Sukses

HEADLINE: Banjir Bandang Kembali Terjang Garut, Kerusakan Hutan Jadi Pemicu?

Garut pernah dilanda banjir bandang parah pada 2016, 33 orang dilaporkan tewas, 20 orang lainnya hilang, dan ribuan rumah rusak. Tak belajar dari pengalaman?

Liputan6.com, Jakarta - Hujan sejatinya berkah, tetapi kerusakan alam membuatnya menjadi musibah. Jumat sore (15/7/2022), hujan deras mengguyur Garut dan beberapa wilayah lain di Jabar dan Jabodetabek. Hujan deras yang tak kunjung berhenti membuat Sungai Cimanuk dan anak sungainya meluap. Selang beberapa jam, air mulai masuk ke permukiman warga di Garut Kota. Tinggi air kala itu mencapai antara 50 sentimeter hingga 4 meter pada Jumat malam. 

"Sungai meluap, ratusan rumah di Kelurahan Ciwalen banjir, air satu sampai tiga meter," kata Dadan, seorang warga kepada Liputan6.com, Jumat malam.

Dadan lantas mengatakan, ratusan rumah di Kelurahan Ciwalen yang terendam banjir beradai di RW 7, 9, 10, 11, dan 12. Bahkan, ketinggian banjir di kawasan padat penduduk Ciwalen terutama dekat rel kereta api Ciwalen mencapai 4 meter.

"Untuk sementara penduduk ditampung di madrasah Bumi Al-Quran Ciwalen, kemudian di masjid Al-Faoz, gang Haji Tosin," katanya. 

Banjir tak hanya menggenangi permukiman warga di Ciwalen, daerah lainnya di Garut, antara lain Sumbersari, Copong, Jalan Bratayuda, Regol, Dayeuhandap, Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota, Padarek, dan Bayongbong juga ikut terendam.

Volume air yang terus meninggi membuat Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut Satria Budi was-was, dia mengingatkan warga yang tinggal di bantaran Sungai Cimanuk dan anak sungainya untuk waspada dan diminta mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

Banjir juga sempat membuat layanan kereta api dari Stasiun Garut Kota dihentikan sementara waktu. Kereta Api Garut Cibatu ke arah Garut dihentikan karena rel tergenang air dan tak bisa dilalui. Sementara di wilayah Tarogong Kidul, Angga Wisesa (38), seorang warga Desa Jayaraga mengatakan, air sudah menggenangi ruas jalan utama pada pukul 22.00 WIB, yang menyebabkan jalur lalu lintas di kawasan Sanding, Jalan Raya Bayongbong-Garut macet total.

"Air sungai Cipeujeuh masuk dan menggenangi jalan raya," katanya.

Listrik kemudian mati, UPJ PLN Garut Kota terpaksa melakukan pemadaman aliran listrik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pemadaman listrik membuat sebagian wilayah Garut malam itu gelap gulita di tengah banjir.

Pemerintah daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat, langsung menetapkan status darurat banjir, setelah 8 kecamatan di wilayah tersebut terendam banjir. "Kita nyatakan dalam keadaan darurat dan kita lakukan langkah kongkret, sekarang ini BPBD juga Satpol PP, Damkar, TNI-Polri sudah berada di lapangan melakukan evakuasi terhadap korban banjir ini," ujar Bupati Garut Rudy Gunawan, Sabtu pagi (16/7/2022).

Rudy mengatakan, hujan deras yang turun sejak Jumat sore menyebabkan seluruh anak sungai penyangga sungai utama Cimanuk Garut meluap dan menggenani permukiman warga. Delapan kecamatan yang terdampak banjir antara lain Cikajang, Bayongbong, Cilawu, Garut Kota, Tarogong Kidul, Banyuresmi, Karangpawitan, dan Cibatu.

"Alhamdulillah tidak ada korban meninggal dunia, tapi kita terus melakukan langkah-langkah penyelamatan," kata Rudy.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Banjir Merusak Fasilitas Vital

Di tengah ancaman hujan yang masih tinggi, Bupati Rudy meminta seluruh warga Garut terutama yang berada di sepanjang Sungai Cimanuk untuk waspada dan mengungsi ke tempat  yang lebih aman. Arahan bupati langsung ditindaklanjuti petugas di lapangan, Pemkab Garut memastikan tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan instansi terkait lainnya telah bergerak menanggulangi daerah yang terdampak banjir.

"Saya sudah kontak BPBD akan segera turun ke lapangan dan seluruh masyarakat, terutama adalah selamatkan jiwa," katanya.

Petugas yang turun di lapangan sudah berupaya membantu evakuasi masyarakat untuk menghindari dampak buruk dari bencana tersebut. Dirinya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan mengikuti arahan dari petugas.

