Sukses

Ikatan Dokter Indonesia Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan, Begini Alasannya

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat ini tengah menyerukan sikap penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

Liputan6.com, Bandung - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat ini tengah menyerukan sikap penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

RUU tersebut saat ini tengah dibahas oleh DPR RI dan telah mendapatkan penolakan karena dianggap berpotensi menjadikan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan terutama untuk hak rakyat.

Dalam media sosial Instagram resmi dari IDI yaitu @ikatandokterindonesia, disebutkan beberapa poin mengenai penolakan tersebut.

Adapun dalam foto yang diunggah tersebut ditandatangani oleh beberapa Ketua Umum organisasi profesi kesehatan mulai dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Meskipun menuai pro dan kontra, draf dari Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law kesehatan masih belum secara lengkap dirilis. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyarankan bahwa jika draf sudah ada para dokter dan organisasi profesi bisa berdiskusi dengan pemerintah dan DPR.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) 2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Poin Penolakan IDI

Berikut adalah beberapa hal yang disampaikan oleh IDI terkait RUU Omnibus Law Kesehatan:

1.Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus law) dinilai sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak adanya naskah akademik yang dibicarakan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melihat dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis yang bertujuan untuk kebaikan bangsa, dinilai sangat sarat kepentingan/pribadi dan golongan tertentu.

2. RUU Kesehatan (omnibus law) sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan. Substansi isi rancangan undang-undang berpotensi mengancam perlindungan dan keselamatan masyarakat atas pelayanan bermutu, profesional dan beretika.

3. Adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. Terdapat upaya-upaya untuk menghilangkan peran-peran organisasi profesi yang selama ini telah berbakti bagi negara dalam menjaga mutu dan profesionalisme anggota profesi yang semata-mata demi keselamatan dan kepentingan pasien.

4. Terdapat upaya-upaya mengabaikan hal-hal yang telah mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 14/PUU-XII/2014 dalam perkara pengujian Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Putusan Nomor 82/PUU-XII/2015 dalam perkara pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Putusan Nomor Nomor 10/PUU-XV/2017 dan Nomor 80/PUU-XVI/2018 dalam perkara pengujian Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Hal ini tentu akan menjadi permasalahan konstitusionalitas di masa depan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.