Sukses

Listrik Tenaga Matahari di Atas Atap Dapur Lele

Meski masih dalam skala kecil, setidaknya UMKM tersebut melalui dukungan program Pertamina telah mulai melaksanakan konsep net zero emission atau nol emisi karbon untuk rumah produksi olahan lele.

Liputan6.com, Jambi - Solar panel ukuran 4x2 meter yang berfungsi menangkap sinar matahari itu terpasang di atas atap bangunan milik kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) warga di RT 29, Kelurahan Eka Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi. Solar panel itu menyuplai daya listrik ke dalam rumah produksi makanan olahan lele dengan jenama Dapoer 29.

Di sudut ruangan produksi olahan lele Dapoer 29 itu juga terpasang instalasi regulator untuk mengatur pengisian setrum ke bank baterai dan menyimpan arus listrik searah (DC). Dari regulator kemudian, arus listrik masuk ke inverter untuk diubah daya menjadi arus bolak-balik (AC).

Kemudian setrum dari alat inverter itu dapat digunakan untuk perangkat elektronik dan berbagai alat produksi makanan olahan lele. Belasan alat produksi; mulai dari blender, mesin pres, mesin pendingin, mesti dioperasikan menggunakan setrum.

“Semua alat-alat produksi yang kami gunakan menggunakan listrik, dan otomatis sebelumnya bayar listrik mahal kan,” kata inisiator rumah produksi olahan lele Dapoer 29, Samiyo Edi Karso ketika ditemui Liputan6.com di kediamannya, Minggu (6/11/2022).

Kini setelah menggunakan panel surya dengan sistem off-grid itu, kelompok usaha Dapoer 29 mengaku amat terbantu. Sebab selama ini pengeluaran ongkos produksi paling banyak dikeluarkan untuk biaya listrik mencapai Rp450-500 ribu per bulan. Kini rumah produksi olahan lele tak lagi risau merogoh kocek untuk ongkos listrik yang mesti merek keluarkan.

“Sejak menggunakan listrik dari tenaga matahari ini ongkos listrik yang harus kami keluarkan setiap bulan bisa ditekan hingga 50 persen,” ucap Samiyo.

Samiyo menceritakan, awalnya kelompok usaha yang dimotorinya itu tak menyangka bisa memamanfaatkan listrik yang bersumber dari tenaga matahari. Selama ini mereka bingung mencari solusi bagaimana menekan biaya listrik yang harus dikeluarkan setiap bulan.

Berbagai cara mereka lakukan. Hingga akhirnya, kelompok usaha ini berinisiatif meminta solusi kepada Patra Niaga Regional Sumbagsel melalui Depot Pengisian Pesawat Udara Sultan Thaha (DPPU Sultan Thaha). Tak butuh waktu lama, setelah melalui tahapan dan prosedur, akhirnya proposal pemasangan panel surya yang mereka masukan disetujui.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pemanfaatan panel surya dengan kapasitas 2,2 kWp dan kapasitas lithium baterai 2,4 kWh ini telah terpasang. Melalui program Desa Energi Berdikari Pertamina berbasis energi baru terbarukan (EBT) itu, kelompok usaha semakin giat berinovasi menghasilkan aneka produk dari olahan lele.

Rumah produksi olahan lele itu mereka sandingkan dengan ruang pelatihan. Di ruangan pelatihan yang lebarnya sama persis dengan rumah produksi itu terdapat layar proyektor dan juga etalase untuk memajang aneka produk yang telah mereka hasilkan.

Energi listrik dari panel surya itu kata Samiyo, tak hanya dimanfaatkan untuk rumah produksi olahan lele Dapoer 29. Namun listrik tersebut juga dialirkan untuk aquaponik--sistem budi daya alternatif yang memadukan tanaman dan budi daya lele dalam satu wadah.

Budi daya lele yang dikelola kelompok bapak-bapak ini menjadi bahan baku utama untuk makanan olahan berbahan dasar ikan lele. Bahan baku dari budi daya lele yang mereka hasilkan sendiri itu kemudian diolah oleh kelompok usaha Dapoer 29 yang digawangi oleh kempok ibu-ibu rumah tangga.

“Jadi bahan bakunya (lele) tidak beli lagi, tapi bia kami hasilkan sendiri. Jadi tidak bingung soal bahan baku, sekarang kelompok kami punya 12 kolam lele, ” kata Samiyo.

Dalam sekali panen mereka bisa menghasilkan 8 ton lele jenis sangkuriang. Selain diolah menjadi produk turunan makanan olahan lele, hasil budi daya lele dan tanaman sayuran dari aquaponik itu juga terkadang mereka jual ke pasar.

“Karena lele ini membuat kami tidak berhenti berinovasi, sekarang kami sudah punya enam produk makanan ringan yang semua itu berbahan dasar dari ikan lele,” ujar Samiyo, yang masih kental logat ngapaknya itu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Enam Produk Makanan Olahan Lele

Siapa bilang ikan lele hanya bisa diolah jadi pecel lele saja. Melalui tangan-tangan terampil ibu-ibu rumah tangga yang berdomisilis di RT 29 Kelurahan Eka Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi, ikan lele bisa diolah menjadi aneka produk makanan ringan yang lezat.

Di dalam kelompok usaha Dapoer 29 itu memiliki anggota 15 orang ibu rumah tangga itu, kini mereka telah menghasilkan enam produk makanan olahan yang semuanya berbahan dasar ikan lele. Enam produk itu meliputi; mie lele, stik lele, abon lele, kerupuk lele, keripik lele, dan sale lele.

“Produk itu semuanya hasil inovasi dari ibu-ibu anggota kelompok. Meski di tengah berbagai kesibukannya, ibu-ibu di sini terus berinovasi dan sekarang kami bisa menghasilkan enam produk olahan lele,” kata Ketua Kelompok Dapoer 29, Diah Duhita Rini.

<p>Produk abon lele yang dihasilkan kelompok UMKM Dapoer 29 di Kelurahan Eka Jaya, Kota Jambi. (Liputan6.com/Dapoer 29/Gresi Plasmanto)</p>

Berkat pemanfaatan panel surya di Dapoer 29 ini kata Rini, justru semakin memacu anggota kelompok untuk terus menambah inovasi dan meningkatkan kapasitas produksi. Berbagai produk olahan lele yang mereka hasilkan itu telah membawa perubahan bagi ibu-ibu rumah tangga setempat.

Hasil penjualan produk tersebut kata Rini, setidaknya bisa menambah duit kas kelompok dan menambah pendapatan anggotanya. Meski, nilainya belum begitu besar, namun bisa membantu pendapatan ekonomi keluarga.

“Ibu-ibu di sini jadi ada aktivitas lain. Untuk hasilnya ya lumayan, misalnya kalau ada pesanan, sehari ibu-ibu bisa dapat Rp100 ribu. Kan lumayan, istilahnya bisa untuk menambah uang jajan anak,” ujar Rini.

Tak hanya membantu bidang energi, melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan, Pertamina sebut Rini, juga mendatangkan mentor dan membantu proses pengemasan, perizinan, hingga pemasaran.

Rini bilang, produk makanan ringan olahan lele yang dibuat tidak sembrono. Anggota kelompoknya selalu menekankan untuk tidak abai terhadap higienitas olahan. Kebersihan dan higienitas menjadi kunci utama dari produk mereka.

Meski dibuat dari bahan baku ikan, Rini memastikan, produk yang mereka hasilkan tidak berbau amis. Sebab setiap proses pembuatannya, ikan selalu direbus menggunakan daun jeruk dan salam untuk menghilangkan bau amis.

“Meski tebuat dari iklan lele, kami jamin enak dan tidak bau amis,” ujar Rini.

Dari semua bagian lele, mulai daging, kepala hingga tulang atau duri lele itu mereka manfaatkan menjadi produk makanan. Misalnya untuk pembuatan abon, pertama prosesnya diawali dengan merebus ikan. 

Setelah itu, daging, kepala, dan tulang dipisahkan. Dagingnya lantas digunakan untuk pembuatan abon. Daging lele tak hanya biolah menjadi abon, tetapi juga mereka olah menjadi stik lele.

Tulang dan kepala lele diolah menjadi kerupuk. Proses pembuatannya tulang dan kepala lele terlebih dahulu dibuat lunak melalui poroses presto dan kemudian ditambah berbagai bumbu rahasia.

“Semua bagian lele kita manfaatkan, sehingga produk kami punya ciri khas, yaitu lele,” kata Rini.

Ikan lele ternyata memiliki nutrisi yang tidak bisa disepelekan. Menurut sebuah penelitian disebutkan dalam satu porsi ikan lele atau sekitar 100 gram, terdapat beberapa nutrisi seperti; kalori 105, lemak 2,9 gram, protein 18 gram, dan natrium 50 miligram.

