Sukses

Sosok Misterius Guru Ngaji Cabul di Mata Warga Sekitar Pesantren

Rumah yang dikelola yayasan pesantren pimpinan HW (36), terdakwa pemerkosa 12 santri, terdapat garis polisi di bagian depan bangunan.

Liputan6.com, Bandung - Bangunan rumah bercat krem di Kota Bandung tampak sepi, Kamis (9/12/2021) siang. Rumah berlantai dua yang dijadikan pondok pesantren itu tampak tidak terurus dan bagian pintu rumah terkunci rapat.

Pantauan Liputan6.com, rumah yang dikelola yayasan pesantren pimpinan HW (36), terdakwa pencabulan 12 santri, terdapat garis polisi di bagian depan bangunan. Terlihat juga rumput tinggi tumbuh di sekitar bangunan.

Tidak ada aktivitas apa pun di lembaga pendidikan keagamaan tersebut. Menurut petugas keamanan, Hendar Hardiman (40), sudah sekitar delapan bulan sejak kejadian penangkapan HW, tidak ada kegiatan keagamaan di rumah tersebut.

"Kejadiannya (penangkapan) kan tidak lama setelah lebaran. Saya juga kaget HW dibawa oleh polisi," ucapnya.

Menurut Hendar, sosok HW sebagai kiai haji tidak sering menetap di rumah tersebut dan lebih banyak tinggal di Cibiru. "Dia orangnya pendiam, jarang tinggal di sini. Sebelum ditangkap, sempat ngasih THR sama kita," katanya.

Diketahui, HW menggunakan rumah tersebut sebagai tempat yayasan pesantren sejak 2016. Hendar sendiri kerap melihat beberapa santri perempuan melakukan kegiatan bersih-bersih, menyiram tanaman, hingga menjemur pakaian.

"Rumahnya dikasih pinjam oleh seseorang yang tinggal di Jakarta. Katanya sih rumah itu boleh dipakai asalkan untuk kegiatan yang positif seperti mengaji," kata Hendar.

Hendar menuturkan, aktivitas di rumah tersebut seperti biasa. Di mana para santri menjalankan kegiatan keagamaan, salah satunya mengaji.

"Ada sekitar 15an murid di sini. Mereka memang tinggal di sini, tidur di sini. Rumahnya kan dua lantai, ada tempat tidur yang bisa berderet ke atas gitu," cetusnya.

Hendar mengatakan, para santri yang menetap di rumah tersebut tidak banyak berinteraksi dengan warga lain. Ia pun tak menyangka bila pelaku HW tega melakukan aksi cabul yang selama ini dikenal tidak banyak bicara itu.

"Kalau ketemu santri enggak pernah curhat apa-apa (mungkin) diancam. Kalau ada yang ngobrol sama warga biasanya langsung disuruh pulang, ditelepon langsung (oleh HW)," ujarnya.

Selain Hendar, satpam lainnya Agus Mulyana (38), mengaku terkejut saat mengetahui HW ditangkap polisi karena pencabulan santri yang berujung pada kehamilan. Menurutnya, sosok HW selama ini dikenal pendiam dan jarang bersosialisasi dengan warga.

"Orangnya enggak banyak bicara, cuma dia jarang tinggal di sini, hanya beberapa hari. Pas saya datang meminta iuran, dia bilang tinggal di Cibiru," kata dia.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Detik-Detik Penangkapan

Agus menuturkan, penangkapan HW terjadi pada 18 Mei 2021. "Pagi-pagi jam 8 itu ada dua mobil patroli petugas katanya mau patroli," katanya.

Kemudian, sekitar pukul 12 siang, sejumlah rombongan polisi datang. Ada yang menggunakan mobil, truk, dan bus.

"Mereka bilang mau menangkap pelaku. Saya kaget karena pelakunya ada di yayasan. Penangkapannya kurang lebih sekitar pukul 13.00," tutur Agus.

Agus menyaksikan penangkapan HW. Pria yang tengah menjalani persidangan itu ditangkap dengan tangan diborgol.

"Pakai ripet (borgol). Selain itu, istri dan mertuanya dibawa ke Polda Jabar. (HW) Tampak tenang saja waktu ditangkap," katanya.

Selain membawa HW, polisi juga mengangkut para santri yang tinggal di rumah tersebut. Bus yang dibawa polisi digunakan untuk membawa santri dari kediaman pelaku. "Ada sekitar empat siswa yang dibawa," katanya.

Selama penangkapan berlangsung, Agus diminta petugas untuk tidak mendokumentasikan. "Waktu itu minta jangan dibocorin. Kita juga enggak sempat merekam," ujarnya.

Dalam kasus ini, jaksa Kejari Bandung mendakwa terdakwa HW dengan pasal berlapis, yakni Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 tahun penjara.

Dan juga didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.