Sukses

Investor Korsel Akuisisi, Saham Bank Dinar Indonesia Naik 25 Persen

Saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) melonjak signifikan pada perdagangan saham Jumat (12/10/2018).

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) melonjak signifikan pada perdagangan saham Jumat (12/10/2018). Penguatan saham Bank Dinar tersebut terjadi pengumuman akuisisi oleh Apro Financial pada 11 Oktober 2018.

Berdasarkan data RTI, Jumat pekan ini, saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) menguat 25 persen ke posisi Rp 330 per saham.

Saham DNAR sempat berada di level tertinggi Rp 330 per saham dan terendah Rp 290 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 26 kali dengan nilai transaksi Rp 32,7 juta.

Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengizinkan Apro Financial Co Ltd akuisisi saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk pada 9 Oktobber 2018.

Rencana yang diakuisisi 77,38 persen saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk. Hal itu tertuang dalam salinan keputusan anggota dewan komisioner OJK Nomor KEP-170/D.03/2018 pada 2 Oktober 2018 tentang hasil penilaian kemampuan dan kepatutan Apro Financial Co Ltd selaku calon pemegang saham pengendali dan Yoon Choi selaku ultimate shareholder PT Bank Dinar Indonesia Tbk. Seperti diketahui, Apro Financial merupakan investor berasal Korea Selatan (Korsel).

Dengan ada akuisisi tersebut, Apro akan menjadi pemegang saham mayoritas Bank Dinar. "Perkembangan proses rencana akuisisi akan diinformasikan lebih lanjut,” ujar Direktur Operasional PT Bank Dinar Indonesia Tbk, Joyo dalam keterbukaan informasi BEI.

Sebelumnya pemegang saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk antara lain Nio Yantony sebesar 34,16 persen, Andre Mirza Hartawan sebesar 21,15 persen, Syaiful Amir sebesar 10,58 persen dan publik sebesar 34,11 persen.

Hingga semester I 2018, PT Bank Dinar Indonesia Tbk mencatat pendapatan naik 5,04 persen menjadi Rp 101,71 miliar dari posisi Rp 96,83 miliar.

Laba tahun berjalan turun menjadi Rp 5,15 miliar hingga semester I 2018 dari posisi semester I 2017 sebesar Rp 6,84 miliar. Total aset perseroan menjadi Rp 2,46 triliun pada 30 Juni 2018.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Fintech Bakal Tumbuh Subur di Asia, Ini Alasannya

Sebelumnya, Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengatakan bahwa kawasan Asia, termasuk Indonesia merupakan tempat yang subur bagi tumbuhnya teknologi finansial (fintech). Hal ini dia sampaikan dalam 'Dialog Kebijakan Tingkat Tinggi Mengenai Kerja Sama Kawasan untuk Mendukung Inovasi, Inklusi, dan Stabilitas di Asia'.

"Asia, termasuk Indonesia, merupakan tempat ideal bagi teknologi finansial untuk berkembang," kata dia, di Bali, Kamis 11 Oktober 2018.

Mirza menjelaskan Indonesia memiliki lebih dari seperempat juta masyarakat yang tersebar di ribuan pulau, menunggu untuk terintegrasi dengan teknologi baru. Ini merupakan sebuah potensi yang besar untuk pengembangan fintech ke depan.

Dia pun mengatakan bahwa pertumbuhan fintech di Indonesia akan diperkuat dengan potensi bonus demografi atau tingginya jumlah generasi muda untuk memasuki dunia digital masa depan.

"lebih dari 50 juta UMKM yang tak sabar menanti untuk terlibat dalam e-commerce. Masyarakat baru yang didorong oleh kelompok kelas menengah yang dinamis dan demokratis, yang memandang ekonomi digital sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, seperti layaknya evolusi." tegas dia.

Teknologi baru seperti mobile banking, big data, dan jaringan transfer peer-to-peer diakui mempunyai banyak manfaat, salah satunya untuk meningkatkan inklusi keuangan.

Teknologi baru telah memperluas jangkauan layanan keuangan kepada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki rekening bank atau tidak terjangkau bank, sehingga meningkatkan pendapatan dan standar hidup.

Namun, fintech juga membawa risiko penipuan siber, keamanan data, dan pembobolan privasi. Disintermediasi layanan fintech atau konsentrasi layanan di antara beberapa penyedia juga dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.

Karena itu, para pembuat kebijakan di Asia, khususnya Indonesia, perlu memperkuat kerja sama guna memanfaatkan potensi teknologi keuangan baru bagi pertumbuhan inklusif.

Pada saat bersamaan, mereka pun perlu bekerja sama guna memastikan bahwa mereka mampu merespons dengan lebih baik tantangan yang ditimbulkan fintech.

"Peraturan untuk mencegah kegiatan ilegal, meningkatkan keamanan siber, dan melindungi hak dan privasi konsumen, juga akan membangun keyakinan terhadap teknologi keuangan yang baru," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.