Sukses

Tencent Kehilangan Gelar Perusahaan Terbesar di China

Saham Tencent telah jatuh 64 persen di Hong Kong sejak puncaknya pada Januari 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Tencent Holdings Ltd telah kehilangan gelar sebagai perusahaan terbesar di China. Posisi Tencent direbut raksasa minuman keras Kweichow Moutai Co.

Mengutip yahoofinance, ditulis Sabtu (1/10/2022), hal ini sebagai tanda terbaru seberapa jauh risiko regulasi dan prospek pertumbuhan yang meredup telah hambat industri teknologi tersebut. Saham Tencent telah jatuh 64 persen di Hong Kong sejak puncaknya pada Januari 2021, menghapus kapitalisasi pasar USD 623 miliar atau sekitar Rp 9.513 triliun (asumsi kurs Rp 15.270 per dolar AS).

Kapitalisasi pasar yang terpangkas tersebut didorong kekhawatiran prospek Tencent setelah tindakan keras peraturan China selama setahun. Pada penutupan perdagangan Jumat, 30 September 2022 di Hong Kong, valuasi pasar saham Tencent lebih rendah USD 5,4 miliar Moutai.

Jatuhnya Tencent pada awal 2021 hampir menjadi perusahaan bernilai triliunan dolar AS kedua di Asia yang mencerminkan banyak risiko dihadapi di sektor ini. Perombakan perusahaan game di Beijing ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat tetap menjadi rintangan terbesar untuk pemulihan.

“Tidak ada katalis positif untuk Tencent di paruh kedua, karena laba akan terus berada di bawah tekanan dari lingkungan makro ekonomi yang lemah,” ujar Head of Investment Research KGI Asia Ltd, Kenny Wen dikutip dari yahoofinance.

“Dan bahkan ketika itu membaik di China, kita berada di era pengetatan moneter, jadi akan sulit untuk kembali ke posisi semula ketika bank sentral melakukan pelonggaran,” ia menambahkan.

Moutai, di sisi lain menjual minuman keras baijiu kuat yang diminum pada jamuan makan dan acara-acara khusus lainnya, dan Beijing telah menjanjikan dukungan kebijakan untuk sektor-sektor yang digerakkan oleh konsumen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tantangan bagi Tencent

Bagi Tencent, ada tantangan di semua sisi. Perlambatan untuk persetujuan game baru serta batasan waktu bermain untuk anak di bawah umur terus mempengaruhi intinya. Kebijakan ketat zero COVID-19 dan lockdown sporadis telah meredam pertumbuhan ekonomi memukul pendapatan iklan.

Selain itu, aksi jual yang lebih luas didorong oleh kekhawatiran pengetatan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) yang agresif juga membebani bursa saham.

Tantangan tersebut tidak luput dari perhatian di antara dana aktif jangka panjang, menurut Morgan Stanley. Morgan Stanley mengatakan, investor telah menjual bersih sekitar USD 30 miliar untuk saham tersebut, hingga 20 September 2022.

Sementara itu, saham Moutai telah mempertahankan kinerja saham pada 2022. Namun, saham Moutai telah turun 8,7 persen pada 2022, mengungguli indeks CSI 300 yang lebih luas. Perseroan berada di jalur untuk mengalahkan target pertumbuhan penjualan 2022 dan dapat menjadi penerima manfaat dari kenaikan konsumsi jika China melonggarkan pembatasan COVID-19.

3 dari 3 halaman

Bursa Saham Asia pada 30 September 2022

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik sebagian besar melemah pada perdagangan Jumat, 30 September 2022, dan perdagangan terakhir pada kuartal III 2022. Koreksi bursa saham Asia melemah seiring wall street yang tertekan. Di sisi lain, data aktivitas pabrik China secara mengejutkan meluas pada Agustus 2022, mengalahkan harapan.

Di Jepang, indeks Nikkei 225 melemah 1,83 persen ke posisi 25.937,21. Indeks Topix merosot 1,76 persen ke posisi 1.835,94. Indeks Australia ASX 200 susut 1,2 persen ke posisi 6.474,20.

Indeks Hang Seng menguat 0,27 persen. Sementara itu, indeks Hang Seng teknologi turun 1,05 persen. Di bursa saham China, indeks Shanghai melemah 0,55 persen ke posisi 3.024,39. Indeks Shenzhen turun 1,29 persen ke posisi 10.778,61.

Indeks Korea Selatan Kospi tergelincir 0,71 persen ke posisi 2.155,49 dan indeks Kosdaq melemah 0,36 persen ke posisi 672,65. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,11 persen.

“Risiko geopolitik dan inflasi tidak mereda, dan aset berisiko mengambil tekanan karena ekspektasi pertumbuhan yang lebih rendah dan biaya pendanaan lebih tinggi terus meresap,” tulis Analis ANZ Research dikutip dari CNBC.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.