Rudy mengatakan, terjangan banjir yang menggenangi sebagian wilayah Garut Kota dan beberapa daerah penyangga kabupaten, menyebabkan fasilitas air bersih yang berasal dari sumber mata air mengalami kerusakan parah.

"Segera pulihkan dan saya minta dinas teknis bersama TNI-Polri di-back up untuk melakukan pembersihan evakuasi," katanya.

Data terbaru menyebutkan, fasilitas jembatan pipa air bersih yang berada di Nangewer terputus, kemudian pompa produksi air bersih yang berada di sumber mata air Cipulus tidak beroperasi tersendat material banjir.

Akibatnya, pasokan air bersih untuk wilayah Garut Kota dan wilayah Tarogong Kidul dan Tarogong Kaler sebagai daerah penyangga perkotaan Garut terhambat.

Banjir yang melanda Garut juga menyebabkan jembatan utama di daerah Copong Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengalami retak-retak. Retakan itu disebabkan pondasi jembatan terus tergerus arus banjir.

Kepala Unit Kecelakaan (Kanit Laka) Satuan Lalulintas (Satlantas) Polres Garut, Ipda Priyo Sambodo mengatakan, jembatan Copong penghubung jalur Garut-Tasikmalaya via jalur Sudirman itu mengalami kerusakan parah.

"Saat ini Jembatan Copong belum bisa digunakan karena terjadi retakan," katanya, Sabtu (16/7/2022).

Retakan yang terjadi di jembatan, ujar dia, dikhawatirkan semakin parah dengan hadirnya kendaraan yang melintas.

"Saat ini tengah diupayakan evakuasi oleh Dinas PUPR provinsi dan kami mengimbau agar tidak menggunakan jalur Sudirman," katanya. Sebagai antisipasi Polres Garut melakukan rekayasa lalu lintas demi mengurai kemacetan di beberapa titik.

3 dari 5 halaman

BNPB: 20 Desa Terendam, 9 Rumah Rusak Berat

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terdapat 20 desa yang tersebar di delapan kecamatan di Garut yang terendam banjir. Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, banjir Garut disebabkan hujan lebat yang terjadi sejak Jumat (15/7/2022).

Abdul menyampaikan, berdasarkan laporan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB, sebanyak 142 KK atau 451 jiwa terdampak banjir dengan Tinggi Muka Air berkisar antara 10 hingga 70 sentimeter. Sedikitnya, 109 KK mengungsi di RSUD dr Slamet, Sementara warga lainnya memilih mengungsi di rumah kerabat.

"Sedikitnya 9 unit rumah rusak berat, 295 rumah terendam, dan 4 unit fasilitas umum terdampak. Selain itu, Pondok Pesantren Riadul Atfal yang berada di Desa Mekarsari juga terendam," jelas Abdul dikutip dari siaran persnya, Sabtu (16/7/2022).

Adapun 20 desa yang terdampak banjir Garut adalah Desa Cibodas di Kecamatan Cikajang, Desa Peminggir, Desa Kota Kulon, Desa Ciwalen, Desa Muara Sanding, dan Desa Sukamantri di Kecamatan Garut Kota.

Sementara di Kecamatan Tarogong Kidul terdapat 5 desa yang terendam yaitu Desa Sukakarya, Desa Haurpanggung, Desa Sukajaya, Desa Jayawaras, dan Desa Jayaraga.

Kemudian, Desa Panembong dan Desa Mulyasari di Kecamatan Bayongbong, Desa Suci, Desa Suci Kaler, Desa Lengkong Jaya, dan Desa Sindanglaya di Kecamatan Karangpawitan, Desa Sukarati di Kecamatan Banyuresmi, Desa Ngamplang di Kecamatan Cilawu, dan Desa Mekarsari di Kecamatan Cibatu.

Abdul menuturkan, BPBD Kabupaten Garut bersama instansi terkait lainnya langsung mengevakuasi warga ke dataran yang lebih tinggi dan dinilai aman. Selain itu, tim juga terus mendata jumlah warga terdampak dan kerugian yang dialami akibat banjir.

"Hingga siaran pers ini diterbitkan, pendataan terhadap jumlah warga terdampak, pengungsi, dan kerugian masih dilakukan oleh tim gabungan," tutur dia.

Prakiraan cuaca di wilayah Provinsi Jawa Barat diprediksi berpotensi mengalami hujan lebat yang dapat disertai kilat serta angin kencang hingga tiga hari ke depan. Beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat juga dilaporkan terjadi hujan lebat hingga menyebabkan banjir seperti di Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bekasi.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengeluarkan peringatan dini menghadapi potensi ancaman bencana banjir dan longsor. BPBD setempat diimbau untuk meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait, melakukan monitoring secara berkala, serta meningkatkan kegiatan sosialisasi dan edukasi peringatan dini bencana.

