Sukses

OPINI: Fenomena Citayam Fashion Week Dorong Ketersediaan Ruang Publik di Daerah

Keberadaan ruang publik terbuka seperti Dukuh Atas dan Situ Rawa Kalong dalam menanggapi fenomena Citayam Fashion Week ini dianggap memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan psikologis seperti kebahagiaan (happiness).

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena Citayam Fashion Week (CFW) yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini, baik di media maupun di tengah masyarakat merupakan suatu fenomena sosial yang menarik untuk dibahas. Berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya kalangan masyarakat umum, melainkan juga artis bahkan pejabat ikut meramaikan fenomena ini.

Banyak remaja terutama anak muda dari wilayah sekitar Jakarta, seperti Citayam, Bojonggede, dan Depok berkumpul di kawasan Sudirman. Inilah yang menjadi muasal istilah baru SCBD, bukan lagi Sudirman Central Business District, melainkan Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok.

Para ABG menjadikan sepanjang zebra cross kawasan Dukuh Atas menjadi arena catwalk dadakan sehingga muncul lagi istilah "Haradukuh", plesetan dari Harajuku, sentranya anak muda di Jepang. Layaknya anak muda yang suka nongkrong, bocah-bocah SCBD ini pun "nyambi" unjuk gaya dengan menampilkan gaya busana mereka yang unik. Mereka berlenggak-lenggok bak seorang model.

"Bahagia itu sederhana," kata mereka. Bagaimana tidak? Hanya bermodalkan uang seadanya untuk pulang pergi naik KRL dan beli makanan dan minuman yang dijajakan Pedagang Kaki Lima (PKL) alias starling (Starbucks Keliling), para anak muda ini menghabiskan waktu di lokasi tersebut sambil bersenda gurau bersama teman sejawat. Outfit mereka yang trendi pun bukanlah pakaian-pakaian branded. Mereka memperolehnya dari marketplace, thrifting di pasar, bahkan hasil meminjam dari kerabat.

Jika dilihat lebih luas fenomena tersebut berangkat dari ketersediaan ruang publik. Terakhir, lokasi CFW di Dukuh Atas Sudirman sudah dibubarkan karena alasan mulai menimbulkan ketidaknyamanan warga dan kemacetan lalu lintas. Namun, rupanya semangat kreativitas yang menciptakan kebahagiaan di kalangan anak muda ini terlalu sayang jika terbuang begitu saja.

Begitu pentingnya ruang publik ini membuat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, selaku "pemimpin" anak muda Citayam, Bojonggede, dan Depok, pun gerak cepat mengalihkan positive vibes dari fenomena ini ke lokasi lain. Situ Rawa Kalong, Depok disiapkan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas publik tersebut sebagai tempat fashion week. Tidak hanya itu, sejumlah ruang publik di Bandung pun juga disiapkan menampung gejolak kawula muda untuk unjuk diri dan menemukan kebahagiaan.

Fenomena CFW ini pun "menular" ke anak muda sejumlah daerah. Alhasil, ruang publik "dadakan" pun tercipta sebagai media pengaktualisasian diri mereka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ruang Publik

Ruang publik (Public Space) pada dasarnya merupakan tempat yang dapat digunakan oleh masyarakat luas dalam memenuhi kebutuhannya tentunya ruang publik harus mudah diakses tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Menurut Levebvre (1991) ruang publik merupakan ruang sosial yang di dalamnya terjadi interaksi di antara manusia.

Purwanto (2014) mengartikan ruang publik dari 3 sisi, pertama adanya interaksi antar komunitas, kedua dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, ketiga adanya aspek universalitas dapat mempertimbangkan seluruh lapisan masyarakat, baik kelas atas maupun kelas bawah, orang yang normal sampai disable, anak-anak dan dewasa maupun pria dan wanita.

Ruang publik tidak bisa lepas dari unsur komunitas di dalamnya, dan ketika kita bicara komunitas sudah tentu ada interaksi atau hubungan sosial di dalamnya.

Lantas apa kaitan dari ini semua? Ada sebuah benang merah yang dapat ditarik dari uraian sebelumnya bahwa dari hubungan sosial antar manusia akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare society). Kesejahteraan tidak hanya dipandang dari sisi ekonomi saja melainkan dari sisi sosial.

Hal ini sesuai dengan kajian OECD (2011) bahwa modal sosial secara langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. artinya ketika ada interaksi, jejaring maupun kerja sama antarmanusia di dalam maupun antar kelompok, maka kesejahteraan manusia akan lebih mudah tercapai.

Lalu dimana letak peran ruang publik dalam menjawab tantangan tersebut? Keberadaan ruang publik dianggap mampu berkontribusi terhadap kohesivitas suatu komunitas (Holland, et al, 2007). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ruang pubik dapat menyediakan berbagai layanan bagi warganya bukan hanya pada layanan yang sifatnya fisik, tetapi juga kebutuhan yang bersifat spiritual dan psikologis (Shahzad, et al, 2017; Francis, et al, 2012).

Dimensi psikologis dari ruang publik mengacu pada persepsi individu terhadap ruang publik. Bagaimana individu menilai, menginterpretasikan, dan memberikan makna serta bagaimana makna yang diberikan tersebut dapat menemukan sense of community dari penggunanya (Chitrakar, 2016).

Dimensi psikologis lainnya keberadaan kelompok bukan hanya dikaitkan dari sisi kesehatan mental (mental health) saja namun ada hubungannya dengan kesejahteraan individu (well-being). Keberadaan ruang publik terbuka seperti Dukuh Atas dan Situ Rawa Kalong dalam menanggapi fenomena Citayam Fashion Week ini dianggap memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan psikologis seperti kebahagiaan (happiness). 

3 dari 3 halaman

Peningkatan Kebahagiaan

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aspek hedonic well being seperti kebahagiaan akan meningkat seiring dengan tersedianya ruang terbuka publik (Nisa dan Juneman, 2012; Houlden et al, 2018). Ketika seorang individu beraktivitas di ruang publik, maka pengalaman yang didapat dari aktivitas tersebut akan memengaruhi kebahagiaan individu tersebut.

Contohnya, ketika seseorang pergi ke suatu tempat yang menarik untuk dikunjungi bersama teman-temannya, maka akan banyak pengalaman menarik dan positif yang dirasakan, yang pada akhirnya tingkat kebahagiaan individu (subjective well-being) semakin tinggi.

Ross et al (2018) menyebutkan, orang yang bahagia cenderung lebih terhubung dengan lingkungannya. Individu yang bahagia memiliki hubungan personal yang lebih banyak, lebih aktif dalam kegiatan sosial, lebih banyak meluangkan waktu untuk berbicara dengan orang lain, dan semua itu merupakan bagian dari indikator sense of Community.

Kesimpulan dari penelitian Ross ini bahwa individu dengan level kebahagiaan lebih tinggi maka akan memiliki sense of community yang lebih tinggi dari lingkungannya. Oleh karena itu, sudah selayaknya pemerintah daerah setempat menyediakan fasilitas publik tersebut sehingga setiap individu dan masyarakat dapat mengeksplorasi bakat, kemampuan, ide dan gagasan yang dimiliki, sehingga apresiasi setiap individu tersalurkan.

Namun, PR dari ini semua tentulah perlu adanya kerja sama dari masyarakat serta pemerintah sebagai penyedia fasilitas publik. Citayam Fashion Week salah satu bentuk ajang kreativitas perlu didukung. Namun, pemerintah sudah selayaknya menempatkan mereka di tempat yang lebih layak sehingga masyarakat publik lainnya tidak merasa terganggu dengan keberadaan komunitas remaja kreatif ini.

 

Penulis: Dr. Fitri Amalia, M.Si (Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.