Sukses

Polisi Cari Korban Lain Kekerasan Seksual oleh Pembina Pramuka di Surabaya

15 korban kekerasan seksual yang dilakukan seorang pembina pramuka asal Surabaya mendapatkan pendampingan psikologis oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.

Surabaya - 15 korban kekerasan seksual yang dilakukan seorang pembina pramuka asal Surabaya, Jawa Timur mendapatkan pendampingan psikologis oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.

Hal ini untuk mengurangi traumatik pada anak-anak yang masih di bawah umur itu. "Pada prinsipnya dari awal, dari kita terima laporan sudah mendatangi korban untuk dapat penanganan secara psikologis," ujar AKBP Festo Ari Permana, Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, seperti dikutip dari suarasurabaya.net, Rabu (24/7/2019).

Festo menuturkan, jumlah korban kemungkinan bisa bertambah. Ini karena dalam kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak, korban cenderung malu hingga takut untuk mengaku dan melapor.

"Iya, sebagian anak-anak beranggapan ini aib. Jadi ada yang menutupi," tutur Festo.

Festo menuturkan, pihaknya masih mencari korban kekerasan seksual lainnya. Namun, pencarian korban ini tak dilakukan polisi saja, tetapi juga bersama psikolog dan LSM yang berkecimpung dalam perlindungan anak.

"Dalam rangka kita mencari korban-korban lainnya kita juga didampingi juga sama psikolog maupun LSM," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Polisi Tangkap Pembina Pramuka yang Lakukan Kekerasan Seksual Terhadap 15 Siswa

Sebelumnya, seorang pria berinisial RSS (30) merupakan pembina pramuka di enam sekolah negeri dan swasta di Surabaya, Jawa Timur melakukan kekerasan seksual kepada 15 muridnya.

Kasus ini terbongkar dari laporan tiga orangtua korban. Polisi akhirnya menyelidiki dan menemukan 11 korban siswa pramuka dan seorang tetangga RS. Jumlah korban pencabulan ini sekitar 15 anak.

Polisi menyita barang bukti beberapa akta kelahiran siswa, vapor dan handphone milik pelaku. Sedangkan pelaku dijerat Pasal 80 atau 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.