Sukses

Ini Saran Investasi Pilihan INSIGHT ke Investor di Tengah Lonjakan Inflasi Imbas Harga BBM Naik

Berkaca dari data historis 2014, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi 2022 juga punya potensi dampak kenaikan inflasi.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar sekitar kurang lebih 30 persen, pada 3 September 2022.

Keputusan pemerintah ini didasari anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 yang telah meningkat sekitar tiga kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Kenaikan harga BBM bersubsidi perlu diambil untuk menekan beban kompensasi yang akan terus meningkat.

Kebijakan serupa juga pernah dilakukan pemerintah 8 tahun silam, tepatnya pada 17 November 2014. Kala itu pemerintah menaikkan BBM bersubsidi jenis Premium dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter atau kurang lebih 30 persen besaran kenaikan harga.

Kebijakan ini berimbas pada kenaikan tingkat inflasi pada bulan November 2014 yang melonjak ke 6,23 persen YoY versus tingkat inflasi bulan sebelumnya Oktober 2014 di 4,83 persen YoY.

Kenaikan inflasi ini berlanjut memuncak pada bulan Desember 2014 dan tingkat inflasi baru ternormalisasi hingga satu tahun berikutnya, yakni pada bulan November 2015.

 

Berkaca dari data historis 2014, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi 2022 juga punya potensi dampak kenaikan inflasi.

Setiap 10 persen kenaikan harga BBM jenis Pertalite akan berpotensi menaikkan inflasi sekitar 0,27 persen dan memotong laju pertumbuhan ekonomi sekitar -0.06 persen.

Untuk kenaikan BBM jenis Pertalite sendiri kenaikannya sekitar 30 persen (Rp 7.650 menjadi Rp 10.000), artinya ada potensi dampak kenaikan inflasi hampir 1 persen dan perlambatan pertumbuhan ekonomi sekitar -0,18 persen.

Direktur PT Insight Investments Management (INSIGHT), Ria Meristika Warganda atau yang akrab disapa Ria menyampaikan bahwa momen kenaikan BBM 2014 berimbas pada inflasi yang cukup berkepanjangan.

Untuk itu diharapkan agar para Investor dapat melihat kembali pengaruh kebijakan kenaikan harga BBM terhadap kinerja investasi dari instrumen investasi yang akan mereka pilih.

“Momen kenaikan harga BBM bersubsidi 2014 silam bisa menjadi acuan bagi para investor untuk kembali mengamati jenis instrumen investasi apa yang cenderung lebih stabil dan tidak mengalami volatilitas tinggi saat kondisi ekonomi kurang baik,” ujar Ria, seperti dikutip Rabu (21/9/2022).

Menurut Ria, salah satu pilihan instrumen investasi yang dapat diandalkan dalam kondisi ketidakpastian yaitu Reksa Dana Pasar Uang.

Hal ini dapat ditilik secara lebih dalam lagi bahwa terdapat hal menarik yang dapat diamati pada kinerja Indeks Reksa Dana Infovesta Money Market Fund Index yang tetap tumbuh stabil dan tidak mengalami volatilitas yang berarti selama satu tahun setelah kenaikan harga BBM bersubsidi yang signifikan.

Dari aspek pertumbuhan UP (Unit Penyertaan) reksa dana pasar uang, juga terlihat masih tumbuh 11,4 persen pada periode yang sama.

Hal ini menunjukkan strategi investasi dari berbagai investor yang beralih ke reksa dana pasar uang untuk menghindari dampak negatif dari volatilitas pasar pada masa itu.

“Mengacu pada data historis kinerja produk reksa dana di tengah kenaikan BBM, terlihat bahwa berinvestasi pada reksa dana pasar uang bisa menjadi salah satu pilihan yang baik. Terutama pada saat kondisi ekonomi dan pasar finansial masih berpotensi mengalami berbagai ketidakpastian dan volatilitas tinggi," jelas Ria.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Produk Reksadana

Menurut Ria, INSIGHT memiliki produk reksa dana pasar uang dengan potensi imbal hasilnya yang menarik, yakni Reksa Dana Pasar Uang Insight Money (Reksa Dana I-Money).

“secara historikal pertumbuhan return Reksa Dana I-Money selama satu tahun terakhir (per 31 Agustus 2022) masih mengungguli benchmark Reksa Dana Pasar Uang dengan kinerja yang stabil dan tahan banting saat pasar mengalami berbagai ketidakpastian dan volatilitas yang terjadi pada tahun 2022 ini.

Selain itu menurut Ria, reksa dana yang diluncurkan dari 26 Agustus 2015 lalu ini juga sudah menunjukan historikal performa yang stabil dan tangguh.

Hal ini dibuktikan dengan telah berhasil melewati berbagai fase volatilitas pasar seperti pada tahun 2015 (devaluasi yuan), tahun 2018 (perang dagang) dan 2020 (pandemi Covid-19).

Stabilnya kinerja return dari Reksa Dana I-Money menurut Ria adalah berkat mayoritas underlying asset Reksa Dana I-Money berupa efek utang yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun.

“Efek utang yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun mempunyai durasi lebih rendah daripada efek utang yang jatuh temponya lebih dari 1 tahun. Durasi yang lebih rendah ini menyebabkan sensitivitas harga terhadap perubahan suku bunga juga lebih rendah dan membuatnya lebih stabil atau less volatile," jelas dia.

Selain itu dengan berinvestasi pada Reksa Dana I-Money yang memiliki fitur CSR pada produknya para Investor juga berkesempatan untuk memberikan dampak sosial kepada sesama berupa bantuan dalam beragam program sosial kemanusiaan, sosial keagamaan, pendidikan, budaya, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga para Investor dapat berinvestasi sambil berkontribusi sosial kepada sesama yang membutuhkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini