Sukses

Mengenal Dawet Kemayu, Waralaba Minuman Dawet Premium dengan Modal Rp 3,9 Juta

Minuman tradisional dawet ternyata bisa menjadi penyelamat bagi UMKM.

Liputan6.com, Yogyakarta Minuman tradisional dawet ternyata bisa menjadi penyelamat bagi UMKM. Retno Intansari Rahmawati (31), pemilik Dawet Kemayu, membuktikan dengan mata kepalanya sendiri.

Bisnis Dawet Kemayu baru seumur jagung. Retno membuka gerai pertamanya pada 5 Maret 2020.

Bukan hanya satu gerai, melainkan 10 gerai sekaligus. Ia menjual Dawet Kemayu di 10 titik di Yogyakarta. Rata-rata berlokasi di pusat perbelanjaan minimarket atau supermarket.

“Baru buka, eh 15 Maret ada keputusan PSBB,” ujar Retno, Jumat (30/4/2021).

Ia tidak berpikir untuk menghentikan operasional gerai Dawet Kemayu ketika itu. Pertimbangannya, kasihan dengan karyawan yang baru saja dipekerjakan.

Berjalanlah usaha Dawet Kemayu dengan susah payah di tengah pandemi Covid-19. Bulan Ramadan tahun lalu tidak ada bazar sama sekali. Padahal ia berharap banyak dari kegiatan kampung Ramadan.

Retno memutar otak. Bagaimana ia harus tetap membuat Dawet Kemayu disukai. Tidak mungkin ia hanya menjual dalam bentuk cup dan dipajang di gerai-gerai.

“Saya punya ide, bikin Dawet Kemayu jadi hampers untuk Ramadan, saya kemas dawet dalam besek dan saya foto ala foodgrammer,” ucapnya.

Usahanya itu membuahkan hasil. Banyak orang memesan Dawet Kemayu, bahkan pesanan berulang dari orang-orang yang menerima kiriman hampers Dawet Kemayu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Pakai Santan

Lantas, apa yang membedakan Dawet Kemayu dengan dengan dawet kebanyakan? Dawet Kemayu sebenarnya diambil dari nama dawet ayu. Ia memilih label Dawet Kemayu karena minuman tradisional buatannya ini berbeda dengan dawet kebanyakan.

“Karena berbeda jadi pakai nama kemayu,” tutur Retno.

Dawet Kemayu tidak memakai santan, melainkan krimer nabati. Ini yang bikin anak-anak sangat menyukai Dawet Kemayu karena tidak terasa enek.

Dawet Kemayu menghadirkan dawet ireng orisinal dengan topping tape hijau, nangka, dan durian. Harganya sangat terjangkau, mulai dari Rp 10.000 per cup.

Cendol yang digunakan juga memiliki tekstur berbeda. Lebih kenyal dengan sensasi seperti mengunyah boba.

Sementara gula untuk Dawet Kemayu memakai gula jawa dan gula aren sekaligus, tanpa campuran gula pasir. Perpaduan krimer nabati dan gula aren serta jawa membuat minuma tradisional ini bisa menjadi alternatif minuman yang selaras dengan gaya hidup sehat.

Penjualan rata-rata per bulan untuk family pack Dawet Kemayu mencapai 4.000 pcs, sedangkan untuk botol sebanyak 2.000 pcs. Selain itu, Dawet Kemayu sudah berkolaborasi dengan beberapa bisnis lokal di Jogja seperti Hotel Grand Keisha, Hotel The Phoenix dan Bumi Gayo Coffee. Dawet Kemayu juga mulai bekerjasama dengan beberapa koperasi perusahaan dan travel untuk terus meningkatkan layanan bagi masyarakat Indonesia.

 

 

3 dari 4 halaman

Sistem Waralaba

Dawet Kemayu merupakan UMKM yang bisa diduplikasi oleh orang lain melalui sistem waralaba atau franchise. Pola bisnis ini memang dipilih Retno sejak awal.

Itulah sebabnya ia pertama kali langsung membuka 10 gerai sekaligus. Saat ini sudah ada 148 gerai Dewat Kemayu di lebih dari 30 kota dan kabupaten di Pulau Jawa.

Dan yang mengejutkan usaha untuk membuka waralaba Dawet Kemayu ternyata sangat terjangkau dan nyaris tidak memguras kocek.

Orang yang tertarik membuka Dawet Kemayu bisa dimulai dengan modal Rp 3,9 juta. Tipe ini membuat orang bisa berjualan dawet dari rumah tanpa memakai booth. Meskipun demikian, bahan baku dan sarana pendukung promosi sudah disiapkan.

“Kami sistemnya franchise putus bukan manajemen, jadi yang menjalankan si mitra,” kata Retno.

Selain itu ada pula paket waralaba Rp 7,9 juta denga booth minimalis, Rp 12 juta dengan booth galvalum dan dukungan foodgrammer, serta paket waralaba senilai Rp 15 juta dengan dukungan tambahan digital marketing sehingga pemasaran semakin mudah.

Ia tidak menampik di dalam proposal pola bisnis waralaba sebenarnya ia mencantumkan balik modal atau break even point (BEP) dalam jangka waktu tiga bulan.

“Tapi ada juga mitra yang dalam satu bulan sudah balik modal,” ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Berawal dari Jalan-Jalan

Sebenarnya tidak tebersit dalam benak Retno untuk berjualan dawet dan mengembangkannya menjadi pola bisnis waralaba. Justru ia menemukan ide dawet ketika sedang berjalan-jalan bersama dengan temanya dan menyantap minuman tradisional ini di suatu tempat.

“Saya minum kok dawetnya beda dari kebanyakan, saya ngobrol sama bapak penjual dawet yang sudah sepuh (tua) waktu itu,” ucapnya.

Ketika itu Retno memiliki bisnis waralaba ayam geprek. Tetapi kebosanan mulai melanda dan ingin mencoba usaha yang baru.

Ia pun mengajak bapak penjual dawet itu untuk bekerja sama menyediakan cendolnya. Tes pasar juga dilakukan dengan mengikuti dua bazar pada awal 2020.

Hasilnya, memuaskan. Dawet yang dijualnya laris manis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.