Sukses

Aset BRI Bakal Tembus Rp 1.515 Triliun Usai Terbentuk Holding BUMN Ultra Mikro

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau disebut BRI akan menggelar rights issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 28.677.086.000 saham seri B dengan nilai nominal Rp 50.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) akan mencatatkan kenaikan pendapatan dan aset setelah pelaksanaan rights issue atau penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) selesai dilakukan.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau disebut BRI akan menggelar rights issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 28.677.086.000 saham seri B dengan nilai nominal Rp 50. Jumlah itu mewakili sebanyak-banyaknya 23,25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan.

Adapun harga pelaksanaan rencana rights issue akan ditetapkan dan diumumkan kemudian di dalam prospektus rencana rights issue.

Selain itu, pemerintah selalu pemegang saham pengendali perseroan dengan kepemilikan saat ini sebesar 56,75 persen akan mengambil bagian atas seluruh HMETD yang menjadi haknya dengan melakukan inbreng atas saham milik pemerintah.

Bentuk penyetoran itu antara lain dengan 6.249.999 saham seri B atau mewakili 99,99 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Pegadaian. Selain itu, 3.799.999 saham seri B atau mewakilii 99,99 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam PNM.

Rencana inbreng di atas menggunakan basis laporan keuangan konsolidasi historis auditan pada 31 Maret 2021.

"Bagian pelaksanaan HMETD yang berasal dari porsi publik atau masyarakat akan disetorkan kepada perseroan dalam bentuk tunai," tulis perseroan dalam keterbukaan informasi BEI,Selasa (15/6/2021).

Dana hasil rights issue setelah dikurangi seluruh biaya emisi akan digunakan antara lain pertama, pembentukan holding BUMN ultra mikro. Ini dilakukan melalui penyertaan saham perseroan dalam Pegadaian sebesar 6.249.999 saham seri B atau mewakilii 99,99 persen modal ditempatkan dan disetor Pegadaian.

Kemudian PNM sebesar 3.799.999 saham seri B atau mewakili 99,99 persen modal ditempatkan dan disetor PNM, sebagai hasil inbreng saham pemerintah.

"Selebihnya, sebagai modal kerja perseroan dalam rangka pengembangan ekosistem ultra mikro, serta bisnis mikro dan kecil,” tulis perseroan.

Melalui rencana inbreng, Perseroan akan menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM.  BRI bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan di segmen ultra mikro sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.

Penguatan struktur permodalan ini juga diharapkan mendukung kegiatan usaha perseroan ke depan baik induk dan secara grup yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan.

Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, laporan keuangan Pegadaian dan PNM akan terkonsolidasikan dengan laporan keuangan perseroan. Hal ini akan meningkatkan pendapatan konsolidasi pada masa mendatang.

Berdasarkan informasi keuangan konsolidasi proforma Perseroan telah ditetapkan perikatan keyakinan memadai oleh KAP PSS (firma anggota Ernst&Young Global Limited) berdasarkan laporan keuangan konsolidasian interim historis auditan perseroan pada 31 Maret 2021 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir apda tanggal tersebut.

Dengan penggabungan perseroan dan entitas anaknya Pegadaian dan PNM, total aset menjadi Rp 1.515 triliun dari Rp 1.411 triliun. Total liabilitas dari Rp 1.216 triliun menjadi Rp 1.289 triliun.

Di sisi lain, pendapatan dari Rp 40 triliun menjadi Rp 47 triliun. Beban usaha dari Rp 31 triliun menjadi Rp 37 triliun. Sementara itu, laba bersih dari Rp 7 triliun menjadi Rp 8 triliun.

BRI pun akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis, 22 Juli 2021. Rapat dilaksanakan antara lain karena permintaan pemegang saham seri A Dwiwarna.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Skema Penggabungan Holding BUMN Ultra Mikro

Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 22 Juli 2021. RUPS akan membahas rencana Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue 28,67 miliar saham.

Dilansir dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Pemerintah selaku pemegang saham pengendali BRI dengan kepemilikan 56,75 persen, akan mengambil bagian atas seluruh HMETD yang menjadi haknya. Yakni dengan melakukan Inbreng atau penyetoran modal yang dilakukan tidak dalam bentuk uang tunai kepada Pegadaian dan PMN.

Rinciannya, 6,25 juta saham Seri B atau mewakili 99,9 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Pegadaian. Kemudian 3,8 juta saham, Seri B atau mewakili 99,99 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam PNM.

