Sukses

Sidang Penipuan Investasi Rp84 Miliar, Pengacara Nilai Dakwaan Jaksa Dipaksakan

Pengadilan Negeri Pekanbaru menyidangkan penipuan investasi sebesar Rp84 miliar dengan lima terdakwa dengan agenda pembacaan keberatan terhadap dakwaan jaksa Kejari Pekanbaru.

Liputan6.com, Pekanbaru - Pengadilan Negeri Pekanbaru menggelar sidang dugaan penipuan investasi Rp84,9 miliar. Ada empat terdakwa dalam kasus yang pernah ditangani Mabes Polri ini.

Mereka adalah Bhakti Salim selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP, dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP.

Selain empat nama tersebut, perkara ini juga menjerat Maryani selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (penuntutan terpisah).

Sidang ini sudah masuk pada agenda eksepsi atau pembacaan keberatan terdakwa terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Pekanbaru. Syafardi selalu kuasa hukum menyampaikan keberatan dakwaan kepada majelis hakim yang diketuai Dahlan SH.

Syafardi menyatakan, dakwaan JPU tak memenuhi syarat formil dan materil. Dia menilai perkara ini bukanlah pidana melainkan perdata yang masuk kategori wanprestasi.

Menurut Syafardi, perkara ini terkait perjanjian sehingga proses hukumnya harus ditempuh secara perdata. Sementara penerapan Pasal 378 dan pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penggelapan merupakan pemaksaan.

Investasi, tambah Syafardi, merupakan perjanjian yang dibuat pelapor dengan para terdakwa atas kesadaran masing-masing tanpa ada paksaan. Sehingga dakwaan penipuan dan penggelapan dinilai tidak relevan.

"Terkesan dipaksakan karena dari awal tidak ada perbuatan tipu muslihat yang dilakukan oleh para terdakwa kepada para pelapor," tegas Syafardi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Cermat

Menurut Syafardi, ini juga sejalan dengan putusan pengadilan Nomor 1601 K/Pid/1990. Putusan tersebut menyatakan, perbuatan yang mengakibatkan gagalnya perjanjian, maka akibat hukum yang timbul ialah wanprestasi yang merupakan ranah hukum perdata.

"Pandangan ini juga terdapat pada beberapa putusan lainnya," kata Syafardi.

Syafardi juga menilai dakwaan JPU salah dalam menempatkan locus delicti atau lokasi dugaan terjadinya tindak pidana. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut locus delicti perkara ialah di Jalan Mawar Nomor 55 RT 33 RW 02, Kelurahan Padang Terubuk, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru.

Sementara, menurut Syafardi, berdasarkan data administrasi Kota Pekanbaru, RT 33 RW 02, Kelurahan Padang Terubuk, Kecamatan Senapelan tidak ada.

"Locus delicti ialah syarat materil yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, jikaperumusan locus delicti tidak jelas, tidak lengkap dan tidak cermat menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum," imbuhnya.

Sebagai informasi, perjanjian investasi antara terdakwa dengan korban terjadi pada tahun 2016. Korban mengaku ditawarkan investasi dengan bunga 9 persen sampai 12 persen per tahun, dengan cara menjadi pemegang promissory note WBN dan TGP.

Dari awal, perjanjian ini berjalan mulus. Selanjutnya pada tahun 2019 mulai tidak terbayar karena para terdakwa beralasan karena pandemi Covid-19. Pelapor yang merasa rugi Rp84,9 miliar kemudian melapor ke Mabes Polri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.