Sukses

Meneropong Arah IHSG di Tengah Potensi Resesi AS

Aliran dana investor asing yang masuk pada Agustus 2022 dukung penguatan IHSG.

Liputan6.com, Jakarta - Resesi global memicu kaburnya modal asing atau terjadi capital outflow dari pasar Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bertahan di atas level 7.000.

"IHSG, kalau nanti capital out lagi balik ke 7.100 atau 7.300 maksimum,” kata Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Budi Frensidy dalam diskusi Journalist Class di Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Hingga 4 Juli 2022, Budi mencatat terjadi net capital outflow di pasar obligasi Indonesia sebesar Rp 86 triliun. Sementara itu, pasar saham Indonesia juga mengalami tekanan pada Juli di mana pasar saham juga mencatatkan net capital outflow sebesar Rp 2,25 triliun.

"Jadi Juli kita masih terjadi capital outflow minus Rp 2,25 triliun. Tapi Agustus ini most slightly akan positif, terjadi capital inflow sehingga di Agustus indeks kita akan naik sepanjang bulan ini,” imbuh dia.

Budy menjabarkan, ada pemikiran yang beredar Amerika Serikat (AS) perlu resesi untuk menekan inflasi. Asumsinya, jika resesi terjadi lebih cepat, inflasi juga diharapkan dapat segera susut seperti pada 2020 lalu.

Pada perdagangan Selasa, 30 Agustus 2022,IHSG ditutup naik 0,38 persen ke posisi 7.159,47. Indeks LQ45 bertambah 0,54 persen ke posisi 1.021,74. Sebagian besar indeks acuan menghijau. Pada perdagangan Selasa pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 7.223,12 dan terendah 7.140,15.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mandiri Investasi Prediksi IHSG Bakal Sentuh 7.800-8.100 pada 2022

Sebelumnya, Direktur Utama Mandiri Investasi, Aliyahdin Saugi atau Adi menjelaskan dalam menyikapi dan melakukan strategi di tengah kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang fluktuatif dalam mengelola aset kelolaan Mandiri Investasi tidak bersikap reaktif.

Akan tetapi, sudah mengantisipasi kondisi pasar seperti yang terjadi sekarang dengan cara menyiapkan produk yang sesuai dengan kebutuhan investasi nasabah. 

"Tentu dengan kondisi volatile tidak akan memengaruhi investor yang memiliki time horizon yang panjang, namun untuk investor dana jangka pendek dan menengah dapat melakukan aset alokasi ke pendapatan tetap atau pasar uang (money market),” kata Aliyahdin dalam keterangan resminya, Kamis (25/8/2022).

Adi menambahkan, sebagai negara emerging market serta kestabilan ekonomi dan fiskal yang kuat tentu Indonesia merupakan negara yang sangat menarik untuk menjadi tempat investasi para manajer investasi global. 

"Hal ini juga terlihat dari rasio PE rata-rata saham di Indonesia yang masih jauh di bawah negara maju, yang artinya masih memiliki potensi pertumbuhan yang sangat tinggi,” ungkapnya.

Sementara itu, tim riset Mandiri Investasi memperkirakan IHSG pada akhir 2022 berada di kisaran 7.800-8.100. Lalu, masih ada peluang kenaikan di kisaran ada 600-1.000 poin. Namun, tentu banyak faktor global yang dapat memengaruhi pergerakan IHSG tersebut, baik domestik maupun secara global. 

"Sebagai salah satu perusahaan pengelola aset investasi terbesar di Indonesia dengan total AUM sebesar Rp 43 triliun per Juni 2022, untuk mencapai target akhir tahun, strategi produk Mandiri Investasi adalah dengan menciptakan varian produk flagship yang meliputi seluruh asset class, yaitu pasar uang, pendapatan tetap, dan saham, yang termasuk di dalamnya indeks, serta juga tersedia dalam mata uang rupiah dan USD di seluruh asset class tersebut,” kata Adi.

3 dari 4 halaman

Strategi

Kemudian, jika varian-varian tersebut tersedia dan bisa diakses oleh investor, akan tercipta MMI Product Ecosystem, yang bisa mengakomodasi semua kebutuhan, dan profil risiko nasabah.

“Melalui strategi tersebut hingga semester I 2022 terdapat perbaikan kinerja Mandiri Investasi terutama di kelas aset saham offshore dan USD, yang dalam hal ini adalah produk Mandiri Global Syariah Equity Dollar (MGSED) dalam tiga bulan terakhir MGSED mampu mencetak kinerja 10-11 persen,” ujar dia.

Untuk mengantisipasi perkembangan gaya hidup digital di masyarakat Mandiri Investasi bekerjasama dengan hampir semua platform fintech yang ada di masyarakat. Mandiri Investasi juga telah memiliki platform penjualan produk reksa dana milik Mandiri Investasi sendiri yaitu Moinves. 

"Melalui platform Moinves ini, nasabah dapat langsung berinvestasi. Bahkan produk terbaru Mandiri Investasi, yaitu reksa dana index FTSE ESG, dapat dibeli di Moinves. Promo-promo di Moinves juga banyak, misalnya promo gajian, dan promo autodebet dari rekening Bank Mandiri,” ujar Adi.

4 dari 4 halaman

Kinerja IHSG Jadi Nomor Satu di Asia

Sebelumnya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di nomor satu di Asia. Analis menilai hal tersebut ditopang oleh sektor saham perbankan dan komoditas.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (24/8/2022), IHSG naik 9,32 persen year to date (ytd) ke posisi 7.194,71. Pada Rabu pekan ini, IHSG menguat 0,44 persen. IHSG pun berada di peringkat pertama di ASEAN dan Asia Pasifik.

Mayoritas sektor saham menghijau yang dipimpin sektor saham energi melonjak 63,21 persen secara year to date. Diikuti sektor saham industri dan sektor saham transportasi hingga logistik.

Investor asing membukukan aksi beli saham Rp 820,99 miliar. Sepanjang 2022, investor asing melakukan aksi beli saham bersih Rp 65,79 triliun.

Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis mengatakan, kinerja IHSG saat menjadi nomor satu memang sangat baik. Hal ini karena faktor fundamental Indonesia yang masih kuat serta didorong dengan kenaikan suku bunga, yang mana hal tersebut diharapkan oleh pelaku pasar.

"Saham sektor perbankan dan sektor komoditas masih menjadi penopang kinerja IHSG,” kata Abdul kepada Liputan6.com, Rabu, 24 Agustus 2022.

Sedangkan, aliran modal asing masih dapat mencatatkan aksi beli hingga akhir tahun. Hal ini dikarenakan faktor fundamental Indonesia yang masih kuat.

"Walaupun begitu ketidakpastian global masih menjadi bayang-bayang pergerakan IHSG, seperti kenaikan suku bunga The Fed, serta melambatnya pertumbuhan beberapa ekonomi negara besar,” ujar dia.

Abdul menegaskan, investor perlu mewaspadai sektor-sektor yang sudah mengalami kenaikan cukup tinggi.

"Investor bisa mencermati sektor-sektor yang masih undervalue, seperti sektor konstruksi dan properti,” kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.