Sukses

Film Dokumenter Before You Eat Ungkap Sisi Kelam Buruh Migran Indonesia di Kapal Asing

Pemerintah dinilai belum serius menangani persoalan perbudakan modern buruh migran Indonesia, khususnya yang bekerja di laut sebagai Anak Buah Kapal (ABK) pencari ikan, yang bekerja di kapal asing.

Liputan6.com, Medan Pemerintah dinilai belum serius menangani persoalan perbudakan modern buruh migran Indonesia, khususnya yang bekerja di laut sebagai Anak Buah Kapal (ABK) pencari ikan, yang bekerja di kapal asing.

Hal tersebut terungkap usai Ikatan Wartawan Online Kota Medan (IWO) Medan yang menggandeng Universitas Medan Area melakukan acara nonton bareng (nobar) dan diskusi film Before You Eat.

Film yang diputar di Gedung Perpustakaan UMA, Rabu, 8 Juni 2022, itu memperlihatkan para ABK Indonesia bekerja tanpa henti, mengonsumsi makanan yang tak layak makan dan aksi perbudakan lainnya. Meski telah bekerja mati-matian, hak mereka berupa gaji tak diberikan.

Tenaga mereka dimanfaatkan oleh oknum-oknum licik yang mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Aksi-aksi tak terpuji dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) ini terungkap dalam pemutaran film dokumenter Before You Eat tersebut.

Film yang di Sutradarai Kasan Kurdi, diproduksi oleh SBMI dan didukung oleh Greenpeace Indonesia, terlihat gamblang bagaimana kekejaman yang dialami oleh para ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal asing.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ditonton Ratusan Mahasiswa

Pemutaran film di Gedung Perpustakaan UMA disaksikan sekitar seratusan penonton yang dihadiri mahasiswa UMA, USU, Unimed, Unpri, HNSI Sumut dan Medan, serta komunitas lainnya yang ada di Kota Medan.

Mereka menyaksikan kekejaman yang terjadi. Apalagi di saat ada ABK yang sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jasadnya pun harus dibekukan hingga kapal sandar ke daratan. Butuh waktu 2 bulan lebih agar jasad ABK yang meninggal dikembalikan ke keluarganya.

Bahkan, ada jasad yang dimakamkan di laut dengan cara ditenggelamkan. Selain perbudakan, juga terjadi pengerusakan lingkungan karena kapal-kapal itu mengambil ikan dengan jumlah yang sangat banyak tanpa dibatasi.

Setelah nonton bareng, muncul sejumlah gagasan dalam diskusi dengan tema “Perbudakan Modern di Laut dan Perikanan Ilegal, Apa yang Bisa Publik Lakukan?”. Anggota DPD RI, Deddy Iskandar Batubara menjelaskan, pemerintah harus benar-benar menerapkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017, tentang pekerja migran Indonesia.

"Pemerintah belum maksimal dalam menuntaskan masalah buruh migran ABK kapal ini. Dalam sisi ini, pemerintah seperti tidak memberikan perhatian kepada warga negaranya. Harus ada perhatian sosial, dan perlawanan sosial untuk mengentaskan masalah ini," ucapnya.

3 dari 4 halaman

Regulasi Penuhi Hak Pekerja Migran

Disebutkan Deddy, regulasi yang ada sudah memenuhi hak seluruh buruh migran. Namun faktanya, negara tidak bisa hadir sepenuhnya pada semua posisi untuk membela rakyatnya.

"Harus dilakukan pemahaman kepada masyarakat agar mengetahui detail tentang apa yang mereka terima dan lakukan saat memutuskan diri untuk menjadi pekerja migran.

Wakil Rektor III Universitas Medan Area, Rizkan Zulyadi menjelaskan, para penegak hukum harus aktif dan benar-benar menjaga kedaulatan negara di laut. "Kita harus bicara hukum ini. Kalau manusianya sudah benar, pasti sistemnya benar," tegasnya.

4 dari 4 halaman

Menghadirkan Fakta Lewa Film

Perwakilan dari Greenpeace Indonesia yang juga merupakan executive producer dari film Before You Eat, menjelaskan film ini menghadirkan fakta yang sebenarnya dan itulah yang terjadi dengan para ABK kita yang bekerja di kapal asing, bagaimana jam kerja mereka yang tak kenal waktu, gaji yang diterima juga tidak sesuai dan juga hal-hal lainnya.

"Selain para agen yang hanya memberikan janji-janji manis terhadap para ABK, para ABK yang menjadi korban perbudakan kapal ikan asing ini juga harus membayar banyak uang, untuk meloloskan berkas mereka, agar mereka bisa bekerja ke luar negeri, dengan harapan bisa mengubah ekonomi keluarga," sebutnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.