Sukses

Faktor Ini Bikin Emiten Ramai Menghimpun Dana dari Pasar Modal

Pada 2021, emiten ramai untuk menggalang dana dari pasar modal melalui rights issue dan IPO. Apa faktor pendorongnya di tengah pandemi COVID-19?

Liputan6.com, Jakarta - Penghimpunan dana dari pasar modal ramai sepanjang 2021. Hal ini ditunjukkan dengan emiten yang melakukan aksi korporasi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue dan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total realisasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue sentuh Rp 149,3 triliun.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, angka tersebut termasuk asumsi jika rights issue PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terserap seluruhnya.

"Sampai dengan 14 September 2021, dengan asumsi rights issue oleh BBRI sudah dilaksanakan seluruhnya, maka total realisasi fundraised yang berasal dari rights issue Perusahaan Tercatat sebesar Rp 149,27 triliun," ujar dia kepada awak media, ditulis Kamis, 16 September 2021.

BEI juga mencatat ada sekitar 43 emiten yang berada dalam pipeline untuk menggelar rights issue, potensi penggalangan dana atau fundraised sekitar Rp 23,24 triliun.

Berdasarkan data BEI mencatat penggalangan dana yang dihimpun melalui Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham per 16 September 2021 telah terkumpul sebesar Rp 32,14 triliun.

Dana tersebut berasal dari 38 perusahaan tercatat. Sekaligus menjadi dana terbesar yang dihimpun perusahaan melalui IPO sejak Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 1977.

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan, ada perubahan gaya hidup masyarakat yang menuju digitalisasi di tengah pandemi COVID-19. Pandemi tersebut, ia menilai telah mempercepat perubahan gaya hidup ini seperti jual beli online, pembayaran secara online, pendidikan online, bahkan hingga financing secara online.

Hal ini turut dongkrak sektor kesehatan seperti obat-obatan, farmasi dan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Frankie menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang bertumbuh cukup pesat ini, emiten perlu melakukan akselerasi berupa ekspansi menuju digitalisasi. Dengan demikian tidak ketinggalan momentum dan bisa mendapatkan porsi pasar dalam persaingan bisnis.

"Untuk ekspansi ini memerlukan struktur permodalan yang kuat pula, apalagi tahun ini masih dalam masa pemulihan ekonomi dan ini menjadi alasan utama banyak emiten ramai-ramai IPO dan rights issue untuk menambah struktur permodalan,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Sabtu (25/9/2021).

Frankie mengatakan, hal itu dilakukan ketimbang aktivitas financing yang menambah beban keuangan yang turut menekan laba bersih ke depan.

Ia menuturkan, aksi korporasi ini dilakukan dalam pasar modal mengingat banyak investor yang bertumbuh dalam dua tahun belakangan ini. Apalagi memang untuk kapitalisasi pasar yang dikatakan masih kecil dibandingkan dengan kapitsalisasi negara lain seperti Singapura.  Berdasarkan data BEI kapitalisasi pasar per 24 September 2021 tercatat Rp 7.539 triliun.

“Ada optimisme bahwa emiten-emiten khususnya yang memiliki wacara digitalisasi ataupun memiliki lini bisnis yang relevan pada masa pandemi ini, dapat menghimpun dana melalui aksi korporasinya yaitu rights issue dan IPO dalam pasar,” kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rights Issue

Berdasarkan pipeline pada 2021, terdapat 13 bank yang akan melakukan rights issue untuk perkuat struktur permodalannya. Dari jumlah perolehan dana yang akan dihimpun melalui rights issue, masih didominasi oleh perusahaan tercatat pada sektor keuangan termasuk perbankan.

Untuk rights issue Frankie menuturkan, memang didominasi oleh emiten sektor perbankan. Ia menilai, wajar hal itu mengingat perbankan membutuhkan permodalan yang kuat ditengah ekonomi yang dalam proses pemulihan, juga sebagai langkah pemenuhan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

“Di samping itu juga untuk mempersiapkan sistem digitalisasi untuk menghadapi persaingan perbankan di Indonesia,” kata dia.

Sedangkan jika para investor memang berniat melirik saham-saham IPO boleh  mempertimbangkan emiten-emiten sektor digital dan pendukungnya seperti service dan pendukung sistem IT. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.