Sukses

Aksi Anak Muda Bandung Ingatkan Dampak Perubahan Iklim

Sejumlah anak muda menggelar aksi damai menyuarakan isu perubahan iklim diakibatkan kerusakan lingkungan, di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Jumat (25/3/2022) sore.

Liputan6.com, Bandung - Sejumlah anak muda menggelar aksi damai menyuarakan isu perubahan iklim diakibatkan kerusakan lingkungan, di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Jumat (25/3/2022) sore sekitar pukul 17.00 WIB.

Sambil menampilkan aneka poster aspirasi kepada pengendara yang melintas di depan mereka, yel-yel bertema cinta lingkungan pun terdengar nyaring.

"Kalau kau cinta bumi teriak bumi! Kalau kau cinta bumi dan ingin menjaganya, mari kita bersama teriak bumi," ajak Adziqa Ammara, lewat pengeras suara yang dijawab peserta lain dengan meneriakan 'bumi' secara serentak.

Aksi tersebut digelar juga di kota-kota lain seperti di Semarang, Jakarta, Serang, Cirebon, Makassar dan daerah lainnya di Indonesia. Gerakan ini merupakan bagian dari gerakan Global Climate Strike.

"What do you want? Climate justice!

When do you want it? Right now!

"Sekarang kita sedang melakukan aksi mengingatkan bahwa bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Kita sedang berjuang melawan iklim yang memburuk setiap harinya," teriak Adziqa.

Adziqa mengatakan, saat ini kondisi lingkungan secara global sedang tidak baik-baik saja, termasuk di Indonesia. Kerusakan lingkungan dipicu beragam bentuk, di antara eksploitasi alam untuk kepentingan ekonomi.

"Kebijakan pemerintah yang ada sekarang lebih mengedepankan kepentingan penguasa, tetapi tidak mementingkan keluarannya (dampak) pada masyarakat, dampak pada bumi. Banyak yang merusak lingkungan," katanya kepada Liputan6.com.

Saat pandemi, pencemaran lingkungan juga terus terjadi. Misalnya, akibat pengelolaan limbah medis seperti masker yang tidak baik. Dari sejumlah kajian yang mereka baca, kata Adziqa, ada jutaan masker yang terbuang setiap harinya. Timbunan sampah itu akan sangat berdampak pada bumi saat ini juga di kemudian kelak.

Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan kondisi cuaca di Indonesia termasuk di Jawa Barat menjadi lebih tidak menentu dan ekstrem. Akibatnya, ancaman bencana seperti banjir atau longsor terus mengancam.

"Karena itu kita semua harus sadar untuk berupaya menjaga bumi, banyak perilaku kita yang merusak," katanya.

Dengan aksi tersebut, mereka bukan hendak menunjukkan diri sebagai yang paling sadar, tapi mengajak bersama-sama agar saling menyadarkan dan menjaga kelestarian bumi.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bandung

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keadilan Iklim dan Lingkungan

Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat turut terlibat dalam aksi damai itu. Di antaranya, Manajer Edukasi Walhi Jawa Barat, Haerudinas.

"Walhi sangat mendukung apa yang dilakukan oleh teman-teman muda ini. Setiap generasi berhak mendapatkan keadilan iklim, keadilan lingkungan," katanya.

Haerudinas menegaskan, semua orang termasuk generasi muda berhak mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Ia memandang gerakan Global Climate Strike adalah komitmen untuk menagih hak lingkungan yang layak.

"Mereka memang harus terlibat dalam konteks menyuarakan apa yang mereka rasakan. Persoalan lingkungan adalah persoalan semua kalangan," katanya.

"Ilustrasinya, di Kota Bandung sendiri kerap banjir di sejumlah titik. Ketika banjir semua akan terdampak, banjir tidak memandang atau membeda-bedakan orang," lanjutnya.

Jika tak ada perubahan, Jawa Barat disebut akan terus direpotkan oleh bencana ekologis. Haerudinas mengatakan, bencana ini dipicu oleh aktivitas manusia, eksploitasi alam yang berlebihan. Yang berperan besar dalam tindakan yang berlebihan itu adalah pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.

"Bencana ekologis itu bencana yang terakumulasi akibat aktivitas manusia yang berlebihan," katanya.

Aktivitas berlebihan ini, lanjut Haerudinas, tentunya dilakukan oleh mereka yang memiliki power, pihak-pihak yang memiliki akses informasi atas sumber daya alam, lalu mengeksploitasi secara serakah.

"Bencana ekologis itu ada kaitannya dengan aktivitas, kebijakan, yang selama ini diagendakan oleh pemerintah," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.