Sukses

Pada Kanvas '2 Kiai Akhir Zaman', Menafakuri Pandemi hingga Kekerasan Seksual di Pesantren

Dua seniman, Acep Zamzam Noor dan Ahmad Faisal Imron, menggelar pameran lukisan bertajuk 2 Kiai Akhir Zaman.

Liputan6.com, Bandung - Acep Zamzam Noor dan Ahmad Faisal Imron tengah menampilkan pameran lukisan di Galeri Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) Kota Bandung, dijadwalkan berlangsung dari tanggal 10 hingga 25 September 2022 mendatang. Pameran bersama yang digelar di galeri Jalan Naripan itu bertajuk "2 Kiai Akhir Zaman".

Terdapat 54 karya yang ditampilkan, dipahami sebagai buah tafakur mereka atas hal-hal di sekitaran. Misalnya, fenomena isolasi diri saat pandemi yang menghantarkan pada renungan spiritual, hingga kegelisahan atas kasus kekerasan seksual yang belakangan marak tersiar di lingkungan pesantren. 

Kedua pelukis memang diketahui keturunan keluarga pimpinan pondok pesantren di daerah masing-masing. Acep Zamzam Noor dari Pesantren Cipasung Tasikmalaya, sedangkan Ahmad Faisal Imron dari Baitul Arqam Ciparay, Kabupaten Bandung.

Meski sama-sama bercorak abstrak, karya mereka tetap unjuk dalam kekhasannya sendiri-sendiri. Acep menampilkan 30 lukisan yang terkesan tumpahan warna semata tanpa unsur bentuk figuratif. Kebanyakan, bernuansa cerah seperti kuning, oranye, biru muda, juga ahmar merona. 

Ahmad Faisal Imron memamerkan 23 lukisan, beberapa memuat bentuk tubuh semisal potongan kaki hingga pinggul, bulatan yang persis payudara, bentuk lonjong dan runcing mirip penis, dan lingkaran seperti lubang vagina.

Kesan erotis itu kental dalam tiga lukisan berjudul "Sange", "Sange 2" dan "Melubangimu Berkali-kali". Selain lukisan, Ahmad Faisal Imron juga menampilkan satu karya media campuran berupa cetakan foto digital yang berpadu dengan serakan tanah dan daun kering sungguhan, berjudul "Ngajejek Hulu Sorangan".

Sebagai catatan, judul tersebut mamakai bahasa Sunda yang jika diterjemahkan bebas bisa berarti "Menginjak Kepala Sendiri".

Selain pelukis, keduanya diakrabi sebagai penyair. Kepenyairannya pun turut menjejak dalam lukisan-lukisan mereka. Kurator Isa Perkasa menyebut gaya demikian dengan istilah lukisan puisi. Pada sejumlah lukisan, baik Acep Zamzam Noor maupun Ahmad Faisal Imron, melamatkan baris-baris teks, seolah bait puisi yang telah kehilangan bentuk hurufnya, begitu samar bahkan tak terbaca sama sekali.

Seorang pengunjung, Agus Priyanto alias Gusjur Mahesa berbagi kesan dan pemaknaannya. Bagi dosen sekaligus sutradara kelompok Teater Tarian Mahesa (TTM) itu, lukisan Acep merupakan sublimasi atas pengalaman hayat.

Warna yang beragam itu jatuh melumuri bidang kanvas jadi komposisi puitis, juga dimaknai sebagai cerminan kepasrahan atawa keikhlasan yang merupakan bagian dari daya spiritualitas.

"Seperti menangkap gerak kepasrahan alam. Untuk beberapa hal, (alam) memang tidak bisa dilawan. (Dalam) menghadapi waktu, menghadapi pagi, kepasrahan itu dibutuhkan," ungkapnya kepada Liputan6.com.

Sementara, karya-karya Ahmad Faisal Imron secara vulgar menyoroti wajah buruk di lingkungan pesantren, kekerasan seksual. Dalam konteks ini, Gusjur menyoroti karya berjudul "Sange", "Sange 2", dan "Melubangimu Bekali-kali".

"Kang Faisal itu mengkritik kondisi pesantren kekinian, kasus-kasus pelecehan, pemerkosaan oleh oknum-oknum ustaz. Ini kritik luar biasa. Ada gambar kaki yang terjungkir," kata Gusjur. "Pesantren kan dianggap bagian dari dunia suci, tiba-tiba Tuhan menunjukan kemunafikan, (membuat) anggapan (suci) itu jadi terbalik (terjungkir)".

Tilikan Gusjur itu selaras dengan catatan Isa Perkasa selaku kurator pameran tersebut. Acep Zamzam Noor disebut lebih kontemplatif dan religius.

"Covid-19 yang sudah terjadi lebih dari dua tahun ini mengharuskan berdiam diri di rumah tanpa bisa kemana-mana. Lalu Acep melakukan kontemplasi di ruang studionya," jelas Isa.

Sementara, menurut Isa, Ahmad Faisal Imron menyampaikan pesan moral dan kritik sosial terhadap perilaku manusia, bentuk telaah dan sindiran atas peristiwa atau kasus-kasus yang belakangan ini terjadi.

"Oknum guru ngaji, oknum kiai sebagai predator seksual, ini menjadi ide karyanya," imbuh Isa. "Faisal begitu resah akan akhlak manusia yang semakin mengkhawatirkan, tetapi karya-karyanya bukan sedang mencaci-maki, tapi ini adalah renungan".

Isa menyatakan, keberadaan Acep dan Faisal dapat memberi inspirasi dalam seni rupa Islam. "Dapat menjadi penyeimbang di lingkungan pesantrennya," jelas Isa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.