Sukses

5 Santri di Tarakan Diduga Jadi Korban Kekerasan Pengajar Pesantren

Menteri PPPA mengapresiasi keberanian korban santri anak yang usianya sekitar 8 - 12 tahun yang mengungkap kasus pencabulan yang dialaminya

Liputan6.com, Tarakan - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga sangat menyesalkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang pengajar laki-laki di pondok pesantren di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, dengan korban lima santri laki-laki.

"Sangat menyedihkan masih terjadi kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dari segala bentuk kekerasan. Tugas pendidik bukan hanya memberi ilmu, tetapi juga memberikan didikan dan contoh perilaku baik, sopan santun bagi anak murid atau santri serta memberikan perlindungan terhadap anak dari segala jenis kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran dan diskriminasi hak dasar anak di seluruh lembaga pendidikan," kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat, dikutip Antara.

Menteri PPPA mengapresiasi keberanian korban santri anak yang usianya sekitar 8 - 12 tahun yang mengungkap kasus pencabulan yang dialaminya, sehingga pelaku dapat segera ditahan oleh Polsek Tarakan Utara.

Menteri juga memberikan apresiasi atas respons cepat polisi dan berharap agar pelaku dihukum berat agar ada efek jera bagi pelakunya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelaku Pencabulan

Bintang mengingatkan agar orang tua tidak malu untuk melapor karena pelaku pencabulan seksual bagi anak, kebanyakan dulunya adalah korban sehingga setiap korban anak harus mendapatkan terapi agar tidak terulang di kemudian hari.

Menteri juga meminta pada pihak sekolah maupun pondok pesantren, lembaga pendidikan berbasis asrama dan keagamaan agar dapat melakukan rekrutmen pada pengajar, tidak hanya melihat secara keilmuan, tapi juga perlu tambahan asesmen psikologi kepada para pengajar untuk memastikan pencegahan dan menjamin perlindungan terjadinya kekerasan seksual terhadap murid maupun santri, baik di sekolah maupun pondok pesantren.

Pelaku berinisial RD (22) mengaku lupa jumlah korbannya karena banyaknya aksi pencabulan yang dilakukannya sejak tahun 2016 hingga kini.

Polisi menduga jumlah korban lebih dari lima santri laki-laki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.