Selain rendah kalori dan natrium, ikan lele mengandung protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral. Olahan ikan lele merupakan menu sehat yang bisa dikonsumsi oleh siapa saja, mulai kalangan menengah ke bawah hingga atas menikmati olahan lele.

Berbagai produk yang mereka hasilkan rumah produksi Dapoer 29 itu kini telah digemari berbagai kalangan. Produknya telah merambah sejumlah ritel dan minimarket di Kota Jambi. Bahkan, tak jarang pesananan datang dari luar daerah.

“Sekarang produksinya sesuai pesananan, kalau ada pesananan baru kita buat. Sedangkan untuk swalayan itu kita sistem menitip, kalau habis baru kita produksi lagi,” ujar Rini.

Produk makanan olahan lele itu dibanderol dengan harga yang beragam, tergantung ukuran dan jenisnya. Rini bilang, misalnya untuk abon lele ukuran 80 gram mereka jual dengan harga Rp20 ribu. Dalam satu kali produksi, biasanya mereka membutuhkan 15 kilogram ikan lele dan menghasilkan 4 kilo abon.

“Untuk sekarang yang paling lari itu abon lele, ada sale lele laris juga. Pada bagian kemasan juga kita tampilkan masa kedaluwarsa sehingga konsumen semakin nyaman,” ucap Rini.

3 dari 4 halaman

Kampung Wisata Eka Jaya

Kelurahan Eka Jaya, khususnya RT 29 kini semakin terkenal oleh keberadaan ikan lele. UMKM Dapoer 29 itu mereka integrasikan dengan wisata edukasi kampung lele yang diberi nama Kampung Wisata Eka Jaya atau Sekaja Comunity.

Lokasinya berada di pinggiran Kota Jambi. Dari pusat Kota Jambi, Kampung Wisata Eka Jaya dapat dituju melalui perjalanan darat dengan menempuh jarak 2,51 kilometer.

Di tempat itu, wisatawan atau pengunjung dapat belajar langsung dengan anggota kelompok untuk budidaya lele hingga proses pengolahannya. Keberadaan kampung wisata lele itu pun tak jarang mengundang mahasiswa magang untuk datang dan belajar. Di sebelah rumah produksi Dapoer 29 itu juga dilengkapi dengan ruang pelatihan sehingga pengunjung dan anggota kelompok bisa saling tukar pikiran.

Mahasiswa magang dari berbagai universitas di dalam dan luar daerah itu belajar tentang pengolahan lele. Bahkan juga mereka melakukan pendampingan terhadap para anggota kelompok untuk peningkatan kapasitas sumber daya dan produksi.

“Bulan ini ada mahasiswa dari Unja (Universitas Jambi) yang magang, sebelumnya juga mahasiswa yang magang datang dari IPB,” kata Samiyo.

<p>Budidaya lele melalui sistem aquaponik yang dikelola UMKM Dapoer 29 di Kelurahan Eka Jaya. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)</p>

Samiyo mengatakan, keberadaan wisata edukasi itu bikin bangga warga di lingkungan rukun tetangga yang dipimpinnya. Pun melalui program panel surya yang diterima kelompoknya itu turut menyosialisasikan pemanfaatan energi bersih yang ramah lingkungan.

Hikmah dari pemanfaatan panel surya yang terpasang di atap rumah produksi olahan lele Dapoer 29 itu turut membuahkan hasil. Pada 28 Oktober 2022, Kelurahan Eka Jaya diganjar penghargaan Gerakan Nasional Program Kampung Iklim atau ProKlim yang dihelat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Salah satu penilaiannya, yakni kelompok kami bisa memanfaatkan energi terbarukan yang didukung oleh Pertamina,” kata Samiyo.

ProKlim ini memberi pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan. Sehingga kedepan diharapkan meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.

Sejalan dengan program energi terbarukan ini adalah untuk menghadapi kelangkaan energi dan sudah semestinya kita memanfaatkannya. Energi terbarukan seperti panel surya tak hanya terbatas pada ramah lingkungan, melainkan salah satu solusi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan mandiri energi.

“Kami akan lebih giat dan berkomitmen untuk menjaga kekompokanan demi keberlangsungan ekonomi dan lingkungan hidup,” kata Samiyo yang juga Ketua RT 29 itu.

 

4 dari 4 halaman

Berdikari Energi

Pemasangan energi listrik dari matahari di rumah produksi olahan lele Dapoer 29 ini mendapat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang digelar Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel melalui Depot Pengisian Pesawat Udara Sultan Thaha (DPPU Sultan Thaha).

