Sukses

Hasil Pantauan KPPU, Kenaikan Harga Tepung Terigu di Medan Dimulai Sejak Lebaran

Harga tepung terigu masih mengalami kenaikan cukup signifikan. Kenaikan harga ini berdampak pada industri makanan di dalam negeri, khususnya yang menggunakan bahan baku tepung terigu seperti biskuit, roti, dan mi.

Liputan6.com, Medan Harga tepung terigu masih mengalami kenaikan cukup signifikan. Kenaikan harga ini berdampak pada industri makanan di dalam negeri, khususnya yang menggunakan bahan baku tepung terigu seperti biskuit, roti, dan mi.

Tak hanya itu, pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga terdampak, mengingat pengguna tepung terigu terbanyak merupakan pelaku usaha UMKM yang menggunakan total 70 persen terigu nasional.

Dalam rangka pengawasan harga pangan penyumbang inflasi, khususnya tepung terigu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah (Kanwil) I melakukan survei ke berbagai pasar di Kota Medan untuk memantau harga tepung terigu.

Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas mengatakan, pemantauan dilakukan di sejumlah pasar seperti di Pusat Pasar, Pasar Pringgan, Pasar Sei Sikambing, Pasar Sukaramai, MMTC, dan sejumlah grosir serta pengecer yang menjual tepung terigu.

"Dari hasil pantauan KPPU diketahui kenaikan harga tepung terigu dimulai sejak lebaran atau di sekitar bulan April 2022," kata Ridho, Sabtu (30/7/2022).

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sudah 10 Kali

Pemilik Toko Harapan yang berada di Jalan Kapten Muslim, Rinaldi menerangkan, sudah terjadi kenaikan sekitar 10 kali sejak lebaran, yaitu sekitar Rp 4.000 hingga Rp 6.000 per sak.

Di Toko Jadi yang beralamat di Jalan Gatot Subroto, harga 1 sak tepung merek Segitiga Biru ukuran 25 Kg di bulan April 2022 masih di harga Rp 224.000. Saat ini sudah di harga Rp 256.800 atau naik 14,64 persen. Begitu juga merek lain yang mengalami kenaikan bervariasi antara 11 hingga 15 persen.

Menurut Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas, kenaikan harga tepung terigu tidak lepas dari kenaikan harga gandum internasional yang melonjak karena pengaruh perang Rusia-Ukraina dan kenaikan biaya pengangkutan kontainer (freight rate).

Selain perang Rusia Ukraina, keduanya adalah negara penghasil gandum, kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 memicu banyak negara melakukan pembatasan ekspor beberapa bahan baku pangan yang berujung pada naiknya harga komoditas di dalam negeri.

"Sementara sebagian besar kebutuhan terigu nasional masih bergantung pada impor," ujar Ridho.

3 dari 4 halaman

Imbauan KPPU

Mewaspadai kondisi seperti ini, Ridho mengingatkan agar para pelaku usaha tidak memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan berlebih. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan pelaku usaha dalam situasi seperti ini.

"Seperti melakukan kartel untuk menahan harga tinggi meskipun misalnya harga gandum internasional sudah menurun," sebutnya.

Diterangkan Ridho, secara struktur pasar, tepung terigu yang dipasarkan di Kota Medan masih didominasi produk dari Bogasari. Produsen lain yang juga masuk ke pasar Medan antara lain dari Bungasari, Wilmar, Carestar, Agri First, Pundi Kencana, dan sebagainya.

"Umumnya dijual dalam bentuk sak 25 Kg atau per 1 Kg," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Praktik Tying and Bundling

Diungkapkan Ridho, hal lain yang dapat dilanggar oleh penjual misalnya dengan melakukan praktek tying and bundling. Praktik tying adalah upaya yang dilakukan pihak penjual dengan mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama. Atau, paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain.

Sedangkan praktik bundling adalah upaya penjualan beragam produk dalam satu paket secara bersama-sama.

"Kita ketahui, ada tiga tipe tepung terigu yang protein tinggi, sedang, dan rendah. Sangat mungkin terjadi peralihan koonsumen dari yang biasa menggunakan protein tinggi ke rendah. Agar yang protein tinggi tetap laku, misalnya distributor mensyaratkan grosir untuk tetap membeli tepung terigu protein tinggi jika mau membeli tepung yang protein rendah," terang Ridho.

Temuan sementara KPPU Kanwil I terkait pemantauan tepung terigu belum menemukan adanya praktik tying atau perilaku persaingan usaha tidak sehat yang lain.

"KPPU berharap setiap pihak tidak melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya dalam kondisi masyarakat yang masih berhati-hati terhadap ancaman inflasi tinggi," Ridho menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.