Sukses

Nestapa Ribuan Tenaga Honorer Kesehatan di Garut, Habis Manis Sepah Dibuang

Selama pandemi, honorer kesehatan di Garut menjadi orang pertama yang menangani pasien Covid-19, jam kerja mereka semakin padat seiring minimnya tenaga kesehatan.

Liputan6.com, Garut - ‘Habis manis sepah dibuang’ demikian ungkapan yang tepat disematkan bagi ribuan tenaga kesehatan honorer dan nonhonorer Garut, Jawa Barat, seiring rencana pemerintah menghapuskan statusnya tenaga honorer 2023 mendatang.

Setelah berjuang menjadi garda terdepan kesehatan selama masa pandemi Covid-19. Masa depan mereka menjadi suram dengan kebijakan yang dinilai merugikan itu.

“Katanya kami garda terdepan, kok kini jadi terdepak,” ujar Ketua Forum Komunikasi Tenaga Honorer Kesehatan dan Non Kesehatan (FKHN) Garut, Emul Mulyana, Jumat (24/6/2022).

Menurutnya, harapan menjadi Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tinggal angan-angan seiring munculnya kebijakan rencana penghapusan itu.

“Kami melihat banyak tetangga sebelah seperti Guru direkrut menjadi PPPK, masa mereka bisa seperti itu kok kami tidak bisa,” ujar dia kembali menyentil pemerintah.

Selama masa pandemi Covid-19 berlangsung, tugas mereka cukup berat, selain menjadi orang pertama yang menangani pasien Covid-19, jam kerja mereka semakin padat seiring minimnya tenaga kesehatan.

“Banyak tetangga sebelah selama pandemi kerja di rumah, kami justru di rumah sakit, tanggal merah jadi tanggal hitam, kerja tidak tahu siang dan malam, ini malah mau dihapuskan,” ujar dia meradang.

Dengan segudang pengabdiannya, Emul berharap pemerintah mengkaji ulang rencana penghapusan tenaga honorer, terutama honorer kesehatan Garut, dalam struktur penggajian yang dikeluarkan mereka.

“Kami bukan cemburu dengan yang lain, mohon diperhatikan ulang,” kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Usulan dari Daerah

Sebelumnya dalam audiensi bersama ribuan honorer lainnya di Senayan beberapa waktu lalu, pemerintah pusat memberikan arahan hadirnya pengajuan pegawai PPPK dari pemerintah daerah.

“Dasarnya harus dari daerah dulu baru mereka menganggarkan, kalau tidak draf pengajuan Kemenkes akan ditiolak Komisi 9 DPR RI,” ujar dia.

Meskipun tidak seluruhnya diangkat tahun ini, Emul berharap rencana pengangkatan tenaga honorer kesehatan dan non kesehatan Garut bisa dilakukan secara bertahap pemerintah.

“Kami lebih menekankan semua sudah ada kepastian, istilahnya sudah ada daftar tunggu buat kami,” kata dia.

Saat ini anggota tenaga honorer kesehatan dan non kesehatan Garut yang tergabung di FKHN berjumlah 2.568 orang. Rinciannya, sebanyak 2.068 orang dai puskesmas, sekitar 494 dari rumah sakit umum daerah Garut dan 6 orang dari labkesda daerah.

Dalam audiensi yang dilakukan kemarin, selain anggota komisi 4 DPRD Garut, hadir pula Sekretaris Daerah (Sekda) Nurdin Yana, Kepala BKD Garut Didit Fajar Purwadi, Kabid SDK Dinkes Yodi.

3 dari 3 halaman

Tiga Tuntutan

Dalam audiensi yang dilakukan di kantor DPRD Garut kemarin, ada tiga hal yang mereka perjuangkan. Pertama, tambahkan quota PPPK untuk honorer nakes dan non nakes sesuai dengan data SIS DMK berdasarkan alokasi penggajian dari pemerintah pusat.

Kedua, tidak ada pembukaan formasi CPNS/PPPK jalur umum sebelum terangkatnya semua honorer dan non honorer menjadi ASN atau PPPK.

Ketiga, penutup formasi pegawai swasta dan dari pegawai luar wilayah Garut. Keempat, Kepala Dinas Kesehatan dan Pimpinan RSUD menjamin tenaga kesehatan untuk menyampaikan pendapatnya tanpa ada penekanan dan intimidasi.

Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Garut, Karnoto mendukung rencana mereka. Menurutnya, upaya mereka mendapatkan statusnya dinilai tepat sebanding dengan pengabdiannya selama ini.

“Mereka selayaknya diangkat sebagai ASN tanpa test atas pengabdian dan jerih payahnya,” ujar dia.

Untuk mendukung upaya itu, Ia berharap Pemerintah merevisi PP 49 tahun 2018 yang dinilai merugikan pegawai honorer tersebut. “Tidak implementasi dan menimbulkan gejolak di kalangan honorer,” kata dia.

Selama audiensi berlangsung, politikus PKS ini menilai cara menyampaikan aspirasi mereka dilakukan dengan damai, tertib, tanpa mengganggu pelayanan. “Semoga harapan mereka bisa terwujud,” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini