Sukses

Wall Street Anjlok, Indeks Dow Jones Merosot 2 Persen Imbas Kekhawatiran Inflasi

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones anjlok 681,50 poin atau 2 persen menjadi 33.587,66, dan alami penurunan terburuk sejak Januari 2021

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada penutupan perdagangan saham Rabu, 12 Mei 2021. Wall street tertekan didorong aksi jual terutama saham teknologi oleh investor karena  kekhawatiran data inflasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones anjlok 681,50 poin atau 2 persen menjadi 33.587,66, dan alami penurunan terburuk sejak Januari 2021. Indeks saham unggulan tersebut merosot tajam mencapai 713 poin ke posisi terendah.

Indeks saham S&P 500 turun 2,1 persen ke posisi 4.063,04 dan alami penurunan terbesar sejak Februari 2021. Indeks saham Nasdaq tergelincir 2,7 persen menjadi 13.031,68 sehingga mendorong indeks saham acuan tersebut susut lebih dari lima persen secara mingguan.

Data inflasi mempengaruhi wall street. Angka inflasi berada pada laju tercepat sejak 2008 dengan indeks harga konsumen naik 4,2 persen dari tahun lalu dibandingkan perkiraan Dow Jones menguat 3,6 persen. Secara bulanan naik 0,8 persen dibandingkan perkiraaan 0,2 persen.

Hal itu tidak termasuk harga pangan dan energi yang tidak stabil. Inflasi inti meningkat tiga persen dari periode sama pada 2020 dan 0,9 persen secara bulanan. Sebelumnya masing-masing diharapkan 2,3 persen dan 0,3 persen.

"Investor yang mungkin mencari alasan untuk menekan pasar saham yang naik lebih dari 10 persen pada 2021, menemukan alasan yang bagus: inflasi yang meningkat,” tulis Direktur Pelaksana Goldman Sachs, Chris Hussey dalam sebuah catatan dilansir dari CNBC, Kamis, (13/5/2021).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Investor Khawatir Kenaikan Inflasi

Investor khawatir kenaikan inflasi karena dapat menekan margin dan mengikis keuntungan perusahaan. Jika tekanan harga menjadi terlalu panas untuk jangka waktu yang berkelanjutan, bank sentral AS atau the Federal Reserve akan dipaksa untuk memperketat kebijakan moneter.

"Ada orang yang berpikir the Fed tidak hanya di belakang kurva, mereka mungkin kehilangan intinya dan pada saat mereka mulai mengejar ketertinggalan, sudah terlambat,” ujar Veteran Wall Street Art Cashin dilansir dari CNBC.

Saham teknologi berada di bawah tekanan selama sepekan dan bulan ini. Saham teknologi kembali memimpin penurunan karena imbal hasil obligasi melonjak. Saham Microsoft, Netflix, Amazon, dan Apple turun lebih dari dua persen. Sementara itu, saham Tesla tergelincir lebih dari empat persen dan Alphabet susut lebih dari tiga persen.

Saham energi menguat di tengah sentimen inflasi. Saham Occidental Petroleum naik 2,4 persen, saham Chevron dan Marathon Oil menguat tipis.

Indeks volatilitas Cboe yang juga mengukur kekhawatiran wall street naik di atas 28 pada sesi perdagangan Rabu, 12 Mei 2021.

Indeks VIX mengukur kekhawatiran dan volatilitas. Sektor saham teknologi SDPR merosot 5,6 persen pekan ini seiring investor menilai kembali valuasi dalam menghadapi kenaikan inflasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.