Sukses

Joe Biden hingga Suku Bunga Acuan BI Bayangi Bursa Saham Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah selama sepekan yang mencapai 1,04 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu menjelang akhir pekan. IHSG ditutup melemah 1,66 persen ke posisi 6.307,12 pada penutupan perdagangan saham, Jumat, 22 Januari 2021.

Koreksi IHSG itu juga mendorong laju IHSG susut 1,04 persen selama periode 18-22 Januari 2021. Kapitalisasi pasar saham turun dari Rp 7.430,36 triliun menjadi Rp 7.348,93 triliun.

Meski demikian, investor asing masih catatkan aksi beli sekitar USD 38 juta atau Rp 535,53 miliar (asumsi kurs Rp 14.092 per dolar AS). Demikian mengutip laporan Ashmore, Sabtu (23/1/2021).

Ada sejumlah sentimen yang pengaruhi bursa saham termasuk IHSG selama sepekan baik dari global dan domestik. Dari global, distribusi vaksin di AS menjadi perhatian pasar.

Ahli penyakit menular Dr Anthony Fauci menuturkan, meski ada tantangan dengan distribusi dan administrasi vaksin COVID-19, AS harus dapat menjalankan program vaksinasi kepada 70-85 persen orang dewasa AS pada akhir musim panas.

Dari China, pemerintah mencegah lonjakan baru kasus COVID-19 dengan memperketat pengunjung kembali ke kampung halaman untuk merayakan Tahun Baru Baru. Langkah tersebut ternyata dapat kritikan.

 Komisi Kesehatan Nasional China mengumumkan masyarakat yang kembali dari pedesaan dan provinsi lain diharapkan tes COVID-19 yang hasilnya negatif yang diambil dalam tujuh hari dan menjalani pemantauan kesehatan selama 14 hari di rumahnya.

Selain itu, pelaku pasar juga menanti paket stimulus AS termasuk paket baru sekitar USD 2,5 triliun. Paket stimulus tersebut untuk rumah tangga, tambahan tunjangan bagi pengangguran, dan program vaksinasi COVID-19.

Beberapa ketentuan stimulus termasuk upah minimum USD 15 yang dapat dilalui melalui proses jalur cepat yang dikenal sebagai anggaran rekonsiliasi dengan Demokrat mampu meloloskan RUU di Senat tanpa perlu persetujuan Republik.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sentimen Domestik

Dari sentimen domestik, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 7-day reverse repurchase rate (DRRR) di posisi 3,75 persen pada 21 Januari 2021 yang sejalan dengan harapan pasar.

BI mempertahankan suku bunga acuan ini sebagai upaya mendukung pemulihan ekonomi dan prediksi inflasi yang rendah. Hal tersebut juga sebagai sinyal untuk mendukung ekonomi.

3 dari 4 halaman

Catatan yang Jadi Perhatian

Ashmore pun memberikan catatan untuk sentimen yang dipertimbangkan investor. Salah satunya pemerintahan di Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Joe Biden. 

Presiden ke-46 AS ini menghadapi dua tantangan yaitu memberantas COVID-19 dan memastikan ekonomi memberik sebelum pemilu paruh waktu pada 2022.

Partai Demokrat berpotensi memimpin di Senat. Oleh karena itu, Pemerintah AS memainkan peran lebih besar dalam pemulihan melalui pengeluaran fiskal.

Pengeluaran selama beberapa tahun ke depan bisa menjadi yang terbesar sejak kesepakatan baru Roosevelt sehingga tingkat utang akan meningkat dan pertumbuhan produktivitas akan menurun.

Dalam beberapa hari ke depan pasar mengharapkan pengumuman rencana penyelamatan AS termasuk stimulus, kenaikan upah minimum. Akibatnya ini akan menambah kendala pada kemampuan the Federal Reserve untuk menormalkan kebijakan moneter sementara risiko keuangan akan meningkat.

4 dari 4 halaman

Investasi

Dengan rencana pengeluaran Biden yang mungkin melampaui sektor swasta, meningkatnya inflasi dan data pekerjaan tetapi tidak menguntungkan, kemungkinan selama pertemuan pekan depan, the Federal Reserve dapat meluncurkan quantative easing pada 2021. Pekan lalu data pekerjaan menunjukkan klaim pekerjaan mingguan mencapai titik baru tertinggi dalam lima bulan.

Seiring potensi lebih tinggi untuk upah minimum, tidak mungkin the Federal Reserve memilih untuk menurunkan pengeluaran pemerintah ke depan.

Lalu apa artinya untuk investasi? "Dengan kombinasi kebijakan, kami melihat US Securities yang mendapatkan nilai pokoknya dari aktivitas di sektor swasta kemungkinan besar akan berjuang karena pengeluaran pemerintah meningkat.

Oleh karena itu, yang ada saat ini terkait dalam obligasi dan saham, yang menyumbang 60 persen dari PDB Amerika Serikat, mungkin mencari pertumbuhan di tempat,” demikian dikutip dari catatan Ashmore.

Ashmore melihat, pasar berkembang akan menjadi kunci penerima manfaat dari kebijakan dua tahun ke depan. Sejak akhir 2020, ada dana keluar dari AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.