Sukses

Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS Dinilai Hanya Sementara

Imbal hasil obligasi Indonesia hanya naik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil obligasi AS.

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) dinilai hanya sementara. Hal ini mengingat sektor tenaga kerja AS yang berkontribusi besar terhadap ekonomi Amerika Serikat masih belum pulih.

Dalam catatan, Direktur dan Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Ezra Nazula menuturkan, Ketua The Federal Reserve Jerome Powell berusaha meredam kekhawatiran pasar tentang peningkatan ekspektasi inflasi.

Dalam berbagai kesempatan, Powell berulang kali mengatakan bank sentral Amerika Serikat masih belum akan mengurangi dukungannya terhadap ekonomi yang mempertahankan suku bunga pada level rendah dan melanjutkan program pembelian aset atau quantative easing (QE) pada laju saat ini sebesar USD 120 miliar per bulan.

Sebelumnya diperkirakan tren inflasi rendah masih akan berlanjut bahkan mungkin dibutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk mencapai target inflasi secara konsisten.

The Federal Reserve mengindikasikan, pemulihan ekonomi mengalami moderasi terutama pada sektor yang paling terdampak pandemi COVID-19. Ia menilai, kenaikan suku bunga dan pengurangan QE masih belum berada dalam radar the Federal Reserve.

"Sejauh ini kami menilai bahwa kenaikan imbal hasil US Treasury mestinya lebih bersifat sementara," ujar dia dikutip Minggu (14/3/2021).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sektor Tenaga Kerja AS Belum Pulih

Ia menuturkan, meski secara keseluruhan inflasi AS pada 2021 diperkirakan naik, tetapi karena sektor tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi Amerika Serikat masih belum pulih. Oleh karena itu, ia menilai sulit membuat angka inflasi secara berkesinambungan.

"Saat ini tingkat pengangguran masih tinggi di level 6,3 persen dan jika memperhitungkan shadow unemployment (angkatan kerja yang sudah tidak mencari kerja), tingkat pengangguran bahkan lebih tinggi lagi,” kata dia.

Ia menambahkan, kondisi tersebut mestinya tidak menyebabkan kenaikan yang terlalu cepat pada imbal hasil US Treasury. Kenaikan yang bertahap akan menjadi lebih konstruksi bagi pasar keuangan.

"Tentu akan menjadi pilihan yang lebih bijak bagi investor untuk tidak mendahului bank sentral dalam mengantisipasi pengetatan moneter,” ujar dia.

3 dari 3 halaman

Bagaimana Dampaknya terhadap Pasar Obligasi Indonesia?

Ezra mengatakan, sebagai safe-haven asset, kenaikan imbal hasil obligasi AS akan cenderung diikuti oleh kenaikan imbal hasil obligasi dunia, termasuk Indonesia. Ini yang menjadi alasan utama penyebab koreksi dan kenaikan imbal hasil obligasi Indonesia baru-baru ini.

“Yang menarik adalah sepanjang tahun berjalan, imbal hasil obligasi Indonesia hanya mengalami peningkatan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil US Treasury,” kata dia.

Ia menambahkan, berbeda dengan 2013. Ketika imbal hasil US Treasury naik pesat, ia menuturkan, imbal hasil obligasi Indonesia pada saat itu naik berlipat ganda.

“Kondisi ini sesungguhnya mencerminkan perbaikan fundamental Indonesia yang lebih dihargai oleh investor asing, di mana ekonomi Indonesia masih baik dan masih dalam jalur pemulihan,” kata dia.

Ia melihat, kenaikan US Treasury lebih dikaitkan sebagai refleksi perbaikan harapan pemulihan ekonomi dan the Federal Reserve menekankan sinyal awal kenaikan inflasi tidak serta mendorong the Federal Reserve mengubah kebijakan moneternya.

“Hal ini mestinya menjadi hal yang positif bagi negara berkembang, seperti Indonesia. Stabilitas pada US Treasury dan sentimen global yang lebih kondusif diperkirakan dapat mendorong penguatan pasar obligasi,” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.