Sukses

Najwa Shihab Bikin Konser Cegah Corona Covid-19, Ini 6 Lagu Indonesia Populer Tentang Bencana

Kumandang “Rumah Kita” mengingatkan publik bahwa ada sejumlah lagu keren tentang bencana buatan musisi Indonesia. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Najwa Shihab mengajak puluhan musisi menyanyikan kembali lagu legendaris “Rumah Kita” karya sang maestro Ian Antono. Sejumlah musisi yang digandeng Najwa Shihab antara lain Raisa, Tantri Syalindri, Ari Lasso, Rossa, Afgan, hingga Ahmad Albar.

Najwa Shihab mengumumkan konser ini lewat akun Instagram terverifikasi miliknya, Minggu (22/3/2020). Menggemanya kembali “Rumah Kita” menandai konser #DiRumahAja gerakan meringankan beban masyarakat yang terdampak wabah virus Corona Covid-19.

Kumandang “Rumah Kita” mengingatkan publik bahwa ada sejumlah lagu keren yang dibuat untuk menandai terjadinya bencana baik skala lokal maupun nasional. Showbiz Liputan6.com mengajak Anda untuk mengingat kembali 6 lagu Indonesia keren tentang bencana. Simaklah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Berita Kepada Kawan (Ebiet G. Ade)

Sejarah menggelari “Berita Kepada Kawan” sebagai disaster anthem. Apa pun musibah yang menimpa Tanah Air, stasiun televisi akan memutar lagu ini. Dari tsunami Aceh (2004) hingga gempa Yogyakarta (2006). Padahal lagu ini ditulis Ebiet G. Ade sebagai penanda tragedi Kawah Sinila, Dieng, Jawa Tengah, pada 1978. Kala itu, Kawah Sinila mengembuskan uap beracun yang merenggut nyawa 149 saudara kita.

Lebih dari itu, “Berita Kepada Kawan” adalah pengingat abadi bagi kita yang masih hidup. Ebiet menduga, “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.”

 

3 dari 7 halaman

2. Kita Untuk Mereka (Indonesian Voices, 2005)

Tanggal 26 Desember 2004 selamanya akan menjadi hari paling menyakitkan bagi Indonesia. Gempa bumi berkekuatan 8,8 skala Richter (versi lain menyebut 9,1 skala Richter -red.) yang melanda Aceh, adalah guncangan terbesar ketiga dalam sejarah dunia. Petaka ini mengetuk sejumlah musisi maupun penyanyi untuk menggalang dana lewat penjualan album Kita Untuk Mereka rilisan Sony BMG.

Album yang dirilis awal 2005 ini mengedepankan lagu menyayat “Kita Untuk Mereka” karya Glenn Fredly. Tsunami di Serambi Makkah mendukakan seluruh bangsa. Glenn menyalakan asa di tengah cucuran air mata dengan menulis, “Tetaplah tegar, kita kan hadapi bersama, pertolongan akan datang.”

 

4 dari 7 halaman

3. Kemarau (New Rollies, 1978)

Salah satu lagu tentang bencana terbaik yang pernah dibuat musisi dalam negeri. “Kemarau” menampar masyarakat Indonesia dengan pertanyaan klise yang terus diulang di bagian refrain, “Mengapa hutanku hilang dan tak pernah tumbuh lagi?”

Lebih dari 40 tahun berlalu sejak tembang ini direkam, pertanyaan itu tetap relevan. Di tengah perubahan iklim global dan banjir yang makin rajin menggenang, penghijauan seolah solusi yang tak kunjung nyata. Pada 2007, lagu karya Oetje F. Tekol dan A. Tirtodibroto ini dinyanyikan kembali Armand Maulana di album Rockestra milik Erwin Gutawa. Versi Armand dan Erwin dilapisi orkestrasi mewah dari London Philharmonic Orchestra. 

5 dari 7 halaman

4. Uluran Tangan (Sheila on 7, 2005)

Salah satu pusaka kurang populer dari album Kita Untuk Mereka, “Uluran Tangan” dari Sheila on 7. Ditulis sang vokalis, Akhdiyat Duta Modjo, lagu ini memotret dampak tsunami dari sisi yang amat personal, yakni korban. Tiap mendengar lagu ini, mata ini selalu berkaca. Duta bertutur tentang bocah yang selamat dari amukan ombak tengah duduk di samping jenazah yang ternyata ayah kandungnya sendiri.

Perhatikan liriknya, “Kawan kecil, kau menunduk dan tertegun, pandangi lelaki yang terkapar di sampingmu. Mereka bilang itu ayahmu.” Duta bercerita, ibu bocah ini tak ditemukan. Suara Duta dalam balada ini seperti sedang meratap. Di ujung lagu, Duta percaya bahwa, “Dewasa kelak kau kembali, bangkitkan bumi kita agar tak lagi merintih.”

6 dari 7 halaman

5. Untuk Kita Renungkan (Ebiet G. Ade, 1982)

Kepedihan berikutnya melanda pertiwi taklala Gunung Galunggung Jawa Barat meletus. Aktivitas vulkanik yang berlangsung selama 9 bulan, menewaskan tak kurang dari 18 orang berikut kerugian mencapai 1 miliar rupiah. Fantastis untuk era itu. Bencana ini lagi-lagi mengetuk nurani Ebiet G. Ade.

“Untuk Kita Renungkan” yang ditulis musisi bernama asli Abid Ghoffar Bin Aboe Djafar ini menggurat lirik menyentuh. Penggalan liriknya berbunyi, “Anugerah dan bencana adalah kehendakNya. Kita mesti tabah menjalani. Hanya cambuk kecil agar kita sadar, adalah Dia di atas segalanya.”

 

7 dari 7 halaman

6. Usah Kau Lara Sendiri (Katon Bagaskara dan Ruth Sahanaya, 1995)

Bencana mematikan yang muncul pada dekade 1980-an dan hingga kini belum ada obatnya itu dinamai HIV. Penyakitnya, AIDS. Populasi penderita HIV/AIDS terus membengkak dan mengundang keprihatinan dunia.

Di Indonesia, solidaritas insan seni untuk pengidap AIDS diwakili Katon Bagaskara dan Ruth Sahanaya. “Usah Kau Lara Sendiri” yang dirilis pada 1995, digarap berbasis lagu “Kiseki No Hoshi” milik seniman Jepang, Keisuke Kuwata.

Tembang melodius rilisan Aquarius Musikindo ini mengirim pesan kuat bahwa yang dihindari virusnya, bukan orangnya. Katon dan Ruth berujar, “Letakkanlah tanganmu di atas bahuku, biar terbagi beban itu dan tegar dirimu.” 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini