Sukses

Panen Gas Metan di Tempat Pembuangan

TPA Talang Gulo di Kota Jambi kini telah menerapkan sistem teknologi sanitary landfill. Gas metan sampah di tempat pembuangan akhir diolah menjadi sumber energi alternatif gas untuk memasok rumah tangga sekitar.

Liputan6.com, Jambi - Sebuah plang pemberitahuan “Awas…! Instalasi Methan” tertancap di pinggir jalan menuju area landfill atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Gulo, Kota Jambi. Di bawah plang berkelir kuning itu terpendam instalasi jaringan pipa gas metana yang mengalir ke rumah-rumah penduduk sekitar.

Saluran instalasi pipa gas metan itu salah satunya mengalir ke rumah Asni di Jalan Kebersihan, RT 04, Kelurahan Kenali Asam Bawah, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi. Hanya sepelemparan batu dari rumah Asni, tumpukan sampah di TPA menjulang.

Rumah Asni berada di ring satu dari lokasi pembuangan sampah. Sehingga, dia dan keluarganya pun berhak menerima manfaat aliran gas metana yang dihasilkan dari pengelolaan sampah di TPA Talang Gulo. Gas metana dari tempat pembuangan itu mulai diolah dan salurkan kepada warga sekitar pada Juni 2020.

Selain mendapat aliran gas metan secara gratis, rumah tangga Asni juga mendapat kompor khusus dan perangkat instalasi untuk menyambungkan aliran gas. Gas metan yang tersambung ke dapurnya itu sebagai sebagai bahan bakar alternatif bagi kebutuhan rumah tangga. Gas metan digunakan untuk keperluan sehari-hari, baik itu memasak ataupun sekadar untuk merebus air.

Asni, perempuan paruh baya dan berambut putih itu, mengaku sejak ia menggunakan kompor gas metan cukup membantu biaya pengeluaran belanja gas menjadi lebih irit. Dia mencontohkan penggunaan gas LPG ukuran tiga kilogram biasanya hanya cukup untuk satu pekan.

Namun ketika di dapurnya itu dibarengi dengan penggunaan kompor gas metana membuat pemakaian kompor tabung gas bisa bertahan sampai dua pekan. Benefit lainnya para ibu rumah tangga ini tak perlu risau ketika tabung gas di dapurnya tiba-tiba kosong.  

<p>Petugas UPTD TPA Talang Gulo Kota Jambi saat mendata rumah tangga penerima gas metan. (Liputan6.com/dok TPA).</p>

“Rata-rata di dapur pakai dua kompor, satu kompor gas LPG (Liquefied petroleum gas) dan satu lagi kompor gas metana,” kata Asni mengawali percakapannya ketika ditanya kompor gas metana di rumahnya, Rabu (24/8/2022).

“Ya lumayan irit bisa mengurangi uang belanja tabung gas,” ucap Haryati, tetangga sebelah rumah Asni menimpali.

Sebagai ibu rumah tangga Haryati tahu betul sekarang biaya dapur yang mesti dikeluarkan dari kantung belanjanya. Dulunya setiap pekan ia harus merogoh kocek untuk biaya pengeluaran tabung gas. Namun, ketika pemakaian tabung gas LPG ukuran tiga kilogram diimbangi dengan penggunaan gas metan, ia tak perlu merogoh kocek setiap pekan untuk membeli gas.

"Kalau diimbangi pakai gas metan, ya bisa irit gas LPG. Dulunya satu minggu kalau habis harus beli, sekarang ini dua minggu kalau gas habis baru beli lagi," ucap Haryati.

Selain irit modal, pemakaian gas metan ini dinilai mereka terbilang aman. Hal ini lantaran tekanan gas metan yang sampai ke dapurnya rendah. Karena tekanannya rendah ini, dia bilang, kompor gas metan digunakan untuk memasak yang ringan-ringan saja, seperti merebus air.

“Nyalainnya beda, mesti pakai korek. Ya karena itu tekananya rendah jadi kalau masak berat lama matangnya,” ujarnya.

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) TPA Talang Gulo mencatat, sebanyak 100 rumah tangga yang tinggal di sekitar TPA telah menikmati gas metan yang diproduksi dari tempat pembuangan tersebut secara gratis. Melalui program inovasi gas metana untuk kompor itu, telah memberikan benefit ekonomi bagi keluarga.

Dari penghitungan yang dilakukan UPTD Talang Gulo, setiap rumah tangga bisa menghemat pengeluaran Rp50 ribu per bulan. Sehingga, secara total dari 100 penerima itu telah menerima benefit senilai Rp5 juta perbulan atau Rp60 juta per tahun.

“Belum lagi keuntungan lain berupa waktu yang seringkali hilang untuk antre gas LPG,” ujar Haryati.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Instalasi Rusak, Aliran Tersendat

Meski telah memberi benefit bagi masyarakat di sekitarnya, tetapi sayangnya sejak empat bulan terakhir aliran gas metan dari TPA tersebut tersendat. Warga mendapat informasi bahwasanya ada beberapa bagian instalasi penangkapan gas metan mengalami kerusakan. 

“Pas bulan puaso kemarin enggak hidup lagi, mandek. Katanya ada yang rusak gitu,” kata Haryati.

Warga berharap gas metan dari tempat pembuangan bisa disalurkan kembali kepada warga. Sebab bagi Haryati dan warga lainnya gas metan itu telah menutupi sebagian pengeluaran belanja dapur. Meskipun kecil, namun saluran manfaat gas metan itu cukup berarti.

Kepala UPTD TPA Talang Gulo Bambang Sutejo mengatakan, gas metan hasil tangkapan dari TPA Talang Gulo yang lama itu telah disalurkan sejak Juni 2020. Gas metan yang selama ini lepas ke udara berhasil mereka kelola menjadi sumber energi alternatif bagi penduduk sekitar.

Lima bulan kemudian setelah gas metan disalurkan kepada masyarakat, Walikota Jambi Syarif Fasha pun langsung menguji coba pengoperasian gas metan dengan menggoreng telur di lokasi TPA.

Gas metan (CH4) itu kata Bambang, dihasilkan dari TPA Talang Gulo yang lama. Ketersediaan gas metan dan karakteristiknya yang mudah terbakar ini memunculkan ide untuk mengolah gas metan sebagai sumber energi.

“Gas metan itu bersumber dari TPA yang lama, kalau yang baru sanitary landfill belum (ada gas metan) karena masih baru,” kata Bambang ketika ditemui di kantornya.

Bambang bercerita, saat ini mereka telah membangun fasilitas berupa pipa-pipa panel aliran gas metan dari 4 titik (sumur tangkapan gas). Dari sumur tersebut kemudian gas metan dialirkan ke panel pipa melalui dorongan blower dan langsung mengalir ke rumah tangga sekitar TPA.

Dalam periode awal pemanfaatan gas metan, dari 4 sumur tangkapan tersebut mampu melayani sebanyak 100 rumah tangga yang tersebar di RT 04 dan RT 26, Kelurahan Kenali Asam Bawah. Pipa sepanjang lima kilometer telah terpasang dan digunakan untuk menyalurkan gas metan ke rumah warga.  

Bambang mengakui saat ini, akibat terjadi beberapa kerusakan pipa atau saluran dan penurunan permukaan sampah di beberapa titik, aliran gas metan ke rumah tangga mandek. Saat ini pun pihak UPTD TPA Talang Gulo masih berupaya memperbaiki panel yang rusak, sehingga nanti gas metan dapat kembali dinikmati masyarakat sekitar.

“Sekarang masih dalam perawatan, dan juga karena terjadi penurunan kandungan sehingga menyebabkan tekanan gas ke aliran pipa menjadi rendah. Kondisi ini mengakibatkan penangkapan gas metan menjadi terganggu,” ujar Bambang.

Secara kajian ilmiah pihak UPTD TPA Talang Gulo belum menguji seberapa besar kandungan gas metan di tempat pembuangan itu. Namun berdasarkan hitungan manual berdasarkan tumpukan sampah, diperkirakan gas metan di TPA itu bisa dimanfaatkan hingga waktu sembilan tahun kedepan.

“Gas metan-nya masih ada, bisa dimanfaatkan sampai sembilan tahun, tapi ya dibutuhkan sarana yang memadai. Memang kita akui untuk saat ini sarana prasarana kita masih lemah,” ujar Bambang.