Adapun rencana inbreng ini menggunakan basis laporan konsilidasian historis auditan per 31 Maret 2021. "Bagian pelaksanaan HMETD yang berasal dari porsi publik akan disetorkan kepada Perseron dalam bentuk tunai,” dikutip dari prospektus di keterbukaan informasi BEI, Selasa (15/6/2021).

Melalui rencana inbreng, BRI akan menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM. Selanjutnya, Perseroan bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan di segmen ultra mikro. Sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan Perseroan.

"Penguatan struktur permodalan ini juga diharapkan mendukung kegiatan usaha Perseroan ke depan, baik induk maupun secara grup yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan,” tulis manajemen BBRI.

Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, laporan keuangan Pegadaian dan PNM akan terkonsolidasikan dengan laporan keuangan Perseroan. Hal ini meningkatkan pendapatan konsolidasian pada masa mendatang.

Dalam informasi keuangan konsolidasian proforma BBRI telah diterapkan perikatan keyakinan memadai oleh KAP PSS (firma anggota Ernst & Young Global Limited) berdasarkan laporan keuangan konsolidasian interim historis auditan Perseroan tanggal 31 Maret 2021 dan untuk periode 3 bulan yang berakhir pada tanggal tersebut.

Saldo konsolidasian historis BBRI dan entitas anaknya, bila dibandingkan dengan saldo konsolidasian proforma penggabungan perseroan dan entitas anaknya, termasuk Pegadaian dan PNM, maka total aset dari Rp 1.411 triliun menjadi Rp 1.515 triliun.

Adapun total liabilitas dari Rp 1.216 triliun menjadi Rp 1.289 triliun, dan pendapatan dari Rp 40 triliun menjadi Rp 47 triliun.S mentara beban usaha dari Rp 31 triliun menjadi Rp 37 triliun, sementara laba bersih dari Rp 7 triliun menjadi Rp 8 triliun.

 

3 dari 3 halaman

Rasio Kredit UMKM BRI

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso mengatakan, pihaknya akan tetap fokus dan mempertahankan porsi kredit UMKM yang kini telah mencapai dikisaran 80,12 persen.

“BRI tetap fokus kepada UMKM, di mana porsi kredit terhadap UMKM mencapai 80,12 persen dan ini artinya sudah sangat baik, karena kita dari dulu sulit sekali mencapai 80 persen dan sekarang kita jaga bawa porsi kredit terhadap UMKM itu 80,12 persen,” kata Sunarso dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin, 14 Juni 2021.

Memang kata Sunarso, portofolio kredit UMKM BRI terus mengalami peningkatan pada kuartal-I tahun 2021 mencapai 80,12 persen. Ini meningkat dari periode sebelumnya kuartal I-2020 yang hanya 77 persen.

Lebih lanjut dia mengungkapkan sejak awal pandemi Covid-19, akumulasi kredit yang direstrukturisasi BRI sampai dengan April 2021 sebesar Rp 227 triliun, dengan sisa outstanding sebesar Rp 185,29 triliun.

“Oleh karena itu karena masih ada yang kita masih menunggu kira-kira hasil restrukturisasi kita ini sukses atau gagal atau perlu di restru ulang segala macam, maka kemudian manajemen mengambil keputusan untuk mencadangkan,” ujar Dirut BRI itu.

Disamping itu, per April 2021, BRI telah mencadangkan total Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar Rp 73,11 triliun dengan NPL Coverage 251,39 persen (Rp 27 triliun).

Sisa CKPN sebesar Rp 44 triliun dicadangkan untuk mengcover loan at risk sebesar Rp 256,62 triliun. Sedangkan probability of default sebesar 15 persen, sehingga pencadangan BRI sudah mencukupi.

“Kenapa BRI mencadangkan sedemikian besar? karena masih ada yang disebut loan at risk yang belum benar-benar sembuh sehingga itu kita harus cadangkan, singkatnya jika terjadi apa-apa memburuk, maka kemudian banknya masih tetap diselamatkan, simpanan masyarakat masih tetap dijaga karena kita mencadangkannya cukup,” ungkapnya.

Demikian, Sunarso menyebut, khusus untuk restrukturisasi covid-19, BRI telah mencadangkan Rp 21,48 triliun di April 2021 atau naik Rp 7,9 triliun dari akhir tahun 2020.   

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.