Sukses

Menanti Sanksi Hukum 13 Tersangka Dugaan Korupsi Rumah Sakit Batua Makassar

Kejati Sulsel menyatakan berkas 12 orang tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar telah dinyatakan rampung (P21).

Liputan6.com, Makassar Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) akhirnya menyatakan berkas 12 orang tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar telah lengkap (P21).

"Iya betul dari 13 orang tersangka, ada 12 tersangka yang berkas perkaranya sudah dinyatakan P21 (lengkap). Seorang lagi tersangka inisial AEHS dipulangkan karena belum lengkap," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Idil via telepon, Rabu (17/11/2021).

Berkas tersangka AEHS yang kabarnya berperan sebagai broker pekerjaan proyek pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar itu, dikembalikan ke penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel lantaran ditemukan adanya kekurangan kelengkapan materiel.

"Berkas perkara AEHS belum lengkap, dikembalikan untuk dilengkapi karena ada kekurangan kelengkapan materil," jelas Idil.

Terpisah, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan, dengan dinyatakannya berkas 12 orang tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar oleh Jaksa Peneliti Kejati Sulsel itu telah lengkap (P21), maka pihak Penyidik Subdit Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel juga seharusnya tidak mengulur-ulur waktu melakukan pelimpahan tahap dua atau melimpahkan tersangka beserta barang buktinya.

"Demikian juga berkas seorang tersangka yang dipulangkan karena belum lengkap, maka penyidik Polda Sulsel harus juga bersemangat untuk segera melengkapinya dan melimpahkannya kembali untuk diteliti ulang oleh Jaksa Peneliti," kata Kadir.

Ia yakin penyidik pasti mampu melengkapi berkas perkara seorang tersangka inisial AEHS yang diketahui sebagai broker pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar itu tanpa berlama-lama.

"AEHS kan sudah ditetapkan sebagai tersangka, sehingga alat bukti pendukung yang melekat sudah tentu lebih awal telah dimiliki oleh penyidik. Makanya penyidik yakin dan menetapkan AEHS ini sebagai tersangka dan itu telah melalui gelar perkara juga," terang Kadir.

Di sisi lain, Kadir juga berharap kepada Jaksa Peneliti agar tidak terkesan memberikan petunjuk-petunjuk tambahan yang bersifat buntu guna pemenuhan kelengkapan berkas tersangka yang dinyatakan belum lengkap.

"Kami yakin jika kedua lembaga penegak hukum ini punya komitmen yang sama untuk membawa perkara dugaan korupsi Rumah Sakit Batua ini hingga ke persidangan, maka tak ada yang rumit dan seluruh yang terlibat tentu akan diseret hingga pengadilan tipikor. Sejak awal penyidikan kan sudah melibatkan semua pihak mulai dari KPK, BPK, Mabes Polri/ Polda Sulsel hingga pihak Kejati Sulsel sendiri. Jadi saya kira semua sudah klop," ungkap Kadir.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sesalkan Para Tersangka Tak Ditahan

Sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel sebelumnya ramai-ramai mendorong agar para tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar itu ditahan.

Sejak penetapan tersangka hingga kemudian proses penelitian berkas perkara di Kejaksaan, 13 orang tersangka tak pernah ditahan oleh penyidik Subdit Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel.

"Ini yang kami sesalkan. Kerugian negara yang ditimbulkan capai Rp22 miliar lebih dan tak ada pengembalian, malah para tersangka seakan ditoleransi tak ditahan," ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi, Kadir Wokanubun.

Sikap penyidik Polda Sulsel yang tidak menahan para tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar di tingkat penyidikan hingga pelimpahan tahap dua nantinya, kata Kadir, dapat berpotensi para tersangka tak akan ditahan seterusnya baik di tahap penuntutan ke depannya hingga saat pelimpahan perkara ke Pengadilan nantinya.

"Jika betul ini terjadi nantinya. Pihak Kejaksaan misalnya juga tak lakukan penahanan di masa penuntutan sebagaimana dicontohkan awalnya oleh penyidik kepolisian di tahap penyidikan, maka jangan heran ketika tiba di pengadilan juga bisa berlaku sama. Kalau begini kan, artinya betul-betul para tersangka di kasus Rumah Sakit Batua ini dapat perlakuan istimewa. Kita tetap harap prediksi ini jangan sampai terjadi," terang Kadir.

Ia berharap Kejati Sulsel berlaku tegas nantinya pada saat pelimpahan tahap dua perkara tersebut dilakukan oleh penyidik Polda Sulsel.

"Tahan semua tersangka agar mempermudah perampungan berkas penuntutan dan segera limpah ke pengadilan untuk disidangkan ketika berkas dakwaan atau penuntutannya sudah rampung," ujar Kadir.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti mengejar perbuatan pelaku-pelaku berikutnya dalam kegiatan yang merugikan keuangan daerah Kota Makassar tersebut.

"Kita tidak akan sisakan pelaku-pelaku yang ada. Semua yang diketahui turut serta dalam menyebabkan terjadinya kerugian negara kita akan mintai pertanggungjawaban hukum. Silahkan teman-teman memonitor dan sama-sama mengawal kasus ini hingga tuntas dengan utuh," ujar Widoni dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan RS. Batua, Makassar di Mapolda Sulsel, Senin 2 Agustus 2021.

Ia mengungkapkan, dari hasil penelusuran oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan ada aliran dana-dana proyek yang mengalir pada orang-orang yang dituju dan hal itu yang menjadi pertimbangan mereka menjadi tersangka.

"Setelah itu kami belum bisa ngomong terlalu jauh lagi mengenai aliran dana itu ke mana selanjutnya. Kita tunggu saja hasil pengembangan penyidikan berikutnya," jelas Widoni.

 

3 dari 4 halaman

Telan Anggaran hingga Ratusan Miliar

Pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar kabarnya telah menelan anggaran sebesar Rp120 miliar lebih. Meski yang berproses hukum saat ini baru sebatas penggunaan anggaran pembangunan tahap pertama yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

Ketua Komisi D DPRD Makassar, Abdul Wahab Tahir jauh sebelumnya mengungkapkan bahwa pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar telah mendapatkan kucuran anggaran tiap tahun terhitung sejak tahun 2018.

Penambahan anggaran pembangunan RS Batua di tahun 2020, kata dia, diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Makassar. Kemudian berlanjut di tahun 2021 kembali diusulkan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Meski demikian, ia mengaku lupa angka pasti anggaran yang dimaksud. Yang jelas, lanjut dia, pembangunan Rumah Sakit Tipe C Batua tersebut dianggarkan tiap tahun, tetapi selalu gagal tender.

"Tahun 2020 dianggarkan pada Dinas PU dan tahun 2021 kembali ke Dinas Kesehatan," ucap Wahab saat dikonfirmasi via telepon, Kamis 28 Januari 2021.

Saat ditanya apakah anggaran yang kucur tiap tahunnya untuk pembangunan Rumah Sakit Batua itu telah kembali ke kas daerah karena alasan gagal tender, Wahab mengatakan hal itu sudah pasti harus kembali masuk ke kas daerah.

"Iya," jawab Wahab sembari mengingat bahwa pada tahun 2020 lalu, pembangunan Rumah Sakit Batua kabarnya sempat dianggarkan dengan usulan Rp100 miliar, namun turun menjadi Rp80 miliar. Kemudian disepakati pada APBD 2020 sebesar Rp50 miliar.

 

4 dari 4 halaman

13 Orang Tersangka Termasuk Broker

Tim Penyidik Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel telah menetapkan 13 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tahun anggaran 2018.

Ketiga belas tersangka tersebut masing-masing berinisial AN, SR, MA, FM, HS, MW, AS, MK, AIHS, AEHS, DR, ATR dan RP.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri mengungkapkan dari 13 orang tersangka tersebut, ada yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pelaksana Teknis Pekerjaan (PPTK), Konsultan Pengawas, Kelompok Kerja (Pokja), Tim PHO, pelaksana pekerjaan (rekanan), broker pekerjaan hingga aktor intelektual yang merancang lakukan korupsi terhadap anggaran kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu.

"Sejak awal proses tender proyek sudah terjadi persekongkolan jahat. Memang niatnya sudah ada dari awal," kata Widoni dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di Gedung Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel, Senin 2 Agustus 2021.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan ancaman Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, Widoni berjanji akan terus mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk menyeret tersangka berikutnya atau mereka yang dianggap turut terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan telah merugikan keuangan dan perekonomian daerah Kota Makassar tersebut.

"Pasal 55 juga akan jadi fokus pertimbangan sehingga kasus ini akan terus kami kembangkan. Jadi tidak hanya mentok pada 13 tersangka saat ini. Ke mana-mana saja aliran dana proyek ini kita sudah kantongi, tinggal pendalaman lebih lanjut," jelas Widoni.

Ia mengungkapkan, dalam pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar hingga saat ini telah menelan anggaran hingga Rp120 miliar lebih. Namun, penyidikan kasus yang sedang berjalan baru sebatas pada penggunaan anggaran tahap pertama di tahun anggaran 2018 yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

"Termasuk kita juga akan dalami sejauh mana pelaksanaan proyek IPALnya nanti. Untuk saat ini penyidikan baru sebatas pemanfaatan anggaran pembangunan gedungnya di tahap awal yang menelan anggaran Rp25 miliar lebih dan ternyata dari perhitungan BPK kerugian negara mencapai Rp22 miliar lebih. Pekerjaan dinilai oleh BPK sebagai total loss karena fisik bangunan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali," ungkap Widoni.

Ia berharap peran aktif rekan-rekan media hingga masyarakat dalam mengawal penuntasan utuh kasus dugaan korupsi di lingkup Rumah Sakit Batua Makassar tersebut.

Jika di kemudian hari, kata dia, ada yang memiliki bukti lainnya yang masih terkait dengan dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Batua itu, agar bisa berkoordinasi dengan tim penyidik.

"Kita ingin kasus ini terbuka secara terang-benderang. Siapa pun yang ditemukan terlibat sebagaimana dukungan alat bukti, kita tak segan-segan akan memintai pertanggungjawaban secara hukum yang berlaku," tegas Widoni.

Diketahui, proyek pembangunan proyek pembangunan RS Batua Makassar Tipe C tahap satu tersebut awalnya ditender melalui LPSE dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp49 miliar.

Dalam prosesnya kemudian, PT. Sultana Nugraha disebut sebagai perusahaan pemenang tender dengan nilai HPS sebesar Rp26 miliar lebih.

Adapun yang bertindak sebagai Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan yakni perusahaan bernama CV Sukma Lestari dan Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.