Sukses

Mengintip Pengembangan Kacang Koro Pengganti Kedelai di Garut

Kacang kowas bako biasa masyarakat Garut menyebut, dinilai cocok untuk dikembangkan secara optimal di beberapa wilayah Garut, terutama dengan kandungan air yang rendah.

Liputan6.com, Garut - Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat mulai mengembangkan kacang koro pedang (Canavalia gladiata), sebagai pangan alternatif pengganti kacang kedelai, yang mayoritas masih impor dari luar.

Kepala Bidang Holtikultura Dinas Pertanian Garut Ardy Firdian mengatakan, persoalan ketahanan pangan harus menjadi perhatian semua pihak, di tengah ancaman perubahan lingkungan saat ini.

“Iklim sangat sulit diprediksi berpotensi menimbulkan ancaman kerawanan pangan,” ujar dia dalam penanaman perdana bibit kacang koro pedang di Desa Rancasalak, Kadungora, Garut, Selasa (14/6/2022).

Menurutnya, kehadiran pangan alternatif seperti kacang koro pedang, diharapkan mampu menjadi solusi bagi masyarakat Garut dalam menjaga ketersediaan ketahanan pangan.

“Untuk tahap awal kami akan mencoba beberapa kawasan dalam penanaman kacang koro ini,” kata dia.

Ketua Koperasi Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Paramasera Agus Somamihardja, mengatakan, komoditas kacang koro pedang sudah lama menjadi salah satu tanaman yang tumbuh di wilayah Indonesia.

“Kacang kedelai masuk ke Indonesia sejak abad 17 sementara kacang koro sudah ada sejak abad 14,” kata dia.

Kacang kowas bako, biasanya masyarakat Garut menyebut, ujar dia, dinilai cocok dikembangkan secara optimal di beberapa wilayah Garut, terutama dengan kandungan air yang rendah.

“Saya lihat di pantai selatan yang panas yang tidak bisa ditanam yang lain, ini sangat berpotensi,” kata dia.

Selain digunakan sebagai bahan utama tempe dan tahu, campuran kacang koro pedang, bisa menjadi bahan pangan alternatif pengganti terigu. "Bisa juga digunakan dalam pembuatan kue dan hasilnya bagus," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengganti Alternatif Kedelai

Masa tanam yang hanya 5-6 bulan dengan hasil 7 ton per hektar ujar dia, dinilai memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dikembangkan di daerah dengan tingkat kesuburan rendah. "Biayanya hanya sekitar Rp 15-17 juta per hektar dengan harga jual Rp 7.000 per kilogram," kata dia.

Selain Kadungora, beberapa kecamatan lain yang akan melakukan uji coba pengembangan kacang koro pedang di Garut yakni Cilawu, Malangbong, Pakenjeng, Garut kota. "Total luasan lahan sekitar 5-10 hektar di seluruh kawasan," kata dia.

Saat ini, kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 3,2 juta ton per tahun, dari jumlah itu sekitar 95 persen di antaranya masih diimpor dari luar terutama Amerika Serikat, dan beberapa negara Amerika Selatan.

“Impor kedelai kita sekitar 2,7 juta ton atau Rp 20 triliun setahun, sementara pasokan petani lokal hanya berkisar sekitar 300 ribu ton per tahun,” kata dia.

Selain Garut, untuk tahap awal percobaan, ia telah melakukan penanaman di wilayah Sumedang, Sukabumi, Cianjur bagian selatan hingga Kabupaten Bandung.

“Saya menyarankan ditanam di lahan yang kurang produktif tanpa herus menghikanglan lahan produktif warga saat ini,” kata dia.

Hal senada disampaikan disampaikan Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono. Menurutnya, penggunaan lahan tandus dengan minim cadangan air untuk tanaman kacang koro, mampu memberikan alternatif lahan bagi petani. “Dan tentunya akan terus mengaryakan petani kita di lapangan,” kata dia.

Menurutnya, kehadiran pangan alternatif seperti kacang koro dinilai positif terutama dalam upaya percepatan peningkatan ekonomi masyarakat setelah pandemi Covid-19 yang telah berlangsung dalam dua tahun terakhir.

“Kita memanfaatkan lahan tidur yang ada di Garut supaya bisa ditanami berbagai tanaman yang salah satunya hari ini dengan kacang koro,” kata dia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.