kami akan mengambil langkah hukum lain," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Perkara ini, kata dia, bisa menjadi pidana dengan hukuman denda yang lebih besar antara Rp 25 miliar-Rp 100 miliar, atau bahkan penjara apabila pelaku usaha itu menggubris, kemudian KPPU melaporkan kepolisian melalui dasar keputusan yang sudah ada.

Sementara itu, 22 pelaku usaha yang hingga kini belum membayar denda paling banyak adalah jenis persengkokolan tender, kemudian importasi bawang putih, dan pengadaan bus TransJakarta.

Untuk nama-nama pelaku usaha yaitu CV Pradhana Teknik, CV Lotus, PT Prima Persada Nusantara, PT Mulya Agung Dirgantara, CV Agro Nusa Permai, CV Mulia Agro Lestari, PT Berkah Surya Abadi Perkasa serta PT Swadarma Perkasa.

Selain itu, PT Prima Abadi System, PT Mulyo Mukti, PT Gugah Perkasa Ripta, PT Mulya Abadi Utama, PT Indo Power Makmur Sejahtera, PT Mega Indah Abadi, PT Astria Galang Pradana, PT Tri Tunggal Abadi, PT Samudrajaya Niaga Perkasa, PT Antar Mitra Sejati, CV Mitra Terang Abadi, CV Kharisma Permai, CV Cemara Abadi, CV Putra Kencana Perkasa.

Afif juga menyampaikan, pihaknya sangat menghendaki undang - undang nomor 5 tahun 1999 diamandemen, karena proses amandemen sebenarnya sudah berjalan. Dan pihaknya juga menyesalkan, kenapa tidak langsung disahkan oleh DPR periode 2014 - 2019.

"Tapi kami menghormati, karena saya yakin pertimbangan dari anggota DPR kenapa ini harus ditunda. Saya kira untuk kewenangan - kewenangan yang diberikan kepada KPPU ini terbuka saja untuk didiskusikan," tuturnya.

Afif menjelaskan, ada suatu hal di KPPU yang perlu diperkuat yaitu kelembagaannya, karena kelembagaan KPPU ini belum seperti lembaga negara yang lain, pegawainya juga banyak yang kontrak.

"Jadi ini menarik, kalau pegawainya KPPU itu ingin menjadi ASN sedangkan di KPK gak mau jadi ASN," katanya.

Disinggung mengenai harapan kepada anggota DPR terpilih, Afif menjawab bahwa RUU larangan praktek persaingan usaha tidak sehat itu sudah tahap akhir, kalau anggota DPR yang baru mau mengesahkan itu bisa lebih cepat lagi.

"Jadi tidak perlu mulai dari nol dan itu merupakan suatu hadiah dan akan dilihat oleh publik sebagai bentuk komitmen negara memberantas kartel perdagangan," ucapnya.

"Karena ini sudah melibatkan banyak pakar, banyak ahli persaingan usaha, dan rapat -  rapat di DPR yang sangat melelahkan, maka saya kira harus sudah diputuskan bahwa ini sudah sangat layak," ujarnya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.