Sukses

Polemik Bupati Garut Rudy Gunawan dengan Lulusan IPDN Berbuntut Panjang, Ada Apa ?

Pernyataan Bupati Garut Rudy Gunawan yang menyebut kinerja para pejabat lulusan IPDN sangat buruk mengundang polemik di masyarakat.

Liputan6.com, Garut - Polemik Bupati Garut Rudy Gunawan dengan bawahannya, yang berasal dari lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), berbuntut panjang.

Keluhan Rudy mengenai buruknya kinerja para pejabat lulusan IPDN mendapat tanggapan beragam masyarakat. "Saya tidak menghina itu (IPDN), siapa yang merasa terhina, siapa yang menghina seperti itu," ujar Rudy, Selasa (4/1/2022).

Menurut Rudy Gunawan, polemik antara dirinya dengan para pejabat lulusan IPDN, sengaja digulirkan para pihak yang tidak sejalan dengan pemerintahannya. "Yang ada di sini (Sekretariat Daerah) kan ada orang-orang lulusan STPDN saya juga tahu kok," kata dia.

Kritikan mengenai buruknya kinerja IPDN atau STPDN di pemerintahan daerah (Pemda) Garut, dimaksudkan untuk memberikan motivasi bagi mereka, sebagai lulusan sekolah pemerintahan dalam negeri, agar memberikan pelayanan optimal bagi warga.

"Saya mengatakan yang suka pindah-pindah itu adalah STPDN, satu tahun di BKD (Badan Kepegawain Daerah) dua kali pindah konteksnya kan jelas," katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Fokus Berkarier

Curhatan politisi Partai Geindra mengenai hobi lulusan IPDN yang kerap pindah jabatan itu, diharapkan menjadi cambuk bagi mereka untuk tidak hanya fokus memikirkan karier, namun yang lebih utama adalah pelayanan masyarakat.

"STPDN itu tidak boleh pindah-pindah," kata Rudy.

Rudy mengakui, saat ini pemda Garut mendapat jatah tiga orang setiap tahun lulusan IPDN atau STPDN, sebagai staf atau pegawai Pemda Garut, sementara cakupan wilayah serta beban kerja terbilang berat.

"Sekarang ada aturan yang bisa menjadi camat itu harus lulusan sekolah pemerintahan atau Diklat khusus, nah kita kan kurang, setahun hanya tiga, sementara ini pindah-pindah terus," ujar dia.

Di tengah upaya pemulihan ekonomi dan pelayanan kepada masyarakat saat pandemi Covid-19, Rudy berharap agar polemik itu segera diakhiri.

"Sudahlah hentikan," pinta dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.