Sukses

SWI: Pemerintah Tak Jamin Kerugian Korban Investasi Bodong

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mendorong para korban investasi bodong untuk proses hukum supaya ada efek jera.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing  menegaskan pemerintah tak memiliki tanggung jawab atas korban investasi bodong. Untuk itu, Tongam menyarankan agar korban investasi bodong menempuh jalur hukum agar pelaku dapat diadili.

"Perlu digaris bawahi bahwa pemerintah tidak menanggung kerugian akibat investasi ilegal. Tidak ada dasar hukumnya,” kata Tongam dalam diskusi virtual, Jumat (26/2/2021).

Lalu, apakah setelah lapor maka uang akan kembali? Menurut pengalamannya selama ini, meski sudah diproses hukum uang korban tidak bisa dikembalikan 100 persen. Sehingga sekali lagi ia menekankan pentingnya kewaspadaan dalam investasi.

“Selama ini dalam pengalaman kita, investasi ilegal ini yang masuk proses hukum tidak pernah kembali 100 persen uangnya,” kata Tongam.

Tongam mendorong para korban untuk proses hukum supaya ada efek jera. Karena bagaimanapun juga investasi bodong ini perlu dihentikan. Sehingga kedepannya pelaku dapat melakukan kegiatan usaha secara legal. 

"Pelaku harus bertanggung jawab. Apabila ada masyarakat yang dirugikan agar segera lapor untuk dilakukan proses hukum. Karena itulah satu-satunya jalan bagaimana kita melihat apakah ada uangnya atau tidak,” kata Tongam.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4 Alasan Investasi Bodong Banyak Peminat

Sebelum, investasi bodong rupanya masih cukup diminati masyarakat. Lantaran investasi ini acap memberi iming-iming imbal hasil yang melimpah dengan modal minim. Maka tak ayal jika banyak masyarakat kepincut.

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengungkapkan, setidaknya ada empat hal yang menyebabkan investasi bodong tumbuh subur di Indonesia. Pertama, yakni  masih rendahnya tingkat literasi masyarakat.

"Masyarakat kita perlu kita didik, edukasi untuk mengenal produk-produk keuangan, produk-produk investasi secara baik sehingga mereka bisa mengetahui mana yang bisa diikuti, mana penipuan, mana yang benar," kata dia dalam diskusi virtual, Jumat, 26 Februari 2021. 

Kedua, masyarakat sangat mudah tergiur dengan tawaran keuntungan besar tanpa harus repot-repot berusaha. Ketiga, Tongam menyadari memang ada kondisi ekonomi sebagian masyarakat yang terbilang sulit. Hal itu mendesak masyarakat untuk mempertimbangkan sumber pendapatan lain. 

Bahkan, lanjut Tomang, mereka yang kesulitan ekonomi tak ragu meminjam uang untuk menjajal investasi yang sebenarnya ilegal. Alih-alih mendapatkan cuan, yang ada malah rugi karena ternyata investasinya bodong.

"Sudah enggak punya uang minjam lagi dan akhirnya ketipu. Nah, ini sangat-sangat parah," jelas Tongam.

Faktor keempat, banyak yang terjebak dengan investasi bodong karena melihat testimoni anggota yang sudah bergabung lebih dulu. Testimoninya tentu saja menggiurkan demi menjerat anggota baru. Sebab, mereka bisa untung kalau ada member baru.

"Jadi mudah terpengaruh terhadap testimoni yang justru itu semu sebenarnya. Orang-orang yang testimoni itu adalah yang menginginkan orang lain untuk terjebak juga sebenarnya kalau bisa kita katakan," pungkas dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.