Sukses

Orang Meninggal Dapat Subsidi Pupuk di Kampar, Kok Bisa?

Kejaksaan Negeri Kampar membongkar mafia pupuk bersubsidi di kabupaten berjuluk Serambi Mekkah Riau itu dan sudah menetapkan tiga tersangka.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar membongkar mafia pupuk bersubsidi di kabupaten berjuluk Serambi Mekkah Riau itu. Penyelewengan pupuk itu menjerat tiga tersangka tapi belum dijebloskan ke penjara.

Penyidik Kejari Kampar beralasan masih menunggu hasil audit dari penyelewengan pupuk bersubsidi itu. Hasil audit ini akan digunakan untuk melengkapi berkas ketiga tersangka.

"Untuk sementara masih menunggu audit," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Kampar Silfanus Simanulang, Rabu siang, 13 Juli 2022.

Pengusutan perkara ini menindaklanjuti perintah Jaksa Agung terkait mafia pupuk bersubsidi di sejumlah daerah. Kejari Kampar menelusuri sejumlah kecamatan di Kampar yang mendapat alokasi pupuk bersubsidi dan menemukan indikasi tindak pidana.

Silfanus menjelaskan, ketiga tersangka berinisial Nr, Gt, dan Dm. Penyidik menemukan bukti cukup terjadinya tindak pidana sehingga meminta pertanggungjawaban ketiganya untuk diproses.

Dalam dugaan penyelewengan pupuk subsidi itu, tersangka Nr berperan sebagai pengecer di Kecamatan Kuok. Sementara, dua tersangka lainnya berperan sebagai tim verifikasi penerima.

"Pupuk bersubsidi yang diusut ini merupakan alokasi tahun 2021," kata Silfanus.

Penelusuran penyidik, Nr tidak hanya mengecer pupuk di Kecamatan Kuok. Penyidik menemukan keterlibatannya mengecer pupuk di sejumlah kecamatan dengan nama berbeda.

Sementara, tersangka Gt dan Dm, diduga tidak memverifikasi secara benar ke lapangan. Padahal seharusnya, penerima memang petani yang berhak.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penerima Meninggal Dunia

Silfanus menjelaskan, penyidik menemukan adanya orang meninggal dunia yang masih menerima pupuk subsidi. Sehingga, tersangka Nr diduga membuat surat pertanggungjawaban fiktif.

Para tersangka diduga memalsukan identitas penerima. Misalnya, nama, alamat, tanggal lahir, dan data lainnya sama dengan pemilik KTP yang sebenarnya tapi foto pada KTP penerima berbeda dengan pemilik sebenarnya.

"Ada beberapa nama yang sudah meninggal bertahun-tahun, tetapi masih masuk dalam daftar penerima," tegas Silfanus.

Silfanus menyatakan, penyimpangan itu tidak akan terjadi kalau verifikasi dilakukan secara benar. Tim verifikasi diduga menggunakan data lama dan mengirimkannya ke tim pupuk bersubsidi di Jakarta.

Selain data, tim juga menemukan penjualan pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi. Dalam setiap penyaluran, tersangka menggelembungkan harga antara Rp50 sampai Rp60 ribu per sak pupuk.

"Kelihatannya kecil, tapi kan yang disalurkan itu berton-ton," ucap Silfanus.

Dugaan penyelewengan pupuk ini berpotensi merugikan negara miliaran rupiah. Angka pastinya akan keluar setelah audit diterima oleh penyidik.

Dalam kasus ini, ketiga tersangka dijerat dengan primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.