Sukses

Taman Sejarah, Saksi Bisu Perjuangan Pemuda Surabaya

Berlokasi di Jalan Taman Jayengrono No.2-4, Krembangan di Surabaya, Taman Sejarah sempat mengalami beberapa kali pergantian nama.

Liputan6.com, Jakarta - Kota Surabaya, Jawa Timur kental dengan aneka tempat yang menyimpan segudang rahasia. Berbagai lokasi yang penuh dengan sejarah itu pun kini banyak difungsikan sebagai tempat wisata yang menarik.

Tidak terkecuali tamannya, taman yang ada di kota ini pun turut serta selaku saksi bisu perjuangan pemuda Surabaya kala itu. Salah satunya adalah Taman Sejarah.  

Berlokasi di Jalan Taman Jayengrono No.2-4, Krembangan, Taman Sejarah sempat mengalami beberapa kali pergantian nama. Awalnya, taman ini biasa disebut Willemsplein, yang diambil dari nama Willem seorang Raja Belanda yang berkuasa ketika bentrokan itu terjadi.

Mengutip dari surabaya.go.id, taman yang berada di sebelah Jembatan Merah ini dulunya merupakan tempat berlangsungnya pertempuran antara Arek-Arek Suroboyo dengan pasukan Inggris. Sampai-sampai Jenderal Inggris yang bernama A.W.S Mallaby meninggal dunia saat itu.

Singkat cerita, Willemsplein berganti nama menjadi Taman Jayengrono. Kata Jayengrono itu sendiri diambil dari nama Adipati Jayengrono, taman tersebut diresmikan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Desember 2012.

Wali Kota Surabaya kemudian mengganti nama taman menjadi Taman Sejarah. Hal tersebut karena taman ini dinilai memiliki aspek historis yang cukup kuat, seperti dikutip dari kominfo.jatimprov.go.id.

Taman Sejarah dikelilingi oleh bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur kolonial Belanda. Bangunan bersejarah tersebut di antaranya Jembatan Merah, Gedung Cerutu, Gedung Internatio, dan Gedung Garuda.

Memiliki luas 5.300 meter persegi, taman ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum, antara lain panggung dengan latar belakang Gedung Internatio, dan area pertunjukan seni yang berada di bagian tengah taman.  Selain itu, di beberapa sudut taman disediakan jalur relaksasi, dan juga air mancur.

Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya semakin menambah nuansa cantik di taman ini dengan menambahkan hiasan lampu-lampu yang berbentuk lorong dan bambu runcing. Lampu tersebut diletakkan sejajar, sehingga warna-warninya terlihat menarik ketika dinyalakan pada malam hari.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Uniknya Arsitektur Gereja Kepanjen di Surabaya

Sebelumnya, Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gereja Katolik Kepanjen adalah gereja bercorak gotik di Surabaya, Jawa Timur. Bila Paris memiliki gereja Jean Baptise Antoine, Lassus, St. JeanBaptise de Velleville , di Surabaya ada Gereja Kepanjen ini.

Gereja yang dirancang oleh Westmaes, warga negara Belanda ini, sudah dibangun sejak 1899. Hal itu membuat Gereja Katolik Kepanjen menjadi gereja tertua yang masih ada di Surabaya.

Dengan gayanya yang bercorak gotik, bentuk jendela, pintu dan langit-langit melengkung ke atas dan membentuk sudut. Selain itu, atapnya juga runcing ke atas dan mempercepat jatuhnya air hujan.

Awal cerita, terdapat dua orang pastor dari Belanda yang ke Surabaya pada 12 Juli 1810. Pastor itu adalah Hendricus Waanden dan Phillipus Wedding. Saat Pastor Wedding harus bertugas ke Batavia, Pastor Waanders menetap di Surabaya.

Melansir dari Jalan-jalan Surabaya Enaknya ke Mana? karya Yusak Anshori dan Adi Kusrianto, Pastor Waanders sering mengadakan misa untuk umat Katolik yang ada di Surabaya. Hari berganti hari, jumlah umat Katolik yang datang ke gereja itu semakin bertambah banyak. Hal ini membuat mereka berencana untuk membangun sebuah gereja.

Barulah pada 1822, umat Katolik di sana merealisasikan pembangunan gereja pertama di pojok Room-sche Kerkstraat/Komedie weg (Kepanjen/Kebonojo). Namun, tak lama gereja pertama itu dipindahkan ke gedung baru, yaitu di Jalan Kepanjen nomor 4 -6, sebelah utara dari gedung lama di Surabaya.

Pemindahan ini dilakukan karena gereja lama telah rusak. Akhirnya lokasi itulah yang menjadi Gereja Katolik Kepanjen sampai saat ini berdiri.

Setelah dibangun pada 1899, gereja ini baru digunakan satu tahun kemudian pascapembangunannya. Penundaan ini disebabkan karena fungsi gereja yang sempat beralih fungsi menjadi rumah sakit darurat untuk menangani wabah kolera.

Bila ingin berkunjung, angkot yang mendekati lokasi gereja adalah JK, DP, JMK, N, O, Q, R2 dan K.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.