Sukses

Polisi Usut Penyokong Dana Rp600 Juta untuk Penyerangan Barak Karyawan di Kampar

Liputan6.com, Pekanbaru - Penyerangan barak karyawan PT Langgam Harmuni di Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar, pada 15 Oktober 2020, sudah menyeret HSA ke pengadilan negeri (PN) setempat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) terus membuktikan dakwaannya agar terdakwa tidak lolos dari jeratan hukum.

Meski sudah ada pesakitan yag disidang, penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Kampar tak berhenti mengusut penyerangan ini. Terutama terkait uang Rp600 juta yang diduga sebagai upah penyerangan.

Kasus ini juga menyeret AZL alias Marvel, AL, YM, dan Ms. Mereka menjadi tersangka dan ada juga ditetapkan sebagai buronan bersama ratusan orang lainnya yang terlibat penyerangan itu.

Kasat Reskrim Polres Kampar Ajun Komisaris Berry Juana Putra SIK tak menampik kasus ini masih berlanjut. Khususnya sumber uang Rp600 juta yang diserahkan kepada terdakwa HSA.

"Penyelidikan masih berlanjut," kata Berry dikonfirmasi wartawan.

Berry menyebut penyelidikan bisa mengarah kepada tersangka baru. Dia meminta pihak terkait menyerahkan penegakan hukum kepada polisi.

"Kita lihat saja nanti hasilnya," ucap Berry.

Terkait dakwaan yang menyebut ada 300 orang terlibat dalam penyerangan PT Langgam Harmuni itu, Berry tak berkomentar banyak. Dia menyebut kalimat 300 yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) masuk ranah kejaksaan.

"Karena berkas yang pertama sudah tahap dua (persidangan)," imbuh Berry.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dakwaan JPU Sebut Sumber

Salah satu nama yang tengah diusut berinisial AH. Dia diduga sebagai Ketua Kopsa-M yang lama di mana jabatannya diberhentikan oleh anggota koperasi karena konflik internal.

Nama AH muncul dalam dakwaan yang dibacakan JPU dari Kampar saat persidangan perdana terdakwa Hendra Sakti Arifin pada 24 Agustus 2021.

Berdasarkan dakwaan, uang Rp600 juta diterima secara bertahap oleh terdakwa HSA pada Juli dan September atau beberapa bulan sebelum penyerangan barak karyawan PT Langgam Harmuni.

Empat kali penyerangan masing-masing Rp100 juta dan terakhir Rp 200 juta pada 25 September 2020.

Sebelumnya, Kasi Pidana Umum Kejari Kampar, Sabar Gunawan membenarkan ada 300 buron dalam kasus ini. Hanya saja ratusan orang ini tidak diketahui identitasnya.

"DPO yang kami maksud adalah bersama-sama dalam kasus tersebut, lebih mengarah kepada 'bersama'," kata Sabar.

3 dari 3 halaman

Pendana Bisa Jadi Tersangka

Terpisah, pengamat hukum pidana Universitas Muhammadyah Riau (Umri), Raja Desril, menyatakan JPU bisa meminta kepada majelis hakim untuk menetapkan pendana sebagai sebagai tersangka.

"Di persidangan ada pemeriksaan saksi, jaksa bisa meminta kepada hakim agar sumber aliran dana itu ditetapkan sebagai tersangka, saksi ini (AH) pasti akan dihadirkan ke persidangan," kata Desril.

Menurut Desril, langkah yang tepat saat ini bagi korban adalah proses persidangan. Langkah ini juga tidak mengganggu penyelidikan dari pihak kepolisian.

Jika di persidangan, sambung Desril, ada fakta yang membuktikan dan aliran dana itu bukan dana yang sah dan tidak dapat ditolak atau dibantah, maka jaksa bisa memintakan diduga pendana ditetapkan sebagai tersangka kepada majelis hakim.

"Ini terlepas dari perjanjian apakah (aliran dana) itu untuk penyerangan atau penyelesaian masalah, nantikan digali lebih dalam oleh penuntut umum," jelas Desril.

Desril menerangkan, jika jaksa dan hakim yakin ada unsur mengarahkan massa, terlebih adanya uang ratusan juta tadi, pendana bisa langsung ditahan.

"Meski pun hanya dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi tersangka HSA," tegas Desril.

Di sisi lain, Desril menyebut Polres Kampar juga bisa menetapkan pendana sebagai tersangka kalau ditemukan minimal dua alat bukti.

"Yang pertama aliran dana dan yang kedua saksi ataupun pengakuan dari terdakwa bahwa aliran dana tersebut untuk penggerak massa," terang Desril.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.