Sukses

Alasan Satgas Waspada Investasi Blokir Vtube dan TikTok Cash

Satgas Waspada Investasi (SWI) mengungkap alasan pemblokiran TikTok Cash dan vtube. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Waspada Investasi (SWI) membeberkan sejumlah alasan dibalik pemblokiran aplikasi VTube dan TikTok Cash. Kedua aplikasi ini diduga merupakan kegiatan money game.

Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing menuturkan, alasan paling dasar adalah Vtube dan TikTok Cash aplikasi menawarkan imbal hasil yang menggiurkan. Sementara cara kerja yang cukup mudah, yakni menonton hanya dengan menonton video di masing-masing aplikasi.

"Kalau kita lihat VTube ini kegiatannya adalah memberikan penghasilan kepada para membernya dengan menonton iklan di aplikasi dengan menonton iklan 10 iklan per hari. Kemudian member akan mendapatkan View Poin (VP) setara USD 1 (Rp 14.254 per USD),” kata Tongam dalam diskusi virtual, Jumat (26/2/2021).

Tongam mengatakan, member juga dapat membeli fast track untuk misi-misi tertentu. Sehingga dengan misi atau rate bintang yang lebih tinggi, maka VP yang diperoleh juga lebih besar. 

Selanjutnya, juga ada jual beli VP antar member. Tentunya, ini dilakukan untuk mendapat VP yang lebih tinggi. Tak hanya itu, ada juga sistem referal atau member get member yang memberikan penghasilan tambahan kepada pengguna.

“Secara umum, harusnya memang VTube ini kalau memang jasa periklanan dan memberikan keuntungan kepada membernya, harusnya tidak ada pembelian atau penyerahan VP kepada VTube, tetapi cukup orang menonton kasih uang, itu harusnya. kalau begitu bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,” kata Tongam.

Tongam mengatakan, VTube memiliki enam kategori berupa bintang 1-6. Semakin tinggi bintangnya, semakin besar pula misi dan VP yang didapat.

Contohnya, Tongam mengatakan untuk bintang 1, bisa mendapatkan 14 VP secara gratis. Namun, 10 VP-nya merupakan biaya (fee/komisi) untuk VTube. Di bintang 6 VP-nya bisa sampai mencapai 10 ribu VP.

 "Biaya inilah yang diduga merupakan kegiatan menghimpun dana,” kata Tongam.

"Mereka juga membangun tim viewer dengan peringkat dari bronze sampai diamond, dan atas dasar peringkat ini mereka mendapatkan VP yang lebih tinggi jika mendapatkan view yang lebih besar,” ia menambahkan.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lalu Bagaimana dengan TikTok Cash?

Tak jauh berbeda, TikTok Cash memberikan bonus kepada member dengan melakukan tugas harian berupa follow akun, like, nonton video TikTok, dan screenshot hasil tugas untuk dilaporkan ke akun TikTok Cash member.

Untuk masuk TikTok Cash member harus masuk keanggotaan. Ada anggota magang yang gratis, tetapi kurang diminati karena imbal hasilnya kecil.

"Sehingga masyarakat cenderung membeli keanggotaan. Jadi ada di situ tingkat keanggotaan. Semakin tinggi tingkat keanggotaan, semakin mahal harga paket dan semakin banyak bonus yang didapat,” jelas Tongam.

Adapun tingkatan tersebut mulai dari magang, pekerja sementara, karyawan, pemimpin grup, pengawas. Untuk tingkatan pengawas, biaya keanggotaannya sekitar Rp 5 juta dengan imbal hasil yang sangat menggiurkan, yakni mencapai Rp 120 juta.

"Dalam setahun bisa mendapatkan komisi 120 juta,” kata Tongam.

Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, dari mana uang tersebut berasal, sementara aplikasi ini tidak memiliki produk fisik yang ditransaksikan. 

"Tentunya ini didapat dari peserta yang datang belakangan. Jadi tidak ada barang atau jasa yang dijual. cukup nonton saja. Ini sangat parah menurut saya,” kata Tongam.

Untuk diketahui, TikTok Cash memberlakukan syarat minimum saldo mengendap Rp 300 ribu, sementara saat ini ada sekitar 500 ribu member yang tergabung. Dengan begitu, ada sekitar Rp 150 miliar uang yang terus mengendap dalam TikTok Cash ini.

"Jadi kegiatan-kegiatan ini memang diduga adalah kejahatan penipuan, yang nantinya ketika tidak ada member baru akan collapse juga,” pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.