Sukses

Puluhan Hektare Lahan Diduga Diserobot Perusahaan, Warga Transmigrasi di Jambi Mencari Keadilan

Warga transmigrasi Desa Pandan Sejahtera, di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, bersengketa lahan dengan perusahaan perkebunan sawit, PT Indonusa Agromulia, anak usaha Indonusa Group. Diduga lahan usaha II yang warga peroleh, kini malah tergarap perusahaan.

Liputan6.com, Jambi - Duduk di sebelah kanan pengacaranya, M Kasim (62), warga Desa Pandan Sejahtera, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjungjabung Timur, Jambi, kembali mengingat saat dirinya ditetapkan tersangka setahun silam. M Kasim yang hanya petani biasa dan buta hukum, sampai sekarang masih bingung kenapa dia dilaporkan perusahaan hingga kemudian menyandang status tersangka.

"Sampai sekarang saya masih tidak tahu kenapa dilaporkan perusahaan. Lha wong waktu itu saya cuma gantikan anak ikut gotong royong," kata M Kasim saat menceritakan kronologi dugaan kriminalisasi di posko pengaduan kantor Walhi Jambi, Senin 24 Januari 2022.

M Kasim ketika itu pada 25 Maret 2020 ikut gotong royong di lokasi lahan usaha II. Lahan yang diperoleh warga sejak tahun 2005 itu diperuntukan bagi warga transmigrasi. Namun, diduga perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Indonusa Agromulia, anak usaha Indonusa Group menggarap lahan usaha warga itu.

Warga transmigrasi itu bersengketa lahan dengan perusahaan. Warga transmgirasi di Desa Pandan Sejahtera, berulang kali protes. Mereka berusaha mempertahankan lahan dengan cara memagarinya.

Namun, humas perusahaan M Hatta malah melaporkan M Kasim ke polisi. Pada 9 Juni 2020 terbit surat penetapan tersangka. M Kasim, jadi tersangka terjerat UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 4 tahun.

Saat ini, kasus M Kasim telah memasuki tahap pelimpahan ke Kejaksaan Negeri Tanjungjabung Timur. Pihak kejaksaan lantas menawarkan langkah restorative justice. Namun, langkah ini tidak menemui titik temu antara keduanya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, sebuah lembaga nirlaba yang mendampingi M Kasim dan warga transmigrasi yang bersengketa dengan perusahaan, menemui kejanggalan karena perusahaan diduga telah mengkriminalisasi petani.

"Mereka (warga) tidak melakukan perusakan apa pun, hanya pemagaran. Dan kegiatan itu dilakukan di wilayah berdasarkan SK transmigrasi," kata Ramos Hutabarat, penasehat hukum dari Walhi Jambi.

Permasalahan hukum yang dialami M Kasim menurut Ramos, adalah salah satu dari sekian banyaknya dugaan kriminalisasi yang terjadi pada petani yang sedang memperjuangkan haknya. Ramos menilai, perusahaan yang memiliki kekuatan finansial dapat melaporkan masyarakat yang berani memperjuangkan haknya.

Ramos mengatakan, timnya akan menempuh jalur hukum dengan melayangkan gugatan perdata dalam perkara sengeketa lahan ini. Tim penasihat hukum akan menggugat perusahaan karena telah menyerobot lahan usaha warga transmigrasi.

"Masyarakat punya hak berdasarkan SK transmigrasi yang mereka pegang. Tapi pihak perusahaan tidak pernah bergeming," ujar Ramos.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lahan Usaha Transmigrasi

Warga Desa Pandan Sejahtera, berulang kali protes. Mereka mempertahankan lahan usaha II bersumber dari peta rancang kaveling pada 2005 dengan luas 21 hektare berdasarkan peta rancang kaveling yang dikeluarkan Dinas Naker Transmigrasi Provinsi Jambi pada tahun 2005. Satu keluarga mendapatkan jatah 1 hektare yang dibagikan pada 2006.

"Kami mendampingi warga Desa Pandan Sejahtera sejak tahun 2018 terkait dengan hak atas tanah lahan usaha II sebanyak 21 KK atau seluas 21 hektare," kata Staf Walhi Jambi Ginda Harahap.

Indonusa Agromulia--anak usaha Indonusa Group masuk di Kabupaten Tanjungjabung Timur pada 2009. Indonusa Agromulia mendapatkan izin lokasi berdasarkan SK Bupati Tanjungjabung Timur Nomor 378/2007 seluas 10.670 hektare di Kecamatan Geragai.

Perusahaan mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tertanggal 8 Juni 2010 seluas 6.095 hektare dengan status operasional. Hingga akhirnya pada tahun 2013 perusahaan mendapatkan izin HGU dari pemerintah. Atas dasar itulah perusahaan menggarap lahan usaha II milik warga.

Warga transmigrasi itu hakulyakin lahan usaha II yang diserobot perusahaan itu adalah hak mereka. Dari awal warga telah menguasai lahan itu untuk rintis rancang kaveling tahun 2005. Namun, saat akan menggarap, ternyata lahan yang dimaksud telah digarap perusahaan.

Perjuangan M Kasim dan warga Pandan Sejahtera sejak tahun 2013 ketika perusahaan mendapatkan izin HGU. Masyarakat yang memiliki alas hak tanah berdasarkan SK transmigrasi sejak 2005, mendapati lahannya diserobot oleh perusahaan.

"Kami warga transmigrasi angkatan 2002. Kami sudah berungkali mengadu ke mana-kemana, tapi tidak menemui titik temu," kata Suarno, warga transmigrasi Desa Pandan Sejahtera.

Sementara itu, Humas PT Indonesia Agromulia M Hatta membantah kalau perusahaan menyerobot lahan usaha II transmigrasi warga Desa Pandan Sejahtera. Perusahaan menggarap lahan, kata Hatta, berdasarkan pelepasan hak dari masyarakat ke perusahaan melalui Koperasi Sawit Resa Jaya pada 2008.

"Apa yang menjadi kedudukan hukum atau legalitas warga mengklaim lahan, tapi mereka tidak bisa memperlihatkan. Pak Kasim dan kawan-kawan berujar bahwa mereka dapat membeli dari warga," kata Hatta.

Perusahaan akan tetap mengacu pada kesimpulan rapat tahun 2015. Pada poin ketiga, disebutkan Hatta, bagi para pihak yang tidak bisa menemukan mufakat untuk menempuh jalur hukum. Artinya boleh menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata.

"Kalau mau kita duduk lebih elegan ya, mari kita selesaikan dengan jalur hukum. Saya sampaikan kalau warga ada dasar bisa membuktikan secara yuridis terhadap objek lahan, ya monggo kita selesaikan di pengadilan," ujar Hatta.

"Pada prinsipnya perusahaan siap digugat secara perdata, yang penting ada kepastian hukum dan melalui jalur hukum," sambung Hatta.

Kini di tengah dugaan upaya kriminalisasi terhadap petani yang sedang berjuang, warga transmigrasi yang merasa juga mempunyai legalitas dan hak, menyatakan akan terus berjuang. Hanya satu yang mereka inginkan.

"Kami hanya ingin lahan kami kembali, ini hak kami dari program transmigrasi," ujar Suarno.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.