Sukses

Catatan Kecil Venzha Christ Jalani Simulasi Hidup di Planet Mars (Bagian II)

Saat berada di Mars Desert Research Station (MDRS), Venzha Christ dan keenam rekannya yang berasal dari Jepang menjalani kehidupan selayaknya tinggal di Planet Mars.

Liputan6.com, Yogyakarta- Saat berada di Mars Desert Research Station (MDRS), Venzha Christ dan keenam rekannya yang berasal dari Jepang menjalani kehidupan selayaknya tinggal di Planet Mars. Teman-teman Venzha Christ ini berasal dari beragam latar belakang.

Yusuke Murakami arsitek yang pernah hidup di Antartika selama 18 bulan, ahli biologi Kai Takeda, ahli komunikasi Fumiei Morisawa, ahli pengukuran polusi udara dan atmosfer Wataru Okamoto, jurnalis video dari NHK Makoto Kawamura, serta perancang grafis Miho Tsukishiro. Venzha dan keenam temannya ini tergabung dalam Asia Team, Crew 191 MDRS (Mars Desert Research Station) 2018, Mars Society, Utah, USA.

MDRS terdiri dari kubah dua lantai,  rumah kaca (Green Hab), observatorium tenaga surya sumbangan MUSK Foundation (Elon Musk), observatorium robotik, RAM (tempat pemeliharaan alat), dan kubah sains. Semua bangunan, kecuali observatorium robotik, terhubung dengan terowongan simulasi yang memungkinkan kru berjalan antar bangunan tanpa mengenakan pakaian pelindung luar angkasa extravehicular activity (EVA).

Sepanjang simulasi hidup di Mars berjalan, mereka tinggal di dalam kubah berdiameter enam meter yang didesain seolah-olah menyerupai rumah yang akan dibangun manusia di Mars.

Sehari-hari, Venzha Christ bertugas mencatat kegiatan dalam jurnal yang dlaporkan secara daring. Tidak hanya itu, ia juga bertugas mengoperasikan alat pendeteksi radiasi matahari. Alat deteksi ini dibikin Venzha Christ bersama dengan v.u.f.o.c lab dan Indonesia Space Science Society (ISSS).

Simulasi hidup di Mars sangat sibuk. Tim beraktivitas mulai pukul 06.00 sampai 22.00 jika dianalogikan dengan waktu bumi. Namun, menurut Venzha istilah yang digunakan untuk menghitung waktu di Mars bukan menggunakan hari, melainkan sol (durasi hari di Mars sedikit lebih panjang ketimbang di Planet Bumi, ekuivalen dengan 1,027 durasi hari di Planet Bumi).

Ia bersama dengan teman-temannya memiliki tempat tidur berbentuk kabin, Setiap orang mendapat kabin berukuran 1x3 meter persegi. Tidak hanya itu, mereka juga makan, berdiskusi, rapat, serta mandi di dalam kubah itu.

Mandi pun ada aturannya. Army shower, istilahnya. Jadi, peserta simulasi hidup di Mars diajari mandi yang efektif dan efisien.

“Dalam tim ini, diatur mandi setiap empat hari sekali disesuaikan dengan jumlah kru, temperatur, dan kapasitas air yang disediakan,” ujar Venzha Christ di Yogyakarta.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aturan Ketat

Demikian pula dengan makan, peserta simulasi mendapat space food berbentuk tube yang sudah memenuhi kandungan gizi yang diperlukan.

Jadwal makan pun teratur. Setiap peserta mendapatkan dua tube space food setiap enam jam sekali.

Selain membuat laporan harian, mereka juga mendapat tugas lain, seperti meneliti batuan, temperatur, energi, dan mikroorganisme yang ada di gurun. Temuan itu harus dilaporkan kepada commander.

Simulasi hidup di Mars benar-benar menempa mental dan kedisiplinan seorang Venzha Christ. Ia tidak menampik sempat merasa gugup di awal.

Bayangkan saja, ketika keluar dari kubah, peserta simulasi hidup di Mars harus bereksperimen di lapangan sembari mengenakan EVA lengkap dengan berat sekitar 20 kilogram (space suit, helmet, tabung oksigen, backpack, tools, dan lain-lain).

Ketika bereksperimen di lapangan, peserta simulasi hidup di Mars harus meminimalkan kesalahan. Hal itu pula yang dilakukan Venzha dan teman-temannya.

Namun, pernah suatu kali Venzha Christ lupa menyalakan global positioning system (GPS) ketika bereksperimen di lapangan, sehingga komunikasi dengan hub menjadi terputus.

“Waktu itu saya dimarahi commander dan anggota tim karena kelalaian sedikit bisa membahayakan misi tim,” ucapnya.

Menurut Venzha, ketika kesalahan terjadi, maka harus segera ada solusi. Kalau tidak ada solusi, maka misi harus digagalkan.

Alasan keselamatan menjadi pertimbangan utama. Kaitannya, dengan ketersediaan oksigen yang mereka bawa selama bereksperimen di lapangan (ke luar kubah).

 

3 dari 3 halaman

Air Minum Berjamur

Pernah pula beberapa hari kawasan mereka tinggal dilanda badai gurun. Angin yang sangat kencang seolah-olah bisa membalikkan kubah.

Akan tetapi hal itu belum seberapa. Tim simulasi hidup di Mars pernah mengalami persoalan yang lebih tidak mengenakkan.

Tangki tempat penyimpanan air yang terletak di luar kubah dipenuhi jamur dan diindikasikan air itu beracun. Padahal, air itu digunakan untuk minum dan kebutuhan mandi.

Tim pun memutar otak. Sempat terbersit di benak sebagian anggota tim untuk menghentikan simulasi. Venzha Christ termasuk anggota tim yang tidak setuju dengan keputusan itu.

Akhirnya, mereka mencari solusi untuk membersihkan air di dalam tangki. Secara teknis jelas rumit. Tangki berada tempat berbeda di luar kubah yang berarti peserta tim harus mengenakan EVA untuk membersihkan air.

“Jelas itu tidak mungkin, karena oksigen terbatas, sementara membersihkan air dari jamur membutuhkan waktu lama, biasanya EVA hanya digunakan 30 menit sampai satu jam untuk eksperimen lapangan,” kata Venzha Christ.

Lantas apa yang dilakukan tim? Mereka pun memindahkan tangki yang berada di luar kubah ke bangunan RAM (tempat pemeliharaan alat) dengan harus tetap mengenakan EVA.

Ketika sudah sampai di bangunan RAM, tim harus mencopot EVA terlebih dulu, setelah itu mereka membersihkan air dari jamur.

Setelah semua beres, tim kembali memindahkan tangki berisi air ke tempat semula. Itu pun mereka harus kembali mengenakan EVA.  Air pun bisa digunakan kembali oleh peserta simulasi hidup di Mars.

 

Lalu, bagaimana kesimpulan Venzha Christ setelah berhasil mengikuti simulasi hidup di Mars? Apakah Mars bisa ditinggali manusia?Bersambung ke Catatan Kecil Venzha Christ Jalani Simulasi Hidup di Planet Mars (Bagian III).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.