Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) fokus terhadap Environmental, Social and Governance (ESG). Hal itu tercermin perdagangan karbon atau carbon trading yang diharapkan BEI.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengatakan, BEI akan fokus terhadap inisiatif ESG dan saat ini masih dalam tahap penilaian.
Baca Juga
"Saat ini sedang melakukan carbon trading assement di bantu konsultan kita harapkan kajian terkait carbon trading bisa diselesaikan,” kata Iman dalam konferensi pers, ditulis Kamis (11/8/2022).
Advertisement
Dia berharap, kajian tersebut sudah bisa diselesaikan. Bahkan, BEI sedang mengkaji seperti apa perdagangan karbon di luar negeri bersama Self-Regulatory Organization (SRO) lainnya, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) serta mengkaji sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand).
"Kita akan persiapkan, apakah sistem yang ada saat ini, di mana ada penjaminan KSEI. Kedua, apakah dilakukan langsung oleh bursa atau dilakukan terpisah sebagai entitas terpisah bursa efek. Tetapi, semua kajian koordinasi SRO dan OJK,” katanya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK Inarno Djajadi menyebutkan pihaknya tengah melakukan kajian terkait perdagangan karbon dan berkoordinasi dengan kementerian terkait.
"Pasar karbon kita terus melakukan kajian-kajian, tentunya kita juga berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk melakukan atau melaksanakan inisiatif tersebut,” kata Inarno.
Inarno pun menjelaskan, OJK telah memasukkan perdagangan karbo dalam Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), sembari menunggu amanat dari kementerian terkait.
"Dalam P2SK kita sudah memasukan pasar karbon dan ini masih dalam proses kita tunggu penunjukkan dari kementerian KLHK untuk mengamanahkan kepada karbon sebagai securities dan kami terus berkoordinasi dengan kementerian terkait dan SRO,” ungkapnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
OJK Siapkan Aturan Perdagangan Karbon demi Ekonomi Hijau
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap menggarap regulasi terkait carbon trading atau perdagangan karbon untuk mendukung ekonomi hijau. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, hal itu untuk akomodasi perdagangan karbon yang lebih transparan dan berkelanjutan.
“Kami mendukung ekonomi hijau, akan segera kami garap mengenai carbon trading. Mengenai bagaimana Indonesia menjadi center carbon trading,” ungkap Wimboh dalam CEO Networking (CEON) 2021, Selasa, 16 November 2021.
Wimboh mengatakan, perdagangan karbon dapat dilakukan dengan dua cara. Yakni secara langsung antara pembeli dan penjual secara over-the-counter (OTC), atau melalui pertukaran elektronik formal, seperti Carbon Trade Exchange.
Advertisement
"Carbon trading over the counter atau the exchange trading. Sehingga nanti bagaimana kita optimalkan peran exchange itu sehingga bisa lebih transparan, reliable dan akan jadi sustain," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat segera meluncurkan perdagangan karbon. Hal itu sekaligus untuk menyambut Presidensi G20.
"Dalam Presidensi di Indonesia G20 tahun ini sampai dengan tahun depan, mulai tanggal 1 Desember sampai dengan Oktober tahun depan ini, diharapkan carbon trading bisa diluncurkan. Ini menjadi PR sendiri untuk timnya Pak Inarno (direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia)," kata Airlangga.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Harapan Sri Mulyani
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati berharap BEI bisa menjadi platform perdagangan karbon yang kredibel dan diakui dunia.
"Kita akan sangat tergantung kepada Bursa Efek Indonesia, akan menjadi platform untuk perdagangan, yang saya harap akan membangun dan mengantisipasi, sehingga perdagangan karbon menjadi kredibel dan diakui dunia, tidak hanya Indonesia,” kata Menkeu.
Namun, untuk mewujudkan carbon trading membutuhkan regulasi nasional yang baik agar bisa sesuai dengan regulasi global. Kendati begitu, Pemerintah tetap menjaga pengaturan perdagangan karbon melalui instrumen non-perdagangan, yakni melalui pajak.
Advertisement
"Ini membutuhkan regulasi dan kapasitas self regulate nasional yang baik nasional, yang kompatibel dengan global namun tetap menjaga kepentingan Indonesia. Instrumen perdagangan akan dilengkapi dengan instrumen non-perdagangan seperti pajak,” ujar Sri Mulyani.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.