Sejak 1997 pengelolaan TPA Talang Gulo dilakukan secara terbuka. Sampah begitu cepat menjulang tinggi dan kini sudah overload. Bau busuk sampah begitu cepat menguap dan mengganggu masyarakat di sekitarnya. Begitu pula gas metan yang tidak dimanfaatkan justru memperparah pelepasan emisi yang memicu pemanasan global.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jambi Ardi mengklaim, sejak kandungan gas metan di TPA Talang Gulo dimanfaatkan, mereka telah mampu mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK). Adapun kata dia, sekitar 10 persen pelepasan emisi GRK berhasil dikurangi dari tempat pembuangan itu.

Operasional TPA Talang Gulo lama seluas 10 hektare yang sebelumnya pengelolaannya dilakukan dengan sistem terbuka (open dumping), kini secara bertahap telah ditutup dan diuruk sebagian. Selain kandungan gas metana dimanfaatkan, TPA tersebut juga dibangun ruang terbuka hijau dan sarana edukasi pengolahan sampah menjadi sumber energi alternatif.

“Sekarang kita sudah ada TPA baru dengan menerapkan sistem sanitary landfill, pengolahan sampah dengan sirkular ekonomi. Sampah bukan linear, buang angkut timbun, melainkan sekarang harus dikelola secara baik,” ujar Ardi. 

3 dari 5 halaman

Beralih ke Sanitary Landfill

Dari jalan utama cor beton itu truk muatan sampah keluar masuk, menambah ramai lalu lalang kendaraan pagi itu, Rabu (24/8/2022). Di Jalan Kebersihan, RT 04, Kelurahan Kenali Asam, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi ini, menjadi satu-satunya akses jalan menuju ke TPA Talang Gulo.

TPA Talang Gulo--berjarak 15 kilometer dari pusat kota menjadi satu-satunya lokasi pembuangan di kota berjuluk “Tanah Pilih Pusako Betuah” itu. Saban hari puluhan truk pengangkut sampah masuk ke TPA Talang Gulo yang baru dengan sistem sanitary landfill.

Pemerintah Kota Jambi melaporkan, sejak tahun 2020, TPA Talang Gulo telah ditingkatkan kinerjanya dari semula pembuangan terbuka (open dumping), kini diubah menjadi sistem tertutup (sanitary landfill). Sistem ini diproyeksikan bisa beroperasi selama 90 tahun mengolah sampah dengan konsep go green dan ramah lingkungan.

Pengolahan sampah dengan sistem sanitary landfill itu mendapat dukungan pendanaan dan pendampingan dari Bank Pembangunan Jerman (KFW) lewat program Emission Reduction in Cities (EriC). Selain Kota Jambi, terdapat kota/kabupaten lain yang menjadi percontohan dalam program yang sama tersebut, seperti Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Jombang di Jawa Timur.

Pengembangan sistem sanitary landfill di TPA Talang Gulo Kota Jambi mulai dikerjakan sejak 2018 hingga 2020 dengan biaya senilai 14,2 juta euro atau setara Rp225 miliar. Pendanaan tersebut untuk membangun 3 sel pengelolaan sampah. Setiap sel dapat menampung 620 ribu meter kubik residu yang diperkirakan bertahan hingga 20 tahun kedepan.

<p>Petugas sedang menunjukan sel sanitay landfill di TPA Talang Gulo Sanitary Landfill Kota Jambi, Rabu (24/8/2022). TPA baru yang mendapat pendanaan dari KFW Jerman ini diproyeksikan menghasilkan sumber energi alternatif. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)</p>

TPA Talang Gulo sanitary landfill dibangun di atas lahan seluas 21,3 hektare yang lokasinya persis di sebelah TPA lama. Pengembangan infrastruktur lewat pendanaan donor di TPA Talang Gulo ini meliputi pembangunan area landfill seluas 5,2 hektare, sarana pengolahan air lindi (leachete treatment plant) kapasitas 250 meter kubik per hari.

Kemudian dana tersebut juga digunakan untuk membangun hanggar pemilahan sampah kapasitas 35 ton perhari, sarana pengolahan kompos berkapasitas 15 ton per hari, dan bangunan fasilitas penunjang lainnya seperti kantor pengelola, jembatan timbang, dan workshop.

Dengan sistem sanitary landfill, TPA Talang Gulo memberikan manfaat untuk meningkatkan akses pelayanan persampahan bagi 700 ribu jiwa penduduk Kota Jambi. Sistem pengolahan sampah ini juga dilengkapi dengan penyaringan air lindi atau limbah cair.

