Sukses

Sempat Terdampak Pandemi COVID-19, Sektor Logistik Mulai Membaik

CEO Anteraja, anak usaha PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) Suyanto Tjoeng menuturkan, masih ada peluang di sektor logistik terutama pergudangan, pos dan kurir.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak tahun lalu membuat beberapa sektor mengalami penurunan, salah satunya logistik. CEO Anteraja, anak usaha PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) Suyanto Tjoeng menyebut, sektor logistik turun hingga 30,8 persen di kuartal II tahun lalu.

"Tahun lalu di awal pandemi, sektor logistik sangat terdampak sekali. Terlebih saat kasus pertama virus COVID-19 ditemukan," kata Suyanto secara virtual, Selasa (13/7/2021).

Meski demikian, untuk subsektor kurir dan pos, Suyanto menegaskan pemulihan yang terjadi akan lebih cepat dibandingkan subsektor logistik lainnya. Hal ini tak terlepas dari bisnis perdagangan elektronik (e-commerce) yang juga naik signifikan pada masa pandemi COVID-19.

Untuk sektor logistik pada kuartal I 2021,  perbaikan mulai terjadi.  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontraksi yang terjadi berada di angka 0,54 persen.

"Sebelum pandemi Covid-19, sektor logistik tumbuh 1,3 persen. Untuk penerbangan udara juga mengalami penurunan 0,28 persen. Namun, pos dan kurir hanya terkontraksi 0,1 persen," ujarnya.

Dari data Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce tercatat mencapai Rp 253 triliun tahun lalu. Sedangkan tahun ini,  diprediksi naik menjadi Rp 337 triliun.

"Masih ada peluang di sektor logistik, terutama pergudangan, pos, dan kurir. Pembangunan infrastruktur yang memicu efisiensi sektor logistik juga menjadi salah satu penopang," ujarnya.

Kinerja logistik Indonesia juga disebut mengalami perbaikan. Berdasarkan peringkat Logistics Performance Index (LPI), Indonesia berhasil naik dari posisi 75 pada 2010 menjadi peringkat 46 di 2018. Khusus Asean, Indonesia berada di posisi lima. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Adi Sarana Armada Bidik Rights Issue Rp 720 Miliar

Sebelumnya, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) memperoleh pemberitahuan efektif terkait Penambahan Modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PM- HMETD) atau rights issue dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jumat 2 Juli 2021.

HMETD yang ditawarkan Adi Sarana Armada cukup unik karena mengandung obligasi konversi sebanyak 600 juta unit dengan rasio setiap pemegang 453 lembar saham lama.

Setiap 1 HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli satu unit Obligasi Konversi dengan harga pelaksanaan sebesar Rp1.200 per unit yang harus dibayar penuh saat mengajukan pemesanan pelaksanaan rights issue.

"Kami bersyukur sekali memperoleh pernyataan efektif ini selain tentunya atas kepercayaan dari IFC yang akan menjadi pemegang saham ASSA. Kami akan terus melanjutkan proses transformasi ke arah End-to-End Logistic berbasis teknologi sambil memperkuat pilar bisnis lainnya di bidang ekosistem mobilitas dan penjualan kendaraan bekas," kata Presiden Direktur ASSA, Prodjo Sunarjanto, dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 Juli 2021.

ASSA menargetkan perolehan dana melalui PMHETD ini sekitar Rp720 miliar. Sebagian besar dana atau Rp639,3 miliar akan digunakan untuk melunasi dan membayar sebagian pinjaman bank yang diambil pada 2019 terkait Last-Mile Delivery Anteraja serta akuisisi lelang otomotif PT JBA.

Sekitar Rp18,52 miliar akan digunakan untuk pengembangan usaha jasa pergudangan Titipaja (e-fulfilment), serta sisanya untuk modal kerja Perseroan.

Titipaja merupakan inisiatif terbaru Adi Sarana Armada di bidang logistik berupa sharing warehouse untuk membantu seller dalam melakukan penitipan dan pengiriman barang kepada pelanggan. Nantinya, obligasi konversi dari proses HMETD dapat diperdagangkan dan dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2 tahun setelah tanggal emisi dan bersifat zero-coupon.

Jumlah saham apabila obligasi konversi ini dikonversi menjadi saham adalah sebanyak-banyaknya 600 juta lembar saham baru atau setara dengan 15,01 persen dari total saham setelah pelaksanaan konversi jika tidak terdapat penyesuaian pada harga konversi.

Apabila masih terdapat sisa HMETD yang belum dilaksanakan, maka seluruh Obligasi Konversi yang tersisa akan diambil oleh International Finance Corporation (IFC) yang merupakan bagian dari grup Bank Dunia.

"Dengan ekosistem yang saling terintegrasi ini, kami yakin akan mampu mengambil peluang pertumbuhan pesat di tengah model bisnis sharing economy berbasis digital yang menjadi tren di masa kini dan mendatang,” Prodjo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.