"Pemerintah daerah bersama warga juga diharapkan secara rutin dapat membersihkan saluran air, normalisasi sungai, serta melakukan perbaikan dan penguatan tanggul," pungkas Abdul.

Menjadi langganan banjir Garut, warga Kampung Dayeuhandap bahkan diminta pemda untuk pindah ke tempat yang lebih aman. "Kami meminta kepada masyarakat, khususnya yang ada di sepanjang sungai ini, daerah yang dianggap berbahaya, mohon kesadarannya agar pindah ke tempat yang lebih aman," kata Plh Gubernur Jabar Uu. 

Ia menyampaikan terkait usulan dipindahkan itu sudah ditanyakan langsung kepada masyarakat, hasilnya ada yang menerima, ada juga yang menolak, alasannya karena tanah pribadi.

"Saya sudah bertanya ke masyarakat, ada yang mau, ada yang menolak, karena itu tanah pribadi. Namun diminta pindah bukan berarti tanahnya akan diambil oleh pemerintah, akan tetapi demi keselamatan," katanya.

Uu dalam kunjungannya menyerahkan bantuan untuk penanggulangan bencana banjir dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat sebesar Rp198.650.550, kemudian CSR BJB senilai Rp100 juta, selanjutnya bantuan suplai sembako, lauk pauk, air minum, tambahan gizi, kebutuhan anak-anak, selimut, dan alat kebersihan dari BPBD Jabar.

Terkait jembatan penghubung kampung yang terputus akibat banjir, kata Uu, juga akan menjadi prioritas untuk segera diperbaiki agar masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa.

"Sebenarnya pemerintah sudah ada program untuk merevitalisasi sungai ini. Namun dikarenakan adanya jembatan yang hancur, tidak menutup kemungkinan anggaran yang ada akan dialokasikan untuk perbaikan jembatan tersebut," katanya.

 

4 dari 5 halaman

Biang Kerok Banjir

Banjir bandang Garut kemarin membawa ingatan kembali pada kenangan buruk tragedi September 2016, kala itu banjir bandang parah menerjang Garut, bahkan disebut yang paling terparah sepanjang sejarah keberadaan daerah tersebut. Saat itu 33 orang dilaporkan meninggal dunia, 20 orang lainnya hilang tersapu banjir bandang. Tak hanya itu, tercatat 6.300 orang mengungsi dan ribuan rumah rusak terhempas material lumpur yang dibawa banjir.

Saat itu curah hujan yang terjadi di hulu dan bagian tengah bagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk tergolong esktrem. Tapi bukan itu penyebab tunggalnya. Banyak yang menganggap, alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan dan hunian yang marak di hulu sungai menyebabkan 'run off' semakin besar.

Hal inilah yang menjadi faktor signifikan terjadinya banjir bandang di Garut 2016. Belum lagi morfologi Sungai Cimanuk yang berkelok dan bercabang, membuat efek risiko bencana menjadi lebih tinggi.

Lalu, apakah banjir yang terjadi hari ini adalah bukti bahwa perambahan hutan di hulu Sungai Cimanuk masih terjadi? atau ini hanya karena faktor tunggal: hujan ekstrem semata?

Plh Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyebutkan telah mendapatkan informasi adanya pembabatan hutan di hulu sungai sehingga menjadi salah satu terjadinya bencana banjir di Kabupaten Garut.

"Menurut informasi yang kami terima, ada pembabatan hutan (di daerah hulu). Hutan produktif harus rasional sehingga pada saat hujan datang tidak berdampak seperti ini," kata Uu Ruzhanul Ulum saat meninjau daerah terdampak banjir di Garut Kota, Kabupaten Garut, Minggu (17/7/2022).

UU menuturkan langkah penanganan banjir harus dilakukan melalui edukasi masyarakat di wilayah hulu sungai, terlebih adanya laporan bahwa banjir dampak dari alih fungsi lahan di hulu sungai. Ia menegaskan sama pentingnya dilakukan penegakan hukum berupa sanksi terhadap para perusak lingkungan baik perorangan maupun korporasi.

Sementara itu, pengamat lingkungan Universitas Indonesia (UI) Tarsoen Waryono, membenarkan bahwa hulu Sungai Cimanuk sudah lama rusak akibat alih fungsi lahan yang tak sesuai.

"Itu memang benar bahwa di hulunya mengalami kerusakan, mengalami degradasi tapi pemerintah dalam hal ini Perum Perhutani membiarkan. Karena persis di hulunya itu banyak dibuka untuk pertanian seperti kentang, sayur, dan sebagainya," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (18/7/2022).

