Sukses

Joe Biden Bakal Terbitkan Aturan Baru soal Rokok, Saham Philip Morris Merosot

Dalam sebuah laporan, pemerintah AS juga disebutkan tengah mempertimbangkan untuk melarang rokok mentol.

Liputan6.com, Jakarta - Saham raksasa tembakau Altria Group (MO), sebelumnya dikenal sebagai Philip Morris, anjlok pada perdagangan saham Senin, 19 April 2021.

Hal ini menyusul laporan dari Wall Street Journal pemerintahan Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk mewajibkan pembuat rokok mengurangi tingkat nikotin dalam produk mereka.

Dilansir dari CNN, Selasa (20/4/2021), saham Altria ditutup turun lebih dari 6 persen. Dalam laporan WSJ, pemerintah AS juga disebutkan tengah mempertimbangkan untuk melarang rokok mentol.

Dalam implementasinya, kebijakan ini mungkin akan memakan waktu lama. Di sisi lain, hal itu dapat menimbulkan konsekuensi besar bagi perusahaan tembakau. Dengan membuat rokok tidak terlalu membuat ketagihan akan berpotensi mengurangi jumlah anak muda yang mulai menggunakannya.

"Harus mempertimbangkan konsekuensi dunia nyata, seperti dampak pada ratusan ribu pekerjaan. Dari pertanian ke toko-toko lokal di seluruh negeri dan potensi munculnya pasar gelap,” ujar Altria dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh FDA.

"Dipandu oleh ilmu pengetahuan, kami akan terus terlibat dalam proses pengaturan jangka panjang ini," kata perusahaan yang menjual rokok Marlboro, Virginia Slims dan Parliament itu.

Pada 2018, Altria menghabiskan USD 12,8 miliar untuk 35 persen saham di Juul, yang tercatat anjlok USD 4,5 miliar setahun kemudian. Perusahaan mengumumkan penurunan USD 4,1 miliar lainnya atas investasi pada Januari 2020.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wall Street Ditutup Melemah pada 19 April 2021

Sebelumnya, memulai awal pekan ini, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot dari rekor tertingginya. Hal ini dipicu sektor saham teknologi yang melemah di pasar.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones melemah 123,04 poin atau 0,4 persen ke posisi 34.077,63. Indeks saham Dow Jones turun dari level tertingginya pada sesi perdagangan sebelumnya.

Indeks saham S&P 500 susut 0,5 persen ke posisi 4.163,26 setelah sentuh rekor tertinggi baru pada Jumat. Indeks saham Nasdaq susut satu persen ke posisi 13.914,77.

Sementara itu, bitcoin tergelincir setelah sentuh posisi tertinggi sepanjang masa di kisaran USD 64.841 pada Rabu pekan lalu. Hal itu berdasarkan data dari Coin Metrics. Bitcoin susut sekitar 19 persen sebelum stabil. Mata uang kripto tersebut berada di posisi USD 55.866 pada awal pekan ini.

Saham Tesla, pemegang bitcoin turun lebih dari tiga persen. Coinbase, platform perdagangan uang kripto susut 2,6 persen.

"Setiap kali aset utama melihat penurunan besar pada saat pasar yang luas berada pada posisi mahal, biasanya berdampak negatif pada pasar saham meski pun hanya berumur pendek," ujar Chief Market Strategist Miller Tabak, Matt Maley, dilansir dari CNBC, Selasa (20/4/2021).

Saham Coca Cola naik 0,6 persen setelah raksasa konsumen itu melaporkan pendapatan dan laba lebih baik. Perseroan menyatakan permintaan telah kembali ke tingkat sebelum pandemi COVID-19 pada Maret 2021.

Saham turun dari keuntungan selama sepekan karena pendapatan melampaui perkiraan dan data ekonomi yang kuat mengangkat indeks saham acuan.

Indeks saham S&P 500 dan Dow Jones masing-masing naik 1,4 persen dan 1,2 persen pada pekan lalu. Indeks saham acuan tersebut naik untuk empat minggu berturut-turut. Indeks saham Nasdaq menguat dalam tiga minggu berturut-turut.

Musim laporan laba kuartal pertama dimulai dengan awal yang kuat dipimpin oleh hasil kuat dari bank. Laba sektor keuangan telah melampaui harapan sebesar 38 persen. Sementara di S&P 500 telah mengejutkan naik 12 persen. Hal itu berdasarkan data dari Credit Suisse.

"Kami tetap bullish di pasar saham ekuitas secara keseluruhan dan melihat kekuatan berkelanjutan di sektor siklikal yang akan mendapatkan keuntungan dari pemulihan ekonomi berbasis luas yang sedang berlangsung," ujar Direktur D.A Davidson, James Ragan.

Ia menambahkan, pihaknya mencari kinerja perusahaan yang sangat kuat pada kuartal I dan II 2021. Pihaknya percaya estimasi laba dapat  direvisi lebih tinggi.

Pada Jumat pekan lalu, UBS menaikkan perkiraan indeks saham S&P 500 pada 2021 di tengah data terbaru yang menandakan pemulihan ekonomi yang kuat. Indeks saham S&P 500 diperkirakan di posisi 4.400 pada akhir 2021.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.