Sukses

Regulator China Denda Alibaba dan Tencent, Kenapa?

China beri denda kepada Alibaba, Tencent dan sejumlah perusahaan lainnya.

Liputan6.com, Shanghai - China telah mengenakan denda pada raksasa teknologi Alibaba dan Tencent serta berbagai perusahaan lain karena gagal mematuhi aturan anti-monopoli tentang pengungkapan transaksi, regulator pasar negara itu mengatakan pada Minggu (10/7/2022).

Melansir Channel News Asia, Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar (SAMR) merilis daftar 28 kesepakatan yang melanggar aturan. Lima unit Alibaba yang terlibat, termasuk pembelian ekuitas 2021 di anak perusahaannya, platform streaming Youku Tudou.

Sementara itu, Tencent terlibat dalam 12 transaksi dalam daftar SAMR. Perusahaan-perusahaan itu tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.Sektor teknologi China telah menjadi salah satu target utama tindakan keras terhadap praktik monopoli yang dimulai pada akhir 2020.

Selain itu, di bawah undang-undang anti-monopoli, potensi denda maksimum dalam setiap kasus mencapai 500.000 yuan setara USD 74.688 atau Rp 1,11 miliar (asumsi kurs Rp 14.976 per dolar Amerika).

Sebelumnya, Alibaba Group memutus hubungan kerja (PHK) sekitar 40 persen karyawannya di Rusia. Hal ini dilakukan seiring perang antara Rusia dan Ukraina yang belum mereda.Informasi ini pertama dilaporkan Nikkei Asia Review. Sayangnya, saat Reuters mencoba mengkonfirmasi, Alibaba Group tidak segera memberikan jawaban.

Reuters melaporkan Mei 2022, berdasarkan keterangan seorang staf yang tahu tentang hal ini, belum jelas apakah Alibaba akan kembali mem-PHK lebih banyak karyawan."Sebelumnya sejumlah karyawan yang di-PHK memilih untuk meninggalkan perusahaan secara sukarela dan sebagian kecil direlokasi," kata sumber tersebut.

Menurut laporan Nikkei, divisi komersial adalah unit kerja paling terdampak pemutusan hubungan kerja.Adapun karyawan Alibaba yang di-PHK adalah karyawan dari AliExpress Rusia, perusahaan patungan antara Alibaba dan mitra Rusianya, yang dirilis pada 2019.

AliExpress Rusia beroperasi domestik di Rusia dan menangani transaksi lintas perbatasan.Operasional AliExpress Rusia bergantung pada penjualan lintas perbatasan, yang memegang porsi tiga perempat bisnisnya. Karena pandemi dan sulitnya rantai pasokan, perusahaan pun mendapatkan keuntungan yang sangat minim. Adanya perang Rusia dan Ukraina juga memberikan dampak bagi operasional perusahaan.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Saham Alibaba Melambung 11 Persen Usai Umumkan Dongkrak Buyback

Sebelumnya, saham Alibaba yang terdaftar di Hong Kong ditutup lebih dari 11 persen pada Selasa, 22 Maret 2022 usai raksasa e-commerce China itu mengatakan akan meningkatkan ukuran program buyback sahamnya dari USD 15 miliar atau sekitar Rp 215,26 triliun (asumsi kurs Rp 14.351 per dolar AS) menjadi USD 25 miliar atau sekitar Rp 358,77 triliun.

"Skema buyback saham akan efektif untuk jangka waktu dua tahun hingga Maret 2024,” kata Alibaba, dikutip dari CNBC, Selasa (22/3/2022).

Alibaba telah membeli kembali sekitar 56,2 juta saham penyimpanan Amerika (ADR), senilai sekitar USD 9,2 miliar, di bawah program buyback yang diumumkan sebelumnya. ADR terdaftar di AS dan bertindak sebagai proxy untuk perusahaan asing.

Raksasa e-commerce yang berbasis di Hangzhou ini ingin meningkatkan kepercayaan investor karena sahamnya telah kehilangan sekitar dua pertiga nilainya sejak mencapai level tertinggi sepanjang masa pada Oktober 2020.

"Harga saham Alibaba tidak cukup mencerminkan nilai perusahaan mengingat kesehatan keuangan dan rencana ekspansi kami yang kuat," ujar Wakil Kepala Keuangan perusahaan Toby Xu dalam sebuah pernyataan.

 

3 dari 4 halaman

Hadapi Sejumlah Masalah

Alibaba telah menghadapi sejumlah masalah termasuk hambatan ekonomi makro dan berlanjutnya pengetatan peraturan dari pemerintah China yang menyebabkan pihak berwenang menampar perusahaan dengan denda antimonopoli USD 2,8 miliar atau Rp 40,17 triliun pada tahun lalu.

China memperkenalkan aturan baru di seluruh industri teknologi, seringkali tanpa peringatan, selama 14 bulan terakhir. Pergerakan itu mengguncang kepercayaan investor dan menghapus miliaran dolar nilai dari raksasa yang terdaftar secara publik di negara itu.

Kemudian, pada Selasa, Alibaba juga menunjuk Weijian Shan, ketua eksekutif grup investasi PAG yang berkantor pusat di Hong Kong, ke dewan sebagai direktur independen, efektif 31 Maret. Shan akan menjabat di komite audit dewan. Dia akan menggantikan Börje Ekholm, CEO Ericsson, yang akan pensiun dari dewan direksi Alibaba.

4 dari 4 halaman

Investor Buru Saham Alibaba pada Awal 2022

Sebelumnya, saham Alibaba mencatatkan kinerja yang baik selama perdagangan pekan ini. Hal itu lantaran saham Alibaba berada di level yang dianggap murah dan investor membeli pada momentum penurunan tersebut.

Setelah kehilangan hampir 50 persen nilainya pada 2021 di tengah meningkatnya tekanan regulasi dan kekhawatiran seputar perlambatan pertumbuhan, saham raksasa teknologi di China itu telah naik lebih dari 9 persen sejak awal 2022.

Lonjakan tersebut terjadi bahkan ketika perusahaan teknologi AS telah jatuh seiring kenaikan imbal hasil obligasi dan indikasi pengetatan kebijakan moneter. Saham Alibaba yang terdaftar di Amerika Serikat (BABA) ditutup naik 2,5 persen.

Sementara saham perusahaan yang terdaftar di Hong Kong (9988.H.K.) melonjak 6,5 persen. Dilansir dari laman Yahoo Finance, Minggu, 9 Januari 2022,  Analis menilai kemungkinan investor membeli saham Alibaba karena akhirnya mencapai titik terendah.

"Saham rebound pada valuasi yang sangat menarik. Investor juga mengharapkan lebih sedikit berita utama negatif di bidang regulasi pada 2022,” kata  Xiaoyan Wang, seorang analis di kelompok investasi China 86 Research.

Awal pekan ini, analis di perusahaan perbankan investasi Benchmark memangkas target harga saham Alibaba. Hal itu merujuk pada potensi pukulan terhadap pendapatan dari perlambatan belanja konsumen China.

Analis yang dipimpin oleh Alex Yao di JPMorgan Chase mengatakan hal yang sama pada hari Kamis, dan memangkas target harga untuk Alibaba menjadi USD 180 dari USD 210 karena meningkatnya kewaspadaan tentang konsumsi online China.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.