Air lindi akan ditampung dan disalurkan ke kolam penampungan IPL (Instalasi Pengolahan Lindi). Dengan sistem pemurnian bertahap dan dilengkapi bak kontrol ini, sehingga dapat meminimalisir pencemaran tanah, udara, dan air di sekitarnya.

“Saat ini masih dalam tahap uji coba, dan tahap pertama ini kita sedang mengoperasikan sub-sel 1,” kata Kepala UPTD TPA Talang Gulo Bambang Sutejo.

Setiap harinya rata-rata 423 ton sampah yang masuk ke TPA akan melalui proses pemilahan sesuai dengan kriterianya. Bambang menjelaskan, melalui model pengolahan sanitary landfill atau tertutup ini, sampah yang masuk ke TPA akan melalui teknik pemilahan, pengomposan, dan pengolahan sampah organik.

Proses pemilahan itu dilakukan dengan melibatkan 40 pekerja yang akan melakukan penyortiran sampah. Dari seluruh pekerja sorting ini diantaranya 30 pekerja adalah eks pemulung dari TPA lama.

“Sejak adanya TPA baru ini, pemulung kehilangan pekerjaan. Jadi mereka (pemulung) kita rekrut jadi pekerja pemilihan di TPA sanitary landfill,” ucap Bambang.

Pengolahan sampah di TPA dengan sistem tertutup ini lanjut Bambang, berpotensi dapat menghasilkan energi gas metan. Namun pihaknya memproyeksikan butuh waktu dua tahun menghasilkan gas metan.

“TPA (yang baru) sanitary landfill belum menghasilkan gas metan. Diperlukan pematangan terlebih dulu,” kata Bambang.

Pemanfaatan gas metan di TPA sanitary landfill itu ujar Bambang, nantinya akan direkomendasikan untuk diubah menjadi energi listrik. Bambang berharap energi yang dihasilkan dari TPA sanitary landfill ini dapat digunakan untuk memasok kebutuhan listrik dan gas bagi warga sekitar yang bermukim di sekitar tempat pembuangan akhir.

“Gas metana itu direkomendasikan diubah menjadi energi listrik, tapi prosesnya tentu tidak gampang,” ujar Bambang.

4 dari 5 halaman

Tantangan Sampah dan Emisi GRK

Persampahan menjadi problem utama di wilayah perkotaan. Tak terkecuali di Kota Jambi--ibu kota Provinsi Jambi ini ini rata-rata memproduksi 423 ton sampah perhari yang dihasilkan dari penduduk sekitar 700 ribu jiwa.

Produksi sampah di kota dengan luas 205,5 kilometer persegi ini diperkirakan akan terus meningkat di tengah lonjakan jumlah penduduk.

Sampah jika tidak dikelola berpotensi menimbulkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan berdampak burung terhadap lingkungan. Berdasarkan laporan dari UN-Habitat, 70% emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari aktivitas perkotaan, salah satu sampah, dan transportasi. Dalam mengatasi persoalan ini, sangat diperlukan kebijakan strategis daerah untuk mitigasi pemanasan global.

Pemerintah Kota Jambi saat ini sedang memprioritaskan pengolahan sampah di tempat pembuangan. Selain itu, Pemkot Jambi juga telah melarang penyediaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan ritel. Sebagai upaya utnuk menjawab tantangan ini, pemerintah juga mendorong masyarakat secara kolektif mengelola sampah rumah tangga.

“Upaya pengurangan sampah terus kita lakukan, yakni dengan membangun kesadaran masyarakat. Kita memfasilitasi melalui berbagai program hijau dan pro lingkungan, salah satunya pembentukan Kampung Bantar (Bersih, aman, dan pintar),” kata Wali Kota Jambi Syarif Fasha ketika ditemui usai menghadiri kegiatan bersama organisasi nirlaba ICLEI, Kamis (25/8/2022).

Emisi gas rumah kaca dari sektor sampah tidak boleh dianggap remeh. Soal emisi ini kalau tidak segera diatasi akan semakin memperburuk kualitas udara di perkotaan, dan bahkan dapat mencemari air sungai.

Dalam sebuah penelitian dari Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi menghitung estimasi emisi gas rumah kaca dalam pengelolaan sampah domestik. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2019 di TPA Talang Gulo.

Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa emisi Emisi CH4 di zona penimbunan sebanyak 4.7×10-2 Gg tahun 2019 dan diprediksi akan mencapai 16.6×10-2 Gg pada tahun 2030. Penelitian ini dapat diakses melalui laman https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jsil/article/view/28754 yang dipublikasikan Jurnal J-SIL IPB.

“Zona pengomposan emisi CH4 dan N2O dengan jumlah emisi masing-masing sebanyak 8.6×10-4 Gg dan 5.2×10-5 Gg pada tahun 2019. Pada tahun 2030 dihasilkan emisi CH4 sebesar 9.5×10-4 Gg dan emisi N2O sebesar 5.7×10-5 Gg,” tulis Winny Laura Christina Hutagalung dkk dalam jurnalnya yang berjudul Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca pada Pengelolaan Sampah Domestik dengan Metode IPCC 2006 di TPA Talang Gulo Kota Jambi.

Dosen Prodi Teknik Lingkungan Universitas Jambi Winny Laura Christina mengatakan, jumlah sampah akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dalam mengatasi persoalan sampah ini, menurut dia, harus ada aksi pengurangan sampah dari sumber dengan pola 3R (reuse, reduce, dan recycle).

“Pada dasarnya pengurangan sampah di sumber itu menjadi upaya nomor satu dalam pengelolaan sampah, artinya harus diupayakan sampah yang masuk ke TPA hanya residu saja,” ujar Winny.

Begitu pula dengan gas metan kata Winny, dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi pengganti LPG dan bisa dimanfaatkan masyarakat. Konsep pemanfaatan sampah sudah mesti menjalankan ekonomi sirkular.

5 dari 5 halaman

Potensi Bisnis Ekonomi Sirkular

PT Siginjai Sakti (Perseroda) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Jambi melirik untuk menggarap bisnis ekonomi sirkular di TPA Talang Gulo yang kini menerapkan sistem sanitary landfill. Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki Pemkot Jambi ini menempatkan prioritas bisnis sirkular ekonomi persampahan pada urutan ketiga.

Ekonomi sirkular dari sektor sampah di Kota Jambi menurut Direktur PT Siginjai Sakti, Petrie P Ramlie, menjadi peluang untuk digarap. Saat ini dalam bisnis plan-nya kata dia, sampah bukanlah suatu masalah, namun bisa mendatangkan benefit.

“Ini peluang, kita akan coba garap ekonomi sirkular ini. Dengan yang itu (sampah) kita olah, sehingga sel landfill bisa berumur panjang,” ucap Petrie.

Bisnis ekonomi sirkular ini telah ditawarkan kepada Pemkot Jambi selaku pemegang saham mayoritas. Bagi perusahaan yang baru dibentuk ini, sampah bisa menjadi bahan baku dan harus diolah. Petrie mengatakan, pihaknya telah menawarkan untuk mengambil alih pengelolaan TPA Talang Gulo untuk digarap menjadi usaha hijau.

“Ini menjadi ladang bisnis. Bagi kami sampah itu jadi bahan baku, banyak potensi yang bisa dimanfaatkan, salah satunya gas metan, kompos, dan lain sebagainya” kata dia.

Kemudian untuk sampah plastik diproyeksikan akan diolah menjadi biji plastik. Tak hanya itu, sampah plastik juga bisa diolah menjadi bahan bakar energi biomassa. Apalagi saat ini hanya 20 persen sampah yang baru bisa dipilah.

“Sampah kalau tidak diolah pasti lama-lama akan menjadi masalah. Jadi sekarang kita sudah harus konsen untuk mengatasi sampah ini,” ujarnya.

Ekonomi sirkular menjadi model industri baru yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling. Saat ini, dunia usaha menyadari pentingnya tanggung jawab yang berkelanjutan bagi keberlangsungan lingkungan hidup.

Dalam ekonomi sirkular, perusahaan tidak hanya mengejar profit, namun juga harus bisa menjalankan bisnis yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat. Meski nantinya, tidak mendapatkan profit, namun BUMD ini yakin pemerintah akan diuntungkan karena pengelolaan TPA akan terintegrasi dengan bisnis sirkular.

“Andai kata itu TPA diserahkan kepada kita (BUMD), dan misalnya secara bisnis nanti tidak dapat untung. Tapi pemerintah sudah diuntungkan tidak lagi mengucurkan APBD ke TPA. Ini yang harus kita dorong bersama-sama agar bisa mengatasi masalah sampah,” demikian Petrie.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.