Sukses

Rencana The Fed Bikin Wall Street Tergelincir

Tercatat jika volume perdagangan Kamis adalah yang tertinggi kedua tahun ini, mencapai 12,09 miliar saham.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street tergelincir pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pelemahan ini dipicu rencana Federal Reserve (The Fed) untuk melanjutkan kebijakan pengurangan neraca dan ancaman shutdown pemerintah yang memicu kecemasan investor.

Melansir laman Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average turun 464,06 poin, atau 1,99 persen, ke posisi 22.859,6. Sementara indeks S & P 500 kehilangan 39,54 poin, atau 1,58 persen menjadi 2.467,42 dan Nasdaq Composite turun 108,42 poin, atau 1,63 persen, ke 6,528.41.

Langkah The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga selama dua tahun ke depan dan menjaga rencana pengurangan neraca membuat ketakutan investor, yang sebelumnya sudah dibayangi kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi.

"Ini terutama merupakan tindak lanjut dari penjualan kemarin. Pasar baru saja membahas seluruh aspek normalisasi neraca," kata Michael O'Rourke, Kepala Strategi Pasar di JonesTrading di Greenwich, Connecticut. 

Pasar juga dipengaruhi kemungkinan pemerintahan AS yang terancam tutup. Presiden Donald Trump mengatakan kepada para pemimpin kongres Republik bahwa dia tidak akan menandatangani RUU pendanaan pemerintah karena gagal memasukkan dana yang cukup terkait keamanan perbatasan.

"Untuk 2019, saya menduga akan ada antagonisme antara Perwakilan Rakyat dan Gedung Putih. Ini mungkin hanya penutupan sebagian, tetapi jika (Trump) akan keras kepala, itu bukan pertanda baik untuk tahun depan," kata Brian Battle, direktur perdagangan di Kinerja Trust Capital Partners di Chicago.

Tercatat jika volume perdagangan Kamis adalah yang tertinggi kedua tahun ini, mencapai 12,09 miliar saham, naik dibandingkan miliar saham yang diperdagangkan selama 20 hari perdagangan terakhir di 8,38 miliar.

Pada perdagangan kali ini, dari 11 sektor utama pada indeks S&P, saham energi tercatat turun 2,8 persen dipicu penurunan harga minyak ke level terendah dalam setahun.

Sementara saham teknologi dan produk konsumen yang sempat menjadi kontributor teratas untuk keuntungan Wall Street dalam beberapa tahun terakhir  mencatat penurunan besar.

Adapun perusahaan yang mencatatkan penurunan saham antara lain Walgreens Boots Alliance Inc yang turun 5,0 persen dipicu turunnya penjualan ritel toko obat.

Kemudian saham ConAgra Brands Inc turun 16,5 persen. Saham Nike Inc turun 2,1 persen menjelang laporan hasil kuartalannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wall Street Kemarin

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street tertekan usai the Federal Reserve (the Fed) prediksi sedikit kenaikan suku bunga pada 2019. Sebelumnya investor mengharapkan kebijakan moneter lebih lembut atau dovish.

Usai gelar pertemuan dua hari, The Federal Open Market Committee menyatakan risiko terhadap ekonomi kurang seimbang tetapi akan terus memantau perkembangan ekonomi dan keuangan global, serta menilai implikasinya terhadap prospek ekonomi.

Pada pertemuan digelar dua hari ini, the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen menjadi 2,25 persen-2,5 persen. Namun, The Federal Reserve memangkas menaikkan suku bunga acuan menjadi sebanyak dua kali pada 2019 dari ditargetkan semula tiga kali.

Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 351,98 poin atau 1,49 persen menjadi 23.323,66. Indeks saham S&P 500 tergelincir 35,48 poin atau 1,39 persen menjadi 2.510,68. Indeks saham Nasdaq terpangkas susut 140,80 poin atau 2,08 persen menjadi 6.643,11.

Investor melihat pernyataan pimpinan the Federal Reserve Jerome Powell tidak mengubah kebijakan menjag neraca keuangannya pada autopilot mengangkat kekhawatiran pengetatan kondisi keuangan yang menempatkan tekanan lebih lanjut di pasar keuangan.

"Powell tetap teguh dalam pernyataannya. Dia tidak melihat pengetatan apa pun yang berasal dari pengabaian neraca keuangan. Kami melihat kondisi keuangan yang lebih ketat dan pertumbuhan melemah,” tutur Quincy Krosby, Chief Market Strategis Prudential Financial, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (20/12/2018).

Sementara itu, Chief Market Strategist Leuhold Group menilai, reaksi pasar akan berlebihan terhadap the Fed. Akan tetapi, Powell menyatakan tidak melihat ada masalah dengan neraca. “Itulah yang menyakitkan, itu adalah jalur lain yang tidak disukai oleh dovishness,” tutur dia.

Adapun bank sentral mengizinkan USD 50 miliar untuk menjalankan neraca, membeli obligasi untuk meransang ekonomi selama dan setelah krisis keuangan.

“Saya pikir dari neraca keuangan telah lancar dan memenuhi tujuannya. Saya tidak melihat perubahan itu,” tutur dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini