Sukses

Asa Penolakan Oligarki dalam Spanduk Raksasa di Sungai Batanghari Jambi

Setahun Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law disahkan. Undang-undang ini masih menuai penolakan gelombang massa. Di Jambi, Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Jambi menggelar aksi penolakan undang-undang ini karena dianggap pesanan oligarki.

Liputan6.com, Jambi - Sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Jambi melakukan aksi damai memperingati satu tahun disahkannya Omnibus Law Undang-undang tentang Cipta Kerja. Aksi damai itu dengan membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan terhadap oligarki.

Aksi FRI tersebut dilakukan di tengah Sungai Batanghari, kawasan Tanggo Rajo, Kota Jambi, pada Selasa (5/10/2021). Dengan menggunakan perahu ketek, massa aksi membentangkan spanduk "Krisis Iklim Dibiarkan Koruptor Dilindungi" dengan tagar #RakyatVsOligarki.

Sebagaimana diketahui bahwa undang-undang No 11 tahun 2021 tentang Cipta Lapangan Kerja, genap berusia 1 tahun pada 5 Oktober 2021. Undang-undang yang kerap disebut Omnibus Law itu awal pembentukan dan pembahasannya sudah kontroversi dan menuai penolakan dari gelombang massa. 

Pembahasan undang-undang sangat singkat dibandingkan undang-undang lainnya, padahal isinya sangat rumit karena menyangkut banyak sektor, termasuk lingkungan hidup. Sehingga, tak berlebihan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja tersebut dianggap sebagai sebuah kitab hukum negara pesanan oligarki.

"Hari ini tepat 5 Oktober adalah satu tahun hari kebangkitan oligarki. Kami menggelar aksi supaya masyarakat mengetahui bahwa kepentingan oligarki telah masuk ke sendi-sendi kehidupan. Kita sebagai rakyat kecil akan semakin tertindas atas kebijakan ini," kata Koordinator Aksi FRI Jambi M Aditya Prakoso.

Sejumlah massa dari Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Jambi membentangkan spanduk aksi memperingati setahun UU Cipta Kerja di sungai Batanghari, Jambi, Selasa (5/10/2021). Mereka mengampanyekan penolakaran terhadap kerusakan lingkungan yang dilakukan oligarki

Oligarki menurut koalisi FRI, merupakan sistem pemerintahan yang kekuatan politiknya berada pada kendali segelintir elit dan kelompok pengusaha. Bahkan, oligarki di Indonesia telah merongrong pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya lewat revisi Undang-undang KPK pada tahun 2019.

Revisi UU KPK tersebut juga bermuara pada pemecatan 58 pegawai KPK yang berintegritas lewat tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes yang bermasalah dan melanggar HAM itu telah mendepak para pegawai berintegritas yang selama ini menangani kasus korupsi kelas kakap.

"Kalau kita runut, UU Cipta Kerja ini bagian rentetan dari lahirnya revisi UU KPK, kemudian juga ada UU Minerba yang memberi karpet merah untuk pengusaha batu bara," ujar Adit.

Dampak dari lahirnya UU Cipta Kerja ini adalah kebijakan yang cacat lainnya seperti PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan UU Cipta Kerja untuk mengubah rumusan penghitungan upah minimum yang selama ini berlaku. 

"Rezim sekarang telah merenggut hak asasi kaum buruh untuk mendapatkan upah yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia," kata Adit.

Lahirnya aturan-aturan tersebut adalah bukti bahwa Omnibus Law menjadi karpet merah oligarki. Selain itu, lahirnya undang-undang tersebut juga dipastikan berdampak kerusakan lingkungan hidup. 

Masyarakat kecil seperti pertani akan semakin tergusur. Mengutip data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, konflik agraria di Jambi mencapai 156 kasus. Sebagian besar konflik agraria tersebut melibatkan korporasi besar.

Aksi peringatan hari kebangkitan oligarki ini dilakukan serentak dibeberapa kota di Indonesia. Selain Jambi, aksi ini juga digelar di Jakarta, Palembang, dan beberapa kota lainnya. 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerusakan Lingkungan Hidup

Saat ini, menurut koalisi FRI, industri ekstraktif besar menjadi pemain dominan dalam sistem ekonomi serta mengklaim menjadi pihak yang dirugikan jika pemerintah menegakkan kebijakan yang Pro-Lingkungan. 

Lahirnya UU Cipta Kerja memberikan impunitas terhadap korporasi, maupun perusak lingkungan. UU Cipta Kerja juga turut memberangus segala prinsip-prinsip tata kelola lingkungan hidup. 

"Sebagai dampaknya, masyarakat kecil seperti petani, kaum buruh dan rakyat miskin kota akan semakin tergusur," kata Adit.

Koalisi mendesak, penyelamatan lingkungan hidup harus menjadi prioritas. Mereka juga menolak segala macam upaya pelemahan terhadap kerusakan lingkungan hidup oleh oligarki.

Kemudian koalisi juga mendesak pemerintah untuk memutuskan hubungan dengan kepentingan oligarki dalam menjalankan pemerintahan.

Lahirnya UU Cipta Kerja jelas tidak bisa memberikan celah bagi warga negara yang akan menggugat perusahaan atau lembaga lain yang merusak lingkungan seperti tercantum dalam pasal 93 UUPPLH sebagai konsekuensi dihapusnya Izin Lingkungan. 

"Kami menolak segala macam aktivitas perusakan lingkungan hidup oleh oligarki. Saat ini, sudah di mana-mana sudah terjadi kerusakan lingkungan," kata Adit.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.