Sukses

Penyerahan Syarat Dukungan Bakal Calon Wali Kota Surabaya Mulai 11 Desember

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menyatakan penyerahan syarat dukungan Bakal Calon Wali Kota Surabaya jalur perseorangan sudah bisa dilakukan mulai 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menyatakan penyerahan syarat dukungan Bakal Calon Wali Kota Surabaya jalur perseorangan sudah bisa dilakukan mulai 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020.

"Itu sudah sesuai dengan tahapan pilkada yang ditetapkan KPU RI," kata Komisioner Devisi Teknis Penyelenggaraan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya, Muhammad Khalid kepada ANTARA di Surabaya, Kamis (5/9/2019).

Dia menuturkan, dalam pelaksanaan Pilkada Surabaya 2020 ini, pihaknya berpedoman dari surat Keputusan KPU RI Nomor 1912/PL.01-SD/06/KPU/IX/2019 Tentang Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.

Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan Pilkada 2020, tahapan pencalonan dimulai dengan penetapan jumlah dukungan persyaratan dan persebaran pasangan calon perseorangan berdasarkan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir pada 25 November sampai dengan 8 Desember 2019.

"Untuk penyerahan syarat dukungan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya dimulai 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020," ujar dia.

Adapun syarat dukungan KTP yang harus diserahkan ke KPU Surabaya, lanjut dia, jumlahnya sekitar 138.565 ribu lebih fotokopi KTP atau 6,5 persen dari DPT pada pemilu terakhir.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap pasangan calon perseorangan dapat mengumpulkan dokumen pendukung lainnya seperti halnya surat pernyataan dukungan (Formulir Model B.1-KWK Perseorangan) dan fotokopi KTP elektronik.

Selain itu, Kholid sebelumnya juga mengatakan jumlah TPS Pilkada Surabaya 2020 menurun jika dibandingkan dengan TPS pada pelaksanaan Pileg dan Pilpres digelar pada 17 April 2019 yang mencapai 8.146 TPS.

Khalid menuturkan, menurunnya jumlah TPS karena pada saat Pemilu 2019 satu TPS dibuat untuk 300 pemilih, sedangkan pada Pilkada Surabaya 2020 dibuat 500 pemilih.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengamat: DPP PDIP Mainkan Strategi Kejut

Sebelumnya, Pengamat Politik menilai DPP PDIP mampu memainkan langkah atau strategi kejut yang efektif dalam menyambut pemilihan walikota (Pilwali) Surabaya yang bakal digelar 2020.

Hal ini usai pergantian pimpinan Ketua DPC PDI Perjuangan (PDIP) Surabaya dari Wishnu Sakti Buana kepada Adi Sutarwijono. "Layaknya permainan catur, langkah yang dilakukan DPP PDIP penuh kejutan dan belum terbaca terang strategi apa yang sebenarnya ingin dimainkan dalam menyongsong Pilwali 2020. Langkah kejut telah dimulai dengan pergantian kepengurusan DPC PDIP Surabaya," ujar Direktur Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono, Senin, 22 Juli 2019.

Mantan komisioner KPU Jatim itu mengatakan, bagaikan pembukaan "Gajah Raja" di permainan catur di mana ”Gajah Putih” dimainkan agar secara cepat bisa menekan sayap kubu lawan, DPP PDIP mengganti jajaran kepengurusan DPC PDIP Surabaya.

Didik menuturkan, langkah kejut itu bisa dimaknai dengan dua kemungkinan. Pertama, mengacaukan fokus lawan. Lawan politik PDIP digiring kepada pemikiran DPP PDIP punya "kehendak lain" dalam Pilwali dengan tidak lagi meletakkan Whisnu Sakti Buana sebagai Ketua DPC lagi.

"Fokus pemetaan lawan politik akan pecah kepada pertanyaan-pertanyaan, ’Kalau bukan Mas Whisnu, lalu siapa?’ Di sini terlihat permainan politik DPP PDIP canggih dan tidak bisa ditebak,” papar Didik.

Kedua, justru memberi ruang Whisnu lebih luas. Perubahan komposisi DPC PDIP Surabaya akan membuat Whisnu langsung bergegas fokus sebagai petahana untuk meningkatkan elektabilitas.

"Mas Whisnu memiliki waktu yang lebih luas untuk berperan sebagai Wakil Walikota dan intens bertemu rakyat. Sementara partai ditangani oleh Adi Sutarwijono yang juga dikenal piawai melakukan politik publik," ujar dia.

Di Surabaya, lanjut Didik, PDIP memiliki tradisi menang yang panjang dalam pertarungan Walikota. Torehan perubahan kota sejak periode Bambang DH dan Tri Rismaharini membikin Surabaya lekat dipersepsikan sebagai ”kandang banteng”.

"Paduan tradisi menang dan langkah kejut DPP PDIP semakin memusingkan lawan-lawan politik yang dari pemilu ke pemilu ingin mendongkel dominasi PDIP di Surabaya," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Siapa Penerus Risma?

Pertanyaan berikutnya adalah: siapa penerus Risma? Menurut Didik, jawaban dari pertanyaan tersebut bisa diketahui dari aspirasi yang dibawa dua kunci penting PDIP di Surabaya, yaitu Risma dan Bambang DH.

Risma dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Preferensi Risma akan menjadi pertimbangan penting bagi pengambilan keputusan DPP PDIP. "Siapa yang mendapat approval dari Risma bisa mendapat perhatian DPP PDIP. Demikian pula sebaliknya," ujarnya.

Adapun Bambang DH, sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu dan walikota Surabaya 2 periode, punya posisi strategis dalam pengambilan keputusan DPP PDIP. Pertimbangan-pertimbangannya juga akan menjadi rujukan bagi Megawati dalam memilih kandidat di Pilwali.

Didik menganalisis sejauh ini ada enam nama kandidat yang berpeluang diusung DPP PDIP. Pertama, Whisnu Sakti. "Whisnu adalah kandidat internal yang saat ini berada paling atas, baik secara popularitas maupun elektabilitas," ujarnya.

Kedua, Puti Guntur Sukarno. Cucu Bung Karno ini terpilih dengan 139.794 suara di Dapil DPR RI Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) yang merupakan modal cukup kuat sebagai kandidat. ”Bila meneruskan tradisi walikota Perempuan, Mbak Puti merupakan kandidat yang bisa menjadi kejutan,” kata Didik.

Ketiga, Armudji. Ketua DPRD Kota Surabaya ini terpilih dengan 136.308 suara di DPRD Jatim Dapil Jatim I (Surabaya). Perolehan itu tertinggi di Dapil Jatim I. ”Pengalaman dan kemampuan elektoral menjadi daya tawar Armudji,” kata Didik.

Keempat, Mochamad Nur Arifin. Kandidat ini akan muncul jika DPP PDIP mempertimbangkan usia sebagai faktor dalam merebut elektoral. "Bupati Trenggalek ini dikenal dekat dengan elit DPP, berpeluang menjadi kandidat alternatif bila terjadi kebuntuan pada nama-nama yang beredar," kata dia.

Kemudian adalah Hendro Gunawan serta Eri Cahyadi. Keduanya birokrat yang cukup menonjol di Pemkot Surabaya. "Bila DPP PDIP mempertimbangkan rekam jejak Risma yang sebelumnya juga birokrat, Hendro dan Eri akan menjadi alternatif," kata Didik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.