Program TJSL Energizing Sekaja Community Desa Energi Berdikari ini melalui pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Pertamina menjawab kebutuhan masyarakat dengan mengutamakan keberlanjutan dan kemandirian energi.

Meski dalam skala kecil, setidaknya UMKM tersebut telah mulai melaksanakan konsep net zero emission atau nol emisi karbon untuk rumah produksi yang mereka kelola.

Dengan demikian Pertamina bersama masyarakat dapat mengoptimalkan pemanfaatan energi bersih dan terjangkau. Tujuan utamanya adalah untuk menggerakan perekonomian salah satunya melalui pemanfaatan panel surya.

Area Manager Communication, Relation, dan CSR Pertamina Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan mengatakan, tujuan pemasangan panel surya di rumah produksi hasil olahan lele Dapoer 29 itu diharapkan dapat membantu penghematan ongkos penggunaan listrik.

Pemanfaatan panel surya dengan kapasitas 2,2 kWp dan kapasitas lithium baterai 2,4 kWh dapat menyuplai listrik di rumah produksi mitra binaan Pertamina di Kelurahan Eka Jaya. Sehingga juga diharapkan dapat meningkatan ekonomi UMKM olahan lele dan kemandirian bagi anggota kelompok.

“Listrik yang dihasilkan dari panel surya itu dapat dimanfaatkan untuk berjalannya rumah produksi hasil olahan lele, budidaya lele dan aquaponik. Sehingga ini dapat membantu UMKM memproduksi produk menggunakan energi ramah lingkungan," ujar Nikho melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

<p>Samiyo Edi Karso menunjukan etalase yang berisi bergamam produk olahan lele yang dikelola UMKM Dapoer 29 di Kelurahan Eka Jaya, Kota Jambi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)</p>

Kelurahan Eka Jaya, menjadi satu di antara belasan desa di Indonesia yang mendapat program Desa Berdikari Energi. Dengan hadirnya energi terbarukan di kelurahan ini, masyarakat dapat berinovasi membuat hasil produk olahan lele, membangun kampung ramah lingkungan dengan solusi berbasis alam untuk meningkatkan nilai ekonomi.

Pembangunan energi terbarukan di rumah produksi lele Dapoer 29 ini merupakan komitmen Pertamina dalam menerapkan Environmental, Social, and Governance (ESG) dan sekaligus mendukung implementasi SDGs poin ke 7 dan 8 yakni menyediakan energi bersih dan terjangkau, serta memberikan pekerjaan layak, mendukung perekonomian dan kemandirian masyarakat.

Pertamina saat ini memiliki 11 Desa Energi Berdikari di Indonesia yang dikembangkan dengan melibatkan generasi muda yang berkontribusi langsung untuk transisi energi di Indonesia.

Ke-11 desa tersebut meliputi Balkondes Wringinputih, Magelang ( 1,2 KWP), Balkondes Karangrejo, Magelang (1,2 KWP), Desa Wisata & Budi Daya Kepiting, CIlacap (6,6 kWP), Life Energi Karang-Karangan Solar Home Sistem, Luwu (4,4 KWP), Energi Pelosok Cindako, Maros (6,6 KWP).

Kemudian Wisata Edukasi Kampung Sekaja, Kelurahan Eka Jaya, Kota Jambi (2,2 KWP), Desa Energi Berdikari Krueng Raya, Aceh Besar (4,4 KWP), PLTS Pemberdayaan Kelompok Tani Desa Wayame, Ambon (4,4 KWP), Walahar Eco Green, Karawang (2,2 KWP), Pusat Konservasi Elang Kamojang, Garut (6,6 KWP) dan Desa Keliki, Gianyar (28 KWP).

Selain itu, Pertamina memiliki 47 Program energi terbarukan yang dikemas dalam Desa Energi Berdikari. Program tersebut meliputi Solar Energy (29 Program), Hybrid Energy (1 Program), Biogas and Biomethane (11 Program), Microhydro Energy (4 Program) dan Biodiesel Energy (2 Program).

Seluruh program ini menurut Pertamina, mampu menyumbang pengurangan emisi karbon sebesar setara 530.000 ton CO2 pertahun dan memberikan efek ganda Rp1,8 miliar per tahun bagi 2.750 rumah tangga.

“Pertamina membuka akses energi bersih dan terjangkau melalui Program Desa Energi Berdikari. Pertamina bersama masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan energi bersih untuk menggerakkan perekonomian masyarakat desa,” kata Vice President CSR & SMEPP Pertamina Fajriyah Usman dikutip dari siaran pers Pertamina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.