Sukses

Pemerintah Perlu Kuatkan Status BSI untuk Jadi Lokomotif Ekonomi Syariah

Pengamat Ekonomi dan Perbankan Binus University Doddy Ariefianto menuturkan, status BSI harus lebih kuat untuk mengembangkan ekonomi syariah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai perlu memperkuat status PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menjadi lebih dari sekadar entitas anak usaha, agar peran strategisnya sebagai lokomotif ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air semakin kokoh dan mengakar.

Seperti diketahui BSI lahir pada 1 Februari 2021 atas inisiasi Kementerian BUMN melalui penggabungan dari anak usaha tiga bank syariah milik Himbara yaitu PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah Tbk.

Saat itu, pada hari lahirnya Bank Syariah Indonesia, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menaruh harapan besar.Harapan-harapan itu di antaranya BSI harus benar-benar menjadi bank syariah yang universal. Artinya, terbuka, inklusif, menyambut baik siapapun yang ingin menjadi nasabah agar menjangkau lebih banyak masyarakat di Tanah Air.

Selain itu diharapkan pula melalui peran besar BSI, Indonesia yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia menjadi salah satu negara yang terdepan dalam hal perkembangan ekonomi syariah. Bahkan memainkan peranan penting di tataran global.

Dengan proyeksi tersebut, pengamat ekonomi dan perbankan Binus University Doddy Ariefianto menuturkan, BSI masih memiliki satu kelemahan utama. Yaitu masih berstatus sebagai anak usaha bank BUMN. Padahal untuk melebarkan sayap, status BSI harus lebih kuat dari sekadar anak usaha.

"Saya pikir BSI harus menjadi entitas sendiri, kalau negara ini serius mengembangkan ekonomi syariah," kata Doddy, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (23/2/2022).

Mengutip laporan keuangan perseroan, per Desember 2021, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. memiliki 50,83 persen saham BSI. Kemudian PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI sekitar 24,85 persen, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI sekitar 17,25 persen.

Selanjutnya pemegang saham lain di bawah 5 persen, termasuk publik 7,08 persen.Doddy menambahkan, status BSI sebagai anak usaha tiga Bank BUMN akan membuatnya sulit menentukan arah bisnis secara mandiri.

Padahal menurut dia, bank syariah harus lepas dari bayang-bayang bank konvensional untuk berkembang lebih cepat.

Selain menjadi entitas sendiri, kata Doddy, BSI juga perlu memperkuat diri melalui kemitraan yang solid dengan organisasi kemasyarakatan yang memiliki basis Islam yang kokoh. Hal ini dia yakini akan mempermudah bisnis pembiayaan BSI dan memperluas akses terhadap nasabah maupun debitur baru.

"Target pengembangan bank syariah ini harus bisa membidik sektor produktif. Saat ini banyak bisnis halal, mulai dari hijab, kosmetik, hingga makanan dan minuman," kata Doddy.

Seperti diketahui, potensi industri halal di Indonesia sangatlah besar dengan nilai kurang lebih mencapai Rp4.375 triliun.

Dari total nilai tersebut, Industri makanan dan minuman halal menyedot porsi terbanyak yaitu senilai Rp2.088 triliun disusul aset keuangan syariah senilai Rp1.438 triliun.

Doddy pun menambahkan sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSI juga memiliki tugas berat untuk memperkuat citra bank yang menawarkan produk perbankan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya BSI harus sekuat tenaga menjaga kredibilitas bahwa bank syariah adalah sebuah bisnis yang mengedepankan moral.

"Satu nilai jual bank syariah yaitu fairness, untung berbagi, rugi berbagi. Syariah itu mitra di saat susah dan senang,” kata Doddy.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tingkatkan Kompetensi di Era Digital

Terpisah, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan hal yang harus diperhatikan untuk memperkuat BSI agar perannya semakin terasa adalah meningkatkan kompetensi.

"Kompetensi pengelola akan menentukan sesuatu hidup dalam jangka panjang atau tidak," ujar dia.

Dengan kompetensi yang mumpuni, pengelola BSI tentunya akan lebih mendorong efisiensi. Terlebih saat ini persaingan industri perbankan berada di ruang digital. Dengan demikian, bank yang memiliki tingkat efisiensi tinggi akan memiliki ruang gerak lebih banyak untuk ekspansi dan melakukan transformasi digital.

"Era digital di depan mata. Percaturan bank digital ditentukan oleh efisiensi," tambah Hendrawan.

Adapun saat ini BSI menguasai lebih dari 40% aset perbankan syariah di Tanah Air. Per Desember 2021 bank ini membukukan aset senilai Rp265,29 triliun, naik 10,73 persen year on year (yoy) atau secara tahunan.

Capaian ini lebih baik dibandingkan dengan industri perbankan yang menorehkan pertumbuhan aset 8,27 persen secara yoy.Pertumbuhan aset BSI sepanjang 2021, disokong oleh penyaluran pembiayaan yang naik 9,32 persen secara tahunan menjadi Rp171,29 triliun.

Bila dibedah, pembiayaan ritel melesat 12,62 persen yoy menjadi Rp121,91 triliun, sedangkan pembiayaan wholesale tumbuh secara konservatif atau 2,31 persen yoy, menjadi Rp49,38 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.