Sukses

Kisah Takmir Masjid Rawat Al-Qur'an Peninggalan Majapahit

Terkait sejarah pembuatan Al-Qur'an tersebut, Jayani mengaku tidak tahu persis. Dia menduga Al-Qur'an itu ditulis sebelum tahun 1900, mengingat sebagian kertasnya sudah rusak akibat termakan usia.

Liputan6.com, Gunungkidul - Al-Qur'an kuno yang diduga berusia lebih dari 1 abad masih terawat dengan baik oleh seorang takmir masjid di Padukuhan Wonodoyo, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Al-Qur'an yang ditulis tangan ini dipercaya milik keturunan Majapahit yang menyebarkan Islam di Gunungkidul.

Jayani Zaini (67), takmir masjid Al-Jami' Wonojoyo ini menjelaskan, dia sudah lebih dari 10 tahun merawat Al-Qur'an tersebut. Warga Padukuhan Wonojoyo, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong ini mengaku jika para pendahulunya juga merawat Al-Qur'an secara turun-temurun.

"Kalau saya mulai merawat Al-Qur'an sejak tahun 1997 lalu," katanya saat ditemui di Padukuhan Wonojoyo, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul, Minggu (2/5/2021).

Terkait sejarah pembuatan Al-Qur'an tersebut, Jayani mengaku tidak tahu persis. Dia menduga Al-Qur'an itu ditulis sebelum tahun 1900, mengingat sebagian kertasnya sudah rusak akibat termakan usia. Sedangkan, sampul Al-Qur'an itu terbuat dari bahan kulit sehingga masih awet.

"Nah, kalau penulisannya (Al Qur'an) sejak kapan saya kurang tahu. Mungkin sudah sejak dulu sekali, karena kondisinya (Al-Qur'an) seperti itu," jelanya.

Kendati sebagian kertas pada Al-Qur'an sudah rusak, Jayani menyebut untuk tulisan masih tampak bagus. Bahkan, untuk lembar awal masih terlihat ada tulisan Jawa meski tidak terlalu jelas dan beberapa gambar simbol yang tidak diketahui artinya.

Meski tidak mengetahui sejarah Al-Qur'an yang dia rawat tersebut secara pasti, Jayani menceritakan sejarah lisan terkait Al-Qur'an ini. Menurutnya, sejarah itu berawal saat KRT Wiroyudo yang merupakan keturunan Majapahit menyebarkan agama Islam di Gunungkidul sekitar tahun 1800-an.

Lanjutnya, Wiroyudo sendiri sebenarnya tinggal di wilayah Umbulrejo, Ponjong, atau tak jauh dari rumah Jayani sekarang. Lebih lanjut, 2 orang anak Wiroyudo yang bernama Muhammad Ihsan dan Hasan sempat bersekolah di Arab Saudi.

"Sekembalinya ke Gunungkidul keduanya menyiarkan agama Islam, Muhammad Ihsan bertugas menyiarkan (agama Islam) di sekitar Wonosari dan Hasan di sekitar selatan wilayah Kapanewon Tepus," ucapnya.

Singkat cerita, Ihsan mendekati raja di Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dengan mengabdi sebagai abdi dalem. Kemudian karena jasanya tersebut, KH. Muhammad Ihsan diberi tanah Merdikan sekitar 1 hektare di Padukuhan Wonojoyo.

Tak hanya itu, KH. Muhammad Ihsan juga mendapatkan putri Triman (putri pemberian raja) untuk dipersuntingnya. Setelah memiliki anak dan istri kemudian ia mendapatkan pesan untuk mendirikan rumah limasan dan joglo sederhana.

Kemudian, Ihsan juga mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Rodhatul Qulud. Para santri di Pondok pesantren tersebut tidak hanya dari sekitar Ponjong, tetapi juga dari luar daerah.

"Dan akhirnya membangun masjid Al Jami' dan tertulis di sekitar masjid didirikan tahun 1824," ujarnya.

Selanjutnya, keturunan Ihsan memiliki anak bernama Muhammad Ngali yang meneruskan syiar agama Islam di Gunungkidul. Kemudian Ngali miliki anak yakni, Muhammad Zaini dan akhirnya turun-temurun hingga Jayani.

"Jadi setahu saya, Al-Qur'an ini digunakan sejak Muhammadi Ihsan. Kemungkinan (Al-Qur'an kuno) digunakan untuk syiar agama di sini (Gunungkidul)," ucap Jayani.

Menyoal siapa penerus yang akan merawat Al-Qur'an berusia lebih dari 1 abad ini, Jayani belum bisa menentukannya. Hal itu karena saat ini dia masih mampu merawatnya, bahkan menggunakan Al-Qur'an tersebut.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.