Sukses

De Tjolomadoe, Saksi Bisu Majunya Industri Gula Hindia Belanda

Gula Colomadu mulai diproduksi pada 1862.

Liputan6.com, Yogyakarta - Museum De Tjolomadoe kini menjadi salah satu landmark Kabupaten Karanganyar yang populer dikunjungi. Museum De Tjolomadoe pada mulanya adalah sebuah pabrik gula, bernama Colomadu.

Pabrik ini menjadi saksi bisu majunya industri gula di Hindia-Belanda kala itu. Pabrik Gula Colomadu didirikan atas perintah Mangkunegara IV pada 8 Desember 1861.

Pada masa itu, kawasan Karanganyar memiliki potensi sebagai perkebunan tebu, dan gula juga merupakan sumber penghasilan selain pajak. Melihat peluang ini, Mangkunegara IV memerintahkan seorang ahli berkebangsaan Jerman yang bernama R. Kampf untuk mendirikan pabrik gula.

Alat-alat yang berada di pabrik ini didatangkan langsung dari Eropa. Sedangkan pembangunan pabrik gula ini didanai dari keuntungan perkebunan kopi milik Praja Mangkunegara.

Nama Colomadu diberikan oleh Mangkunegara IV yang berarti gunung madu, dengan harapan industri gula ini tetap bertahan dan menjadi sumber penghasilan dalam bentuk gula yang menyerupai sebuah gunung.

Gula Colomadu mulai diproduksi pada 1862. Gula yang dihasilkan dipasarkan ke pulau Jawa, Banda Neira (Maluku), bahkan ke luar negeri, yaitu Singapura dan Belanda.

Keuntungan yang diperoleh pabrik ini digunakan untuk membayar gaji pegawai, operasional praja, menebus tanah lungguh (tanah garapan), membayar gaji bangsawan, mendirikan sekolah rakyat, merenovasi Pura Mangkunegaran, membangun sarana umum, irigasi, dan jalan di sekitar Karanganyar.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sempat Berpindah Tangan

Pabrik Gula Colomadu sempat beberpa kali berpindah tangan, sebelum akhirnya berhenti beroperasi pada 1998. Lama tidak beroperasi, Pabrik Gula Colomadu diresmikan sebagai museum dan cagar budaya, pada 2018.

Bekas bangunan Pabrik Gula Colomadu seluas 1,3 hektare di atas lahan 6,4 hektare itu direvitalisasi dengan tetap mempertahankan nilai dan kekayaan historis yang ada. Mesin-mesin raksasa pabrik gula dipertahankan untuk memberikan wawasan sejarah bagi pengunjung.

Bintik-bintik karat di mesin giling dipoles, agar pengunjung dapat menerawang ke masa lampau. Bagian lain seperti Stasiun Ketelan yang juga difungsikan sebagai kantin, Stasiun Gilingan yang merupakan museum pabrik gula, Stasiun Karbonatasi difungsikan juga sebagai area art dan craft, Stasiun Penguapan yang juga difungsikan sebagai area arcade.

Sedangkan, Sarkara Hall berfungsi sebagai pelataran multifungsi dan Tjolomadoe Hall sebagai ruang konser. De Tjolomadoe menjadi destinasi wisata yang menarik dan hits setelah selesai direvitalisasi.

Para pengunjung dapat menambah wawasan mengenai industri gula sambil berfoto di setiap sudut pabrik ini yang instagramable. Harga tiket masuk De Tjolomadoe dibanderol mulai dari  Rp35.000.

De Tjolomadoe buka pukul 11.00 hingga 18.00 WIB setiap Selasa hingga Kamis, sedangkan pukul 10.00 hingga 21.00 WIB pada Jumat hingga Minggu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.