"Dan itu yang menyebabkan bahwa hujan yang ekstrem itu membawa tanah dan erosi. Sehingga kalau itu erosi besar hujan semakin besar dan lama, terjadinya banjir bandang atau paling tidak material tanah itu dibawa oleh aliran air," sambungnya.

Dia menegaskan, tak masalah jika memang digunakan pertanian. Tetapi harus proposional.

"Berapa yang harus ditanami, berapa yang harus dihijaukan untuk peresapan air," jelas Tarsoen.

Dia berharap, Perum Perhutani dan Pemerintah Daerah Jawa Barat bisa duduk bersama mengatasi penghijauan kembali di hulunya. "Jadi Perum Perhutani harus melakukan antisipasi kemungkinap erosi dan banjir bandang itu terjadi, karena di hulunya persis sekali sama sekali gundul," kata Tarsoen.

 

5 dari 5 halaman

Tanggapan Walhi Jabar

Terkait adanya dugaan pembabatan hutan di hulu Sungai Cimanuk sebagai penyebab banjir Garut, Direktur eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong saat dihubungi Liputan6.com, Senin sore (18/7/2022) mengatakan, Pemda perlu membuka data soal seberapa luas lahan yang dibabat dan dimana, sehingga tidak terkesan hanya melempar isu sepintas saja lalu dilupakan. Meiki mendorong Pemda melakukan langkah konkret, jika memang benar-benar ditemukan ada unsur perusakan lingkungan yang menyebabkan banjir. 

"Jangan juga hanya menyalahkan intensitas hujan yang tinggi, intensitas hujan yang tinggi dalam waktu berhari-hari itu bukti nyata adanya perubahan iklim. Masyarakat kan menganggapnya jadi kok alam yang disalahkan. Padahal bukan alam, sebenarnya ya aktivitas manusia sendiri juga yang menyebabkan pemanasan global dan berujung perubahan iklim," katanya.

Meiki mengatakan, untuk kasus banjir Garut kemarin, pihaknya belum bisa memastikan apa penyebab yang memicu air sungai meluap dan melimpas ke permukiman warga. "Kami belum berani mengatakan bahwa di sana ada alih fungsi lahan sebagai penyebab air sungai meluap. Namun yang pasti sungai tak mampu menampung air hujan sehingga meluap. Kami sedang menginvestigasi," katanya.

Namun berkaca dari peristiwa kelam banjir bandang Garut 2016, Meiki mengatakan, seharusnya pemerintah daerah memetik pelajaran berharga dari peristiwa yang sudah terjadi. Menurut hasil investigasi Polda waktu itu (2016), kata Meiki, penyebab banjir bandang adanya dugaan kegiatan usaha yang banyak mengalihfungsikan lahan di hulu Sungai Cimanuk. Namun demikian, selang beberapa tahun usai kejadian itu tidak ada tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.  

"Harusnya ada tindakan, misalnya upaya yang sifatnya vegetasi atau penghijauan, atau misalnya si pelaku usaha ini tidak boleh melakukan lagi kegiatan besar di situ. Dan tempatnya harus dikembali ke fungsi awal lewat pendekatan vegetasi. Sekarang kan harusnya melihatnya ke situ," katanya

Jika misal pemda dan pihak berwenang sudah melakukan tindakan vegetasi di kawasan Mandalagiri hulu Sungai Cimanuk, yang diduga terjadi perambahan hutan, lalu masih banjir kembali terulang, maka perlu diyakini bahwa banjir memang karena faktor hujan yang ekstrem, selain juga adanya sedimentasi Sungai Cimanuk bertahun-tahun, dan ditambah banyaknya permukiman yang berada di kanan kiri sungai.

"Banjir hari ini menjadi bukti dari perencanaan 10-20 tahun sebelumnya yang tidak memperhatikan faktor lingkungan. Membiarkan misalnya, kawasan permukinan berada di kanan kiri sungai, yang sebenarnya sungai memiliki daya rusak. Di saat dia meluap dia akan limpas," katanya.

Meiki mewakili Walhi Jabar berharap, pada akhirnya pemerintah harus melakukan adaptasi dan mitigasi, agar kejadian serupa tidak terus terulang di kemudian hari. Bentuk adaptasi yang dimaksud adalah dengan menerapkan mitigasi itu sendiri. Yaitu dengan mau tidak mau manusia harus beradaptasi dengan alam, merencanakan praktik-praktik pengurangan risiko bencana, misal dengan menempatkan sistem peringatan dini di hulu sungai. Tentu dengan beragam pendekatan, mulai dari pendekatan teknologi, kelembagaan, dan membentuk komunitas-komunitas yang nantinya bekerja melakukan pemantauan. 

"Tapi yang terpenting, perubahan iklim harus menjadi isu yang perlu diangkat," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.