Sukses

Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah Dituntut 6 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dengan pasal suap dan gratifikasi.

Liputan6.com, Makassar - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), mengganjar tuntutan 6 tahun penjara kepada Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi disertai dugaan gratifikasi, Senin (15/11/2021).

Dalam tuntutannya yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar, yang diketuai oleh Ibrahim Palino selaku Ketua Majelis Hakim, Tim JPU KPK menilai, Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah telah melakukan perbuatan dugaan suap sebagaimana diatur pada Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-undang No.31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 12B, tentang tindak pidana gratifikasi.

Atas pelanggarannya tersebut, JPU KPK tak hanya menuntut pidana badan selama 6 tahun penjara, tapi turut menuntut Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah itu dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp3 miliar lebih ditambah dengan 350.000 dolar Singapura dengan ketentuan apabila tak mampu menyelesaikan uang pengganti selama sebulan terhitung sejak putusan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkrath), maka hartanya akan disita dan dilelang sesuai nilai uang pengganti dan jika hartanya juga tak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka digantikan dengan pidana penjara selama 1 tahun.

Selanjutnya JPU KPK juga menuntut Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dengan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana. Dan selama menjalani hukuman, ia juga diperintahkan agar tetap dalam tahanan.

 

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertimbangan Memberatkan

Zainal Ibrahim, Anggota Tim JPU KPK mengatakan, dalam memberikan tuntutan ada dua hal yang menjadi pertimbangan. Pertama, kata dia, ada hal yang meringankan. Di mana, selama persidangan berlangsung, terdakwa berlaku sopan dan merupakan tumpuan keluarga.

Adapun hal-hal yang memberatkan tuntutan, lanjut Zainal, di mana perbuatan terdakwa selaku penyelenggara negara telah bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi dan perbuatan terdakwa juga mencederai rasa kepercayaan masyarakat sebagaimana ia pernah meraih penghargaan Hatta Award dan semestinya dengan itu ia dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat khususnya di Sulsel agar ikut serta berperan dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi ada dua dakwaan telah kita buktikan selama persidangan, yakni adanya dugaan suap dan gratifikasi yang telah dilakukan oleh terdakwa sehingga itu yang menjadi poin tuntutan kami. Terdakwa Nurdin Abdullah bersama-sama dengan Edy Rahmat menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pengusaha yang telah mengerjakan proyek di lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Sulsel," ucap Zainal.

Menanggapi tuntutan JPU KPK tersebut, Irwan mewakili tim Penasehat Hukum Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah mengatakan pihaknya akan melakukan pembelaan yang nantinya akan dibacakan pada sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan pledoi oleh terdakwa sebagai tanggapan atas tuntutan JPU.

"Tentu kami akan melakukan pembelaan pada sidang selanjutnya. Bagaimana poin-poin pembelaan nantinya akan kami tuangkan dalam dokumen pledoi," terang Irwan.

Diketahui awal perkara dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020/ 2021 yang menjerat Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah itu terungkap saat tim KPK mengelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah orang di jalan Sultan Hasanuddin terkait dugaan suap, usai menerima laporan pada Jumat 26 Februari 2021 malam.

Direktur Utama PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto diketahui kala itu memberikan uang melalui Edy Rahmat, selalu Sekretaris Dinas PUTR Sulsel.

Usai transaksi, tim menangkap Agung Sucipto, saat perjalanan pulang menuju Kabupaten Bulukumba. Edy Rahmat telah diamankan sebelumnya. Dalam proses pengembangan, tim bergerak ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel pada Sabtu 27 Februari 2021 dini hari.

Tim selanjutnya menjemput Nurdin Abdullah karena disebut-sebut terlibat kasus dugaan suap proyek infrastruktur. Dalam operasi tersebut penyidik menyita uang senilai Rp2,5 miliar masing-masing dalam koper senilai Rp2 miliar dan dalam tas ransel senilai Rp